Home Ekbis Inilah Pendapat Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi Terkait Kualitas Pertamax yang dikomplain konsumen

Inilah Pendapat Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi Terkait Kualitas Pertamax yang dikomplain konsumen

153
0
SHARE
Inilah Pendapat Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi Terkait Kualitas Pertamax yang dikomplain konsumen

JAKARTA - Parahyangan Post - Kasus kualitas produk BBM yang telah berulang kali terjadi pada SPBU-SPBU harus menjadi perhatian serius dari Pertamina. Komplain para konsumen tidak hanya terjadi pada produk BBM jenis pertamax saja, tetapi juga pertalite dan dulu premium serta solar. Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan kepada SPBU secara berkala oleh PT. Pertamina Patra Niaga sebagai sub holding Pertamina (Patra Niaga). Apalagi, investasi teknologi digitalisasi telah dilakukan oleh Patra Niaga kepada 5.518 SPBU bernilai Rp 3,6 triliun yang bekerjasama dengan PT Telkom berfungsi secara benar dan optimal. Bahkan, dengan penerapan digitalisasi SPBU tersebut terjadinya kelangkaan Pertalite dan Biosolar atau ketidaktepatan sasaran penerima subsidi BBM di seluruh SPBU di Indonesia semestinya tidak terjadi lagi.

Jika memang kerusakan kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) konsumen secara obyektif kasusnya bersumber dari BBM jenis pertamax, maka konsumen dapat menuntut pihak SPBU dimaksud dan General Manager Regional Patra Niaga wilayah setempat. Sebab, atas kelalaian pengawasan pihak Patra Niaga dalam menjaga kualitas produk BBM jenis pertamax telah mengakibatkan kerugian pada konsumen. Tidak hanya itu, berbagai kasus solar subsidi yang tidak tepat sasaran kepada kelompok penerimanya dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sering menguap begitu saja. Sebagaimana kasus mutakhir terjadi pada Ipda Rudy Soik yang mengungkap mafia solar di Kupang dengan membeli solar bersubsidi di SPBU berharga Rp 6.800 per liter kemudian menjualnya dengan harga tinggi.

Untuk itulah, investigasi independen atas kasus kualitas pertamax ini harus dilakukan agar dapat ditemukan sumber penyebab utamanya. Artinya, kerusakan kendaraan bermotor milik konsumen harus dipastikan bukan berasal dari jaringan mesin dan tabung penampung BBM. Dan, Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 mengatur tentang Perlindungan Konsumen menjamin hak-hak dasar konsumen. Selain itu, jika hasil investigasi independen atas kasus pertamax kualitas rendah (oplosan) menemukan bukti keterlibatan orang dalam Pertamina atau Patra Niaga, maka harus diberikan sangsiu (punishment) yang memadai. Jangan sampai terjadi malah konsumen pelapor atas kasus kualitas pertamax yang kemudian menjadi korban hukum. 

Selanjutnya, juga harus ada penghargaan (rewards) dan hukuman (punishment) yang setimpal terkait masalah kelalaian ini terhadap pejabat berwenang atau jajaran direksi, khususnya Direktur Utama (Dirut) Patra Niaga sebagai bentuk pertanggunjawaban! Jangan sampai kejadian dan permasalahan yang berulang kali terkait kerugian konsumen dan negara tersebut para pejabat berwenang justru aman berkarir di Pertamina. Apalagi, berbagai kasus dan atau insiden seperti buruknya kualitas BBM, pencurian BBM, kebakaran kilang, depo BBM dan penyimpangan solar bersubsidi justru pejabatnya beroleh promosi jabatan bukan demosi. Tindakan seperti ini justru mengandung kerusakan moral (moral hazard) bagi keberadaan (eksistensi) BUMN, khususnya Pertamina.

Tentu hal ini akan kontraproduktif dalam membangun kinerja perusahaan negara secara positif dan bisa berdampak bekerja sesuka hati (working at will) disebabkan ketiadaan ganjaran yang berimbang! Tidak bisa kasus kualitas BBM jenis pertamax dan berbagai kasus lainnya hanya diselesaikan melalui justifikasi penelitian di Perguruan Tinggi dan atau menyampaikan opini pembelaan di media. Berkomunikasi kepada  publik melalui media oleh jajaran sekretaris perusahaan memang penting agar tidak meluas menjadi pembentukan opini sepihak oleh pihak tertentu. Meskipun demikian, menyelesaikan akar masalahnya jauh lebih penting terkait perilaku personalia yang memiliki peran dan fungsi manajerial di Pertamina. Semoga Direktur Utama Pertamina yang baru, Simon Aloysius Mantiri memperhatikan hal ini dengan seksama.

(rd/pp)