
Keterangan Gambar : Grand Launching dan Bedah Buku “Grand Syekh Al-Azhar dan Perdamaian Dunia” digelar secara daring melalui Zoom pada Sabtu (24/10) (sumber foto : ist/pp)
JAKARTA II Parahyangan Post - Sebuah acara istimewa bertajuk Grand Launching dan Bedah Buku “Grand Syekh Al-Azhar dan Perdamaian Dunia” digelar secara daring melalui Zoom pada Sabtu (24/10). Acara ini menghadirkan sejumlah akademisi, dosen, dan tokoh Islam dari berbagai universitas yang memberikan pandangan inspiratif tentang sosok Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ahmad Al-Tayyeb, Grand Syekh Al-Azhar, sebagai simbol Islam moderat dan perdamaian global.
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Yanuardi Syukur, penulis dan peneliti bidang antropologi agama, serta dihadiri pula oleh Rektor Universitas Darunnajah, Dr. Muh. Hasan Darojat, yang dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi terhadap penerbitan buku tersebut. “Buku ini menjadi kontribusi penting bagi dunia pendidikan Islam, karena menghadirkan keteladanan ulama yang mampu memadukan keilmuan, spiritualitas, dan komitmen kemanusiaan,” ujarnya.
Keteladanan dan Kesederhanaan Sang Grand Syekh
Dalam sesi diskusi, Dr. Fakhrudin, dosen senior Universitas Tazkia Bogor, menegaskan bahwa Prof. Dr. Ahmad Al-Tayyeb adalah ‘alim yang luar biasa karena mampu mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
"Jabatannya setingkat perdana menteri, tetapi beliau tetap sederhana, wara’, dan sangat tawadhu. Keteladanan seperti ini mulai hilang di tengah umat Islam yang cenderung hidup hedonis,” ungkapnya.
Sementara itu, Dr. Mohamad Ramdon Dasuki, Lc., MA., dosen Universitas Pamulang sekaligus pendiri Yayasan Hikmah Peradaban Institute, menyoroti perpaduan antara aspek intelektual dan spiritual dalam tradisi Al-Azhar.
Grand Syekh Al-Tayyeb menunjukkan keseimbangan antara keilmuan yang mumpuni dan spiritualitas yang mendalam. Pandangan-pandangannya tetap relevan dengan kehidupan modern,” ujarnya.
Menegakkan Wasathiyyah Islam
Dr. Hj. Debibik Nabilatul Fauziah, MA., dosen Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), menjelaskan bahwa Grand Syekh Al-Azhar adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Hasan bin Ali bin Abi Thalib RA.
Beliau menentang keras segala bentuk ekstremisme dan menegakkan ajaran wasathiyyah — Islam yang adil dan pertengahan. Sudah sepatutnya kita meneladani beliau dengan memahami dan mengamalkan Islam dari sumber yang sahih,” jelasnya.
Intelektual Global dan Jembatan Perdamaian
Dari perspektif komunikasi dan media, Inggar Saputra, Tutor Online FKIP Universitas Terbuka, menilai bahwa Syekh Al-Tayyeb merupakan figur penting dalam menjaga narasi Islam damai di tengah arus digitalisasi.
“Beliau konsisten menolak politisasi agama dan terus mempromosikan dialog antariman sebagai solusi bagi krisis kemanusiaan global,” tegasnya.
Sementara itu, Rana Setiawan, jurnalis Kantor Berita MINA sekaligus Wasekjen Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), menilai buku ini hadir pada waktu yang sangat relevan.
"Dunia sedang diuji oleh polarisasi ekstrem dan konflik identitas. Suara ulama seperti Syekh Al-Tayyeb penting untuk menegakkan keadilan dengan akhlak,” ujarnya.
Simbol Islam Rahmatan lil ‘Alamin
Melengkapi pandangan tersebut, Mamdukh Budiman, SS., MSI., CHMQ., Ph.D (Cand), dosen Universitas Muhammadiyah Semarang dan Universiti Muhammadiyah Malaysia, menekankan bahwa Prof. Dr. Ahmad Al-Tayyeb adalah simbol Islam yang beradab dan inklusif.
“Melalui diplomasi keagamaan dan inisiatif lintas iman, beliau menunjukkan wajah Islam rahmatan lil ‘alamin — membawa rahmat bagi seluruh umat manusia tanpa sekat ras maupun agama,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Ahmadi Rojali turut berbagi pengalamannya mendapat langsung nasihat dari Grand Syekh Al-Azhar di Luxor, yang semakin menguatkan kesan mendalam atas ketawadhuan dan keluasan pandangan beliau.
Langkah Lanjutan: Roadshow dan Diplomasi Buku ke Mesir
Sebagai tindak lanjut, dalam sesi diskusi ada ide roadshow buku ke berbagai kampus, dimulai dari Universitas Tazkia, serta penerjemahan buku ke dalam bahasa Arab untuk kemudian didiskusikan di Mesir.
"Agenda ini akan dibarengi dengan kunjungan akademik, penandatanganan MoU antar kampus Indonesia–Mesir, serta pentas seni budaya Indonesia di Mesir bekerja sama dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Mesir. Ide tersebut akan didiskusikan setelah kegiatan," jelas Yanuardi Syukur yang meramu gagasan yang muncul di acara tersebut.
Selain itu, ada pula ide membuat buku kolaborasi tentang ilmu sosial dan politik bersama FISIP Universitas Bung Karno dan juga kerja sama dengan kampus di Hadramaut, Yaman.
Secara umum, para pembicara dalam acara ini menegaskan bahwa semangat perdamaian, moderasi, dan kemanusiaan universal yang diajarkan Grand Syekh Al-Azhar tetap relevan bagi dunia Islam dan masyarakat global masa kini.
Acara grand launching yang dihadiri lebih 40 peserta ini terlaksana berkat kolaborasi Universitas Darunnajah, UDN Press, Perpustakaan Darunnajah, Asosiasi Penulis Darunnajah dan Rumah Produktif Indonesia.- (rs/pp)







LEAVE A REPLY