Home Opini Bisnis Kesehatan di Balik Syarat Wajib PCR bagi Penerbangan

Bisnis Kesehatan di Balik Syarat Wajib PCR bagi Penerbangan

690
0
SHARE
Bisnis Kesehatan di Balik Syarat Wajib PCR bagi Penerbangan

Oleh: Nora Trisna Tumewa,
Mahasiswi Universitas Gunadarma


Dengan adanya penurunan kasus Covid-19 di berbagai daerah Indonesia, kini dunia maskapai penerbangan mulai diizinkan mengangkut penumpang dengan kapasitas 100 persen setelah sebelumnya hanya dibatasi hanya 50 persen kapasitas penumpang. Hal tersebut mengacu pada sinyal dari pemerintah yang akan mengizinkan penerbangan kapasitas penuh dengan pertimbangan pemberlakuan syarat wajib bagi penumpang untuk menyertakan hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Intruksi tersebut dibenarkan oleh juru bicara kementerian perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati. 

Adita mengatakan, aturan baru ini akan dituangkan secara lebih terperinci dalam surat edaran (SE) dari pemerintah. Dalam instruksi menteri dalam negeri (Inmendagri) nomor 53 tahun 2021, pemerintah mewajibkan penumpang perjalanan udara membawa hasil tes PCR (H-2) negatif sebagai syarat penerbangan pada masa PPKM. Ketentuan ini berlaku baik bagi penumpang dengan vaksin dosis pertama maupun dosis kedua. 

Setelah sebelumnya pemerintah hanya mewajibkan penumpang penerbangan menunjukkan hasil negatif antigen (H-1) sebagai syarat untuk melakukan perjalanan menggunakan moda penerbangan. Alasan pemerintah merubah aturan sebagai persyaratan dalam melakukan penerbangan terkait dengan prinsip kehati-hatian mengingat adanya peningkatan jumlah kapasitas penumpang pada maskapai penerbangan. Sehingga dianggap mampu untuk menekan penularan Covid- 19 ketika mobilitas perjalanan masyarakat meningkat. 

Kendati demikian, kebijakan tersebut mendapat sorotan dari Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Aceh Taqwaddin Husin. Ia mengkritik kebijakan wajib tes PCR kepada calon penumpang pesawat udara. Aturan ini dinilai memberatkan masyarakat. Ia juga mengatakan kewajiban tes PCR 2x24 jam sebelum berangkat dinilai semakin memberatkan konsumen selaku pengguna jasa pesawat udara. Tentu saja, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh calon penumpang mencapai ratusan ribu rupiah. 

Jika alasan pemerintah merubah aturan persyaratan perjalanan udara dengan menggunakan hasil tes PCR terkait dengan kehat-hatian dan bentuk pencegahan penularan virus Covid-19, mengapa peningkatan kewaspadaan ini dilakukan setelah kasus penyebaran Covid-19 dinyatakan telah mengalami penurunan? Mengapa pengetatan tidak dilakukan pada fase sebelumnya? Padahal, jika dilakukan pencegahan sejak dini serta dilakukan pembatasan tanpa tebang pilih maka kasus penyebaran wabah dapat dikendalikan dan tidak perlu membuat berbagai kebijakan dan aturan yang terkesan bertele-tele hingga menyulitkan dan membingungkan masyarakat. 

Dengan diwajibkannya tes PCR sebagai persyaratan untuk melakukan perjalanan udara, banyak masyarakat menilai persyaratan tersebut hanyalah akal-akalan pemerintah dan pelaku bisnis industri kesehatan saja. Hal ini dikarenakan biaya untuk melakukan sekali tes PCR sangatlah mahal, bisa senilai dengan biaya tiket penerbangan. 

Inilah potret jelas sebuah bangsa berwatak kapitalis yang hanya mengedepankan materi di atas segalanya, melakukan perhitungan secara ekonomi, menimbang untung rugi dalam meriayah rakyatnya sekalipun.  Bahkan dengan dibuatnya aturan persyaratan tersebut baik pemerintah, rumah sakit maupun pengusaha industri kesehatan serta maskapai penerbangan akan mendapat keuntungan. 

Seharusnya negara menjadi pelindung bagi rakyatnya, namun negara hanya berfungsi sebagai regulator semata bagi pelaku bisnis dan pemilik modal. Negara tidak lagi memberikan jaminan apapun kepada rakyatnya bahkan sebatas menjaga kesehatan rakyatnya pun tidak. Hal ini menjadi bertolak belakang dengan sistem pemerintahan dalam Islam. 

Sebuah negara haruslah menjadi pelindung utama serta hadir terdepan tanpa menyulitkan rakyatnya, karena sudah menjadi hak rakyat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan juga rasa aman dan nyaman dari negaranya. Sebuah negara dengan menerapkan sistem Islam akan memberikan jaminan pelayanan kepada rakyatnya tanpa terkecuali, tanpa mengukur untung dan rugi. Karena Islam bukanlah sekadar agama yang berfokus pada peribadatan ritual saja, melainkan  sebuah sistem yang di dalamnya adalah seperangkat aturan kehidupan yang berasal dari Allah guna mengatur segala urusan manusia termasuk urusan bernegara sekalipun.[]