Home Seni Budaya Komite III DPD RI Tuntut Upaya Maksimal Pemerintah Lestarikan Bahasa Daerah

Komite III DPD RI Tuntut Upaya Maksimal Pemerintah Lestarikan Bahasa Daerah

Aset bangsa yang harus diupertahankan

326
0
SHARE
Komite III DPD RI  Tuntut Upaya Maksimal Pemerintah  Lestarikan Bahasa Daerah

Keterangan Gambar : Wakil Ketua Komite III DPD RI Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, S.H., LL.M., MBA (foto dok)

Jakarta, parahyangan-post.com- Wakil Ketua Komite III DPD RI Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, S.H., LL.M., MBA. mendukung upaya pemerintah melakukan upaya revitalisasi bahasa daerah. Karena bahasa daerah adalah aset bangsa  warisan leluhur yang harus dipertahankan. 

Diketahui pada tahun 2024, pemerintah,  melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), baru  merevitalisasi  sebanyak 97 bahasa daerah dan merencakanan sebanyak 120 di tahun 2025.

Padahal berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Bahasa, terdapat total 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia, hanya sebanyak 24 bahasa daerah berstatus aman, sementara 5 bahasa daerah berstatus kritis. Dan sudah ada 71 bahasa daerah yang telah direvitalisasi selama 2021-2023.

“Perlu upaya maksimal dari pemerintah untuk melestarikan bahasa daerah sebagai aset bangsa dan warisan leluhur” ujar Dailami kepada pers, Rabu, 11/12.

Lebih lanjut, senator dari Jakarta ini, menjelaskan bahwa Komite III DPD RI telah berinisiatif menyusun RUU tentang Bahasa Daerah pada tahun 2015 silam. Pihak pemerintah pun telah mengeluarkan surat dari Presiden RI Nomor R-34/Pres/2023 tanggal 07 Juli 2023, perihal penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Bahasa Daerah. Tapi sampai sekarang belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai RUU Bahasa Daerah.

“Kami mendorong pemerintah dan DPR RI untuk mengagendakan kembali pembahasan RUU Bahasa Daerah yang sempat dihentikan pembahasannya karena ada transisi pemerintahan pada tahun 2024 ini,” ungkap Dailami, yang juga Ketua Yayasan Perguruan Tinggi As Syafiiyah (YAPTA)  ini.

Menurut Dailami, upaya pelestarian bahasa daerah yang dilakukan melalui penyaluran bantuan dana hingga Rp 150 juta bagi 437 komunitas sastra dan literasi di Indonesia serta 121 sastrawan yang sudah berkarya selama 40-50 tahun dianggap jauh dari mencukupi dalam upaya pengembangan dan pelestarian bahasa daerah melalui komunitas literasi dan sastra.

“Pemerintah harus lebih serius dalam upaya mengembangkan dan melestarikan bahasa daerah, dengan memberikan insentif dan anggaran yang lebih besar, disertai dengan dukungan kebijakan perundang-undangan,” tegas Dailami.

Dailami juga menyoroti keberadaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) masih ada di bawah Kemendikdasmen. Sudah semestinya Badan Bahasa ada di bawah Kementerian Kebudayaan agar lebih fokus dalam upaya pengembangan dan pelestarian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan di Indonesia.

Sebagai salah satu kekayaan budaya, Bahasa Daerah memiliki arti strategis untuk mengekspresikan pandangan hidup, mengungkapkan nilai-nilai sosial budaya, dan membentuk cara berfikir sebagian besar masyarakatnya. Bahasa Daerah juga menjadi sarana pengembangan jati diri dan identitas suatu daerah dan sarana pengintegrasian masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Bahasa Daerah berfungsi sebagai penyimpan pengetahuan dan kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat sehingga harus dijaga keberadaannya secara berkesinambungan agar tetap berfungsi dan lestari.***(aboe/pp/rls-erv)