Home Opini ANAK MUDA GARDA TERDEPAN TANGGAP BENCANA

ANAK MUDA GARDA TERDEPAN TANGGAP BENCANA

220
0
SHARE
ANAK MUDA GARDA TERDEPAN TANGGAP BENCANA

Oleh : Fathur Rohman
Pengurus Pusat Karang Taruna “Bidang Tangap Bencana”

Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang berkumpul dan saling menghargai, menghormati,  dan  bergaul.  Saat  ini,  generasi  muda  mengalami  masa  pertumbuhan dan  perkembangan  psikis  untuk  menentukan  masa depannya nanti  atau  masa  mencari jati  diri, identitas, bagi  dirinya  yang masih lemah.  Karena itu,  menurut  Bung  Karno  (dalam Samani  dan  Hariyanto,  2011:1)  bangsa  Indonesia  harus  dibangun  dengan  mendahulukan pembangunan  karakter  yang peka terhadap perubahan zaman dan perubahan kondisi sosial karena  pembangunan  karakterlah yang  akan  membuat  Indonesia menjadi  negara  yang  besar, bermartabat bebas dari kekerasan dan kerusakan, termasuk kerusakan lingkungan. 

Kondisi  kehidupan  generasi  muda  saat  ini memang cukup memprihatinkan. Salah satunya dilihat dari kepedulian terhadap lingkungan. Bencana  alam  tidak  pernah  mendiskriminasi  korbannya.  Namun  mitigasi  bencana  yang  dilakukan  sebelum  dan  sesudah  terjadinya  bencana  akan  mempengaruhi  jumlah  korban  yang berjatuhan.   Sebagai generasi muda, kita seringkali diangap sebagai masa depan bangsa. Namun, dalam konteks penanggulangan bencana, kita bukan hanya masa depan, melainkan kekuatan yang siap sedia saat dibutuhkan. Anak muda menjadi garda terdepan Tanggap Bencana, dan ini adalah panggilan yang harus di jawab bersama-sama.

Suyadi  (2013:  9) mengatakan  bahwa “peduli  sosial  adalah  sikap  dan  perbuatan  yang mencerminkan  kepedulian  terhadap orang  lain  maupun  masyarakat  yang  membutuhkan”. Oleh karenaitu Karang   Taruna   merupakan   salah   satu   organisasi   yang   di   dalamnya berisikan  para  pemuda. Salah  satu  tugasnya  adalah  pencegahan  permasalahan sosial  dan  korban  bencana.  Dalam  Peraturan  Mentri  Sosial  No.  25  Tahun  2019   dinyatakan    bahwa    karang    taruna    harus    menjadi    garda    terdepan    dalam penanggulangan  bencana  terutama  dalam  paska  terjadinya  bencana  alam.  Peran yang  dilakukan  karang  taruna  bagian dari pilar  mengembalikan nilai gotong royong.

Generasi muda, dengan energi yang melimpah serta kemampuan adaptasi teknologi  tinggi, memiliki potensi  dalam situasi darurat.  Memiliki kemampuan lebih cepat belajar, melek teknologi, dan mudah bergerak di situasi darurat. Dalam fase tanggap darurat, kecepatan adalah segalanya. Kecepatan gerak anak muda bisa menjadi motor penggerak.

Pertama penyebaran informasi cepat menggunakan media sosial dan platform digital untuk menyebarkan peringatan dini, informasi jalur evakuasi, dan kebutuhan mendesak secara real-time. Kedua logistik lapangan fisik yang prima memungkinkan untuk membantu evakuasi, mendistribusikan bantuan, dan mendirikan posko darurat dengan lebih efektif. Ketiga inovasi solutif keterampilan digital bisa digunakan untuk membuat aplikasi pelaporan kerusakan, peta interaktif zona aman, atau sistem donasi digital yang transparan.

