
Oleh : Nanda Nabila Rahmadiyanti
Alumnus Universitas Indonesia
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 menjadi landasan bagi upaya pemerintah melakukan penghematan anggaran negara. Presiden Prabowo menargetkan efisiensi sebesar Rp306,6 triliun, yang menargetkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah. Pemangkasan anggaran berdampak langsung pada kemampuan kementerian dan lembaga dalam menjalankan program-program yang telah direncanakan, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan. Tak hanya itu, dampak meluas hingga pemotongan jumlah karyawan di berbagai perusahaan, terutama yang berstatus pekerja lepas.
Dilansir dari CNBC Indonesia (20/02/2025), terdapat dua perusahaan besar yang memutuskan untuk menghentikan produksinya, yakni PT Sanken Indonesia yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat dan PT Danbi International di Garut, Jawa Barat. Kabar terbaru dari Katadata (25/02/2025), perusahaan e-Fishery melakukan PHK terhadap 98 persen karyawannya. Imbas dari tutupnya tiga perusahaan ini saja, sekitar 4.000 buruh terancam tidak memiliki sumber pendapatan untuk kebutuhan hariannya, terlebih lagi untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Padahal mencari lapangan pekerjaan hari ini tidaklah mudah. Banyaknya persyaratan khusus dan batasan usia menjadi penghalang dalam mendapatkan pekerjaan.
Menanggapi hal terkait efisiensi anggaran yang berdampak pada PHK massal, Presiden Prabowo meneken aturan pada 7 Februari 2025, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Dalam Pasal 21 Ayat (1) PP tersebut menjelaskan pekerja yang terkena PHK yang terdaftar dalam Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dapat menerima manfaat uang tunai setiap bulan dengan besaran 60 persen dari upah untuk paling lama 6 bulan.
Sejatinya, Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak akan menyelesaikan persoalan, karena kehidupan berjalan tidak hanya selama 6 bulan saja. Belum tentu dalam rentang waktu 6 bulan para korban PHK akan mendapatkan pekerjaan baru.
Menurut aktivis muslimah nasional Iffah Ainur Rochmah, adanya fenomena PHK massal merupakan dampak penerapan sistem ekonomi kapitalistik. “Beginilah dunia yang terjadi, ketika [ada] dominasi sistem ekonomi kapitalistik. Sistem ekonomi kapitalisme mengedepankan pertumbuhan secara kuantitas, yakni korporasi didorong memproduksi sebanyak-banyaknya,” ujarnya dalam World View: “PHK Massal, Dampak Penerapan Ekonomi Kapitalisme”, Selasa (11/01/2025).
Dalam sistem sekuler-kapitalisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan serta berorientasi kepada keuntungan semata, kaum buruh merupakan komponen produksi yang bisa diminimalkan pengeluarannya demi mengurangi ongkos produksi. Sehingga ketika ada pemangkasan anggaran, demi mencapai keuntungan yang tetap besar, perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah pekerja. Sebab dalam sistem ini, perusahaan memiliki kebebasan penuh untuk mengelola tenaga kerja, menetapkan kebijakan perekrutan dan menentukan PHK kapan saja berdasarkan kebutuhan bisnis dan keuntungan.
Selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme, kesejahteraan buruh tidak akan terwujud. Sistem ini membuat hanya pemilik modal yang bisa menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi menihilkan peran negara dalam tanggung jawabnya menyediakan lapangan kerja serta menjamin kesejahteraan hidup pekerja.
Bagaimana Islam memandang fenomena ini?
Islam memandang kesejahteraan diukur dari segi terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat. Islam memiliki mekanisme untuk menyelesaikan persoalan buruh ini dengan beberapa hal. Pertama, islam mengatur kepemilikan harta, yakni individu, umum, dan negara. Negara diwajibkan mengelola harta milik umum seperti sumber daya alam minyak dan bahan tambang, untuk kemaslahatan rakyat semata.
Kedua, islam mendorong individu untuk bekerja, dengan pemberian modal dari negara agar rakyatnya dapat memulai usaha. Negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan fasilitas pelatihan agar mudah dalam mencari pekerjaan.
Ketiga, islam juga memiliki standar gaji buruh. Hal ini diatur berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan oleh buruh di pasar, bukan dari biaya hidup terendah. Sehingga dalam sistem islam tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh majikan.
Solusi tersebut hanya akan efektif jika negara mengganti sistem kapitalisme dengan menerapkan sistem islam secara menyeluruh. Hanya dengan sistem islam, PHK massal dapat dicegah dan diatasi dengan meniscayakan ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup serta jaminan kesejahteraan untuk rakyatnya. Wallahua’lam bi ash-shawwab.(*)
LEAVE A REPLY