Home Opini Membedah Implikasi Tawaran Jakarta terhadap Krisis Gaza

Membedah Implikasi Tawaran Jakarta terhadap Krisis Gaza

150
0
SHARE
 Membedah Implikasi Tawaran Jakarta terhadap Krisis Gaza

Oleh. Dyandra Verren
Alumnus Universitas Gunadarman 

TERBARU -  Pemerintah Indonesia menyatakan kesiapan Indonesia untuk menampung 1.000 warga Gaza. Pemerintah menganggap bahwa Indonesia mempunyai peran politik luar negeri dalam penyelesaian konflik di Gaza. Pemerintah menyatakan bahwa evakuasi dilakukan sementara selama situasi tidak kondusif tetapi, setelah kondisi membaik akan dipulangkan kembali ke Gaza (berita satu / 09 April 2025). 


Adapun rencana ini adalah langkah yang justru akan memuluskan rencana strategis penjajah Zionis untuk mengusir penduduk asli Palestina dari tanah mereka. Bisa kita pahami bahwa tindakan menampung pengungsi di negara lain secara tidak langsung akan mengurangi jumlah warga Palestina di Gaza, yang sejalan dengan tujuan penjajah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka atas wilayah Gaza. Pernyataan Pemerintah tersebut tentu sangat kontraproduktif dengan seruan jihad yang semakin bergema di kalangan umat Islam, yang meyakini bahwa satu-satunya solusi yang efektif dan mendasar untuk mengatasi penjajahan dan genosida yang terjadi adalah melalui perjuangan dan perlawanan yang komprehensif. Seperti baru-baru ini yang dilakukan Internasional Union of Muslim Scholars (IUMS) mengeluarkan 15 fatwa untuk melakukan jihad terhadap Israel atas kejahatan genosida yang mereka lakukan. Pernyataan itu pun disambut dengan dukungan dari Majelis Ulama Indonesia  (mui.or.id / 14 April 2025). 

Evakuasi rakyat Gaza merupakan tindakan yang justru menjauhkan mereka dari solusi hakiki, yaitu kemerdekaan dan hak untuk kembali ke tanah air mereka, mengingat bahwa pihak Zionis adalah pihak yang melakukan pendudukan ilegal dan merampas wilayah Palestina secara paksa. Logika yang dibangun adalah bahwa pihak penjajah Zionis-lah yang seharusnya diusir dari tanah Palestina yang sah, bukan warga Gaza yang menjadi korban agresi dan kekerasan. Penjajah melakukan pengeboman fasilitas-fasilitas Gaza, menembak orang-orang tidak bersalah, melakukan pembatasan fasilitas, dan hal-hal tidak manusiawi lainnya.

Menilik dari pernyataan Pemerintah, sepertinya bisa saja tawaran evakuasi ini mungkin merupakan respons atau bahkan bentuk tekanan dari Pemerintah Amerika Serikat terhadap Indonesia, terutama terkait dengan kebijakan baru AS yang menaikkan tarif impor terhadap produk-produk tertentu. Keberhasilan diplomasi Indonesia dalam melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif tersebut dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh AS sebagai alat untuk menekan Indonesia agar bersedia melaksanakan evakuasi warga Gaza. Situasi ini digambarkan sebagai buah simalakama bagi negara-negara Muslim yang masih memiliki ketergantungan ekonomi dan politik terhadap kekuatan-kekuatan global lainnya. Seharusnya, para pemimpin di negeri-negeri Muslim memiliki respons yang tegas dan positif terhadap seruan jihad sebagai wujud solidaritas Islam yang nyata dan tindakan konkret untuk membela saudara-saudara seiman yang tertindas. Namun, pada kenyataannya, pemikiran nasionalisme yang sempit dan prinsip untuk tidak ikut campur dalam urusan internal negara lain menjadi penghalang signifikan bagi terwujudnya respons yang diharapkan. Sikap seperti ini mungkin bisa saja menjadi bentuk pengkhianatan terhadap amanah kepemimpinan dan persaudaraan sesama Muslim.

Idealnya, negeri-negeri Muslim harus mampu menjelma menjadi kekuatan adidaya global yang memimpin dunia dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Konsep Islam sebagai sistem negara yang berlandaskan syariat, akan mampu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam semesta dan secara aktif membela setiap Muslim yang menjadi korban penindasan di belahan dunia manapun. Sayangnya, karena sistem Islam yang komprehensif belum tegak sebagai kekuatan politik global, nasib umat Islam di berbagai penjuru dunia pun semakin terpuruk dan menderita. Oleh karena itu, umat harus terus didorong untuk secara aktif menolak segala bentuk upaya evakuasi warga Palestina yang justru menguntungkan kepentingan penjajah. Bersamaan dengan itu, umat juga harus secara lantang menyerukan kepada para penguasa di negeri-negeri Muslim untuk mengambil tindakan nyata, termasuk mengirimkan kekuatan militer yang solid demi membela saudara-saudara mereka di Palestina yang sedang berjuang mempertahankan tanah air mereka. Lebih jauh lagi, umat Islam perlu terus dididik, dibina, dan diriayah agar memiliki kesadaran politik Islam yang tinggi dan terus berjuang untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar sebagai fondasi perubahan menuju masyarakat yang lebih adil dan beradab.


Sesungguhnya solusi kemerdekaan warga Gaza, Palestina hanya dapat ditempuh melalui jihad yang terorganisir dan tegaknya syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) sebagai sistem kehidupan, Palestina akan benar-benar merdeka dan terbebas dari cengkeraman penjajah. Gerakan umat yang memiliki visi pembebasan ini membutuhkan kepemimpinan Islam yang ideologis, memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam dan strategi perjuangan yang benar, agar tetap berada di jalur yang lurus dan memberikan pengaruh yang besar dalam mendorong para penguasa di negeri-negeri Muslim untuk mengambil langkah-langkah konkret, termasuk mengirimkan tentara untuk mempertahankan tanah Palestina dari penjajahan yang terus berlangsung.(*)