Home Husada Punya Ribuan Apotek, Tapi Merugi? Ada Apa dengan Kimia Farma?

Punya Ribuan Apotek, Tapi Merugi? Ada Apa dengan Kimia Farma?

141
0
SHARE
Punya Ribuan Apotek, Tapi Merugi? Ada Apa dengan Kimia Farma?

Keterangan Gambar : Idris Idham, SE, Sekretaris Jenderal FSP FARKES KSPI sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal KSPI Bidang Hubungan Industrial. (sumber foto : ist/pp)

JAKARTA -Parahyangan Post -Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP FARKES KSPI) menyampaikan keprihatinan yang sangat serius terhadap kondisi yang tengah dialami PT Kimia Farma Tbk—sebuah perusahaan milik negara di sektor farmasi yang ironisnya, justru mengalami kerugian beruntun meski memiliki jaringan apotek yang tersebar luas di seluruh Indonesia.

“Kimia Farma bukan pemain kecil. Dengan lebih dari 1.300 apotek yang tersebar dari kota hingga pelosok, ditambah sejumlah klinik dan lini produksi farmasi, perusahaan ini seharusnya menjadi raksasa industri kesehatan nasional. Tapi justru terus-menerus merugi. Ini sangat janggal,” ujar Idris Idham, SE, Sekretaris Jenderal FSP FARKES KSPI sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal KSPI Bidang Hubungan Industrial.

Menurut Idris, publik perlu bertanya: bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang menguasai rantai distribusi obat dan layanan kesehatan bisa terperosok dalam kerugian? Terlebih lagi, ini bukan kali pertama Kimia Farma tersandung persoalan keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, laporan keuangan terus menunjukkan kinerja minus, meskipun permintaan terhadap produk farmasi dan layanan kesehatan nasional terus meningkat, apalagi pasca pandemi.

“Jangan sampai ini menjadi cermin dari kesalahan tata kelola korporasi. Apakah ada investasi yang gagal? Apakah terjadi pemborosan atau inefisiensi yang dibiarkan? Atau bahkan, apakah ada praktik yang tidak akuntabel dalam pengelolaan perusahaan?” tegas Idris.

FSP FARKES KSPI menekankan bahwa sebagai perusahaan BUMN strategis, Kimia Farma bukan hanya soal laba. Ia menyangkut pelayanan publik, akses terhadap obat yang adil dan terjangkau, serta keberlangsungan hidup ribuan pekerja yang menggantungkan nasibnya di sana. Oleh karena itu, setiap langkah kebijakan terhadap Kimia Farma—termasuk restrukturisasi atau konsolidasi anak perusahaan—harus dilakukan secara hati-hati, transparan, dan mengedepankan perlindungan terhadap pekerja.

“Kami menerima banyak keluhan dari anggota kami di lapangan. Mulai dari ketidakpastian status kerja, beban kerja yang meningkat karena efisiensi sepihak, hingga keterlambatan gaji. Ini bukan hanya soal angka di laporan keuangan, ini soal martabat pekerja dan keberlangsungan keluarga mereka,” ujar Idris dengan nada prihatin.

FSP FARKES KSPI juga mengingatkan pemerintah bahwa lemahnya kinerja Kimia Farma bukan hanya kegagalan korporasi, tetapi bisa menjadi indikator lemahnya visi pemerintah dalam membangun kedaulatan industri kesehatan nasional. Apalagi, di tengah wacana transformasi sistem kesehatan nasional dan tantangan ketahanan farmasi global, Kimia Farma seharusnya tampil sebagai garda depan, bukan malah terpuruk.

“Kalau BUMN Farmasi saja tumbang, siapa yang akan kita andalkan dalam penyediaan obat dan alat kesehatan strategis di masa depan? Kita tidak boleh terus bergantung pada impor. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan Kimia Farma,” tutup Idris.

FSP FARKES KSPI mendesak dilakukan audit menyeluruh, terbuka, dan melibatkan unsur pekerja sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pemerintah juga harus memastikan bahwa setiap langkah pemulihan tidak menjadikan pekerja sebagai korban, melainkan sebagai bagian dari solusi. (rd/rt/pp)