Dari Relawan Menjadi Aktor Utama

Peran anak muda seringkali hanya ditempatkan sebagai relawan pembantu. Padahal, seharusnya didorong untuk menjadi aktor utama dan pengambil keputusan sekaliguas terlibat dalam keseluruhan siklus manajemen bencana dengan melakukan mitigasi, kesiapsiagaan, serta pemulihan. Pertama adalah mitigiasi perlu dilibatkan dalam perencanaan tata ruang kota yang aman bencana dan kampanye kesadaran lingkungan karena itu, pendidikan siaga bencana harus dimasukkan secara kreatif ke dalam kurikulum sekolah dan kampus. Kedua adalah kesiapsiagaan dengan melakukan pelatihan pertolongan pertama, Search and Rescue (SAR) dasar, dan manajemen posko harus diakses secara masif oleh organisasi kepemudaan serta komunitas-komunitas sosial yang lain. Ketiga pemulihan, proses pemulihan sosial dan ekonomi pascabencana adalah momentum terbaik untuk ide-ide segar. Anak muda bisa memimpin program trauma healing melalui seni dan olahraga, serta membangun kembali infrastruktur dengan konsep yang lebih ramah lingkungan.

Penggunaan seni dan olahraga diakui secara luas oleh pakar psikologi sebagai metode efektif dalam trauma healing, terutama bagi anak-anak dan sesama remaja. Metode ini nonverbal, menghilangkan stigma, dan memfasilitasi ekspresi emosi yang terperangkap. Anak muda memiliki koneksi sosial yang kuat, memungkinkan mereka memberikan dukungan sebaya (peer-to-peer support). Pendekatan ini seringkali lebih berhasil daripada intervensi orang dewasa karena adanya rasa empati dan pemahaman pengalaman yang sama.

Sadar atau tidak anak muda memiliki inovasi dan kesadaran tinggi terhadap isu-isu lingkungan. Keterlibatan mereka memastikan proses rekonstruksi tidak hanya mengembalikan kondisi semula, tetapi juga menerapkan konsep Build Back Better (membangun kembali menjadi lebih baik) yang lebih tangguh terhadap bencana dan ramah lingkungan.

Selain itu terdapat sejumlah kebijakan dan program pemerintah yang secara eksplisit atau implisit mendukung peran Anak Muda sebagai Garda Terdepan Tanggap Bencana. Kebijakan ini dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Pertama adalah Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) BNPB, melalui RENAS PB (saat ini periode 2020-2024), menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan partisipasi publik, termasuk anak dan kaum muda, dalam PB. Kebijakan ini menjadi payung bagi program-program teknis di tingkat daerah.

Kedua ialah Penguatan Sistem Relawan PB Pemerintah daerah melalui BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) didorong untuk mengelola dan mendaftarkan relawan secara resmi, termasuk relawan muda dari berbagai organisasi (Pramuka, mahasiswa dan komunitas). Regulasi ini memberikan payung hukum dan pengakuan resmi atas status relawan saat bertugas.

Selain itu ada juga sinergi antar kementerian yakni Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui program seperti "Collab Rangers" dan pelatihan tematik yang secara spesifik menargetkan organisasi kepemudaan (OKP) untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dan kementerian pendidikan ialah untuk implementasi program di lingkungan sekolah atau kampus.

Kita harus mengakui bahwa anak muda telah melampaui perannya sebagai sekadar “masa depan” anak mudah adalah kekuatan kritis dan aktif saat ini dalam menghadapi risiko bencana. Karena itu untuk mencapai ketangguhan bencana nasional, potensi anak muda harus diakui, diinvestasikan, dan didukung secara sistematis melalui kebijakan yang mengubah mereka dari sekadar relawan menjadi mitra strategis yang profesional dan berwenang di setiap tahapan manajemen bencana. Anak muda bukan hanya siap merespons, tetapi juga siap merencanakan dan membangun masa depan Indonesia yang lebih aman kedepannya.(*)