Home Opini Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sejalan dengan Arus Moderasi dan Sekularisasi

Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sejalan dengan Arus Moderasi dan Sekularisasi

943
0
SHARE
Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sejalan dengan Arus Moderasi dan Sekularisasi

Oleh: Sari Putri Kesuma A,
Aktivis Muslimah

BEBERAPA - Waktu lalu masyarakat dihebohkan dengan pertanyaan kontroversial Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat 51 pegawai KPK diberhentikan karena tidak lolos dalam tes tersebut. Tes Wawasan Kebangsaan merupakan asesmen tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebanyak 1351 pegawai mengikuti rangkaian tes tersebut dan hasilnya sebanyak 75 orang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya sebanyak 24 pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan akan dibina. Hal tersebut dianggap kontroversial karena pengakuan para pegawai tentang pertanyaan nyeleneh yang dilakukan saat melakukan tes tersebut. Banyak pertanyaan-pertanyaan nyeleneh dan tidak relevan dengan tujuan dari tes tersebut.

Pertanyaan yang diajukan di antaranya seperti yang dilansir DetikNews (02/06/2021) melalui Twitter, eks juru bicara KPK Febri Diansyah menyoroti salah satu contoh soal Tes Wawasan Kebangsaan KPK. Pegawai KPK diharuskan memilih Al-Qur'an atau Pancasila. "Pilih yang mana, Al-Qur'an atau Pancasila mengingatkan saya pada pertanyaan tes wawasan kebangsaan KPK," tulis Febri melalui akun Twitter-nya, @febridiansyah, Selasa (1/6/2021).

“Pegawai jawab, dalam konteks beragama saya memilih Al-Qur'an. Dalam konteks bernegara, saya memilih Pancasila. Pewawancara mendesak beberapa kali, harus pilih salah satu, dan seterusnya," kata Febri.

"Sampai hari ini, tidak ada penjelasan yang clear dari penyelenggara tes tentang pertanyaan-pertanyaan kontroversial tersebut. Wawasan kebangsaan apa yang dikehendaki? Sungguh menyedihkan," ujarnya.

Kemudian pertanyaan tentang jilbab. Seorang pegawai perempuan KPK yang menjadi sumber informasi detikcom menyampaikan salah satu contoh soal Tes Wawasan Kebangsaan KPK yang diujikan. Ia ditanya perihal jilbab, bila enggan melepas jilbab, pegawai perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri.

"Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," ucap pegawai KPK itu, Jumat (7/5).

Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran atas ragam pertanyaan itu.

"Ditanya kenapa belum punya anak," ucap pegawai KPK perempuan itu.

"Ditanya kenapa cerai," imbuh pegawai lainnya.

Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita lihat bahwa Tes Wawasan Kebangsaan ini sejalan dengan arus moderasi dan sekularisasi. Hal-hal atau nilai-nilai yang berkaitan dengan agama seakan digambarkan terpisah dengan nilai-nilai kehidupan umum dan aturan dalam beragama tidak dapat diterapkan bersamaan dengan peraturan dalam bernegara serta menempatkan isu ‘kebangsaan’ lebih tinggi dibanding prinsip agama.

Jika tujuan asesmen ini untuk menentukan seberapa luas wawasan pegawai tentang kebangsaan maka hal itu sangatlah tidak relevan. Karena Indonesia sendiri menerapkan dasar negara yang nilai pertamanya berisi mengesakan Tuhan yang berkaitan dengan keimanan akan adanya Tuhan yang seharusnya tidak membenturkan penerapan hukum dalam beragama dan hukum dalam bernegara.

Kemudian pertanyaan kontroversial yang mengangkat isu-isu popular seputar toleransi termasuk terhadap LGBT yang sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan kontroversial itu tidak relevan dengan tupoksi kerja ASN KPK, namun dipaksakan untuk hadir dan menjadi hal yang dianggap penting hingga dapat memberhentikan pegawai KPK tanpa memandang seberapa besar jasa pegawai tersebut dalam memberantas korupsi.

Belakangan terakhir negara sangat gencar menghembuskan tentang moderasi dalam beragama, membentur-benturkan hukum bernegara dengan hukum dalam beragama seakan-akan ketika bernegara tidak bisa berbarengan dengan menjaga identitas agama terutama sebagai seorang Muslim.

Padahal hukum Islam sendiri tidak sebatas hukum ibadah-ibadah ritual saja, melainkan ideologi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Hukum Islam tidak dapat dilepaskan dari menjalankan kehidupan. Seorang Muslim yang memiliki pekerjaan dan memiliki status sebagai pegawai harus tetap memperhatikan syariat Islam. Karena menjadi seorang Muslim bukan hanya di waktu-waktu tertentu saja, bukan juga ketika menjadi seorang pegawai atau penduduk di negara tertentu kemudian melupakan hukum-hukum Islam dan melupakan identitasnya sebagai seorang Muslim. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Ketika sudah komitmen menjadi seorang Muslim maka harus menerapkan seluruh syariat-Nya. Wallahu’alam. (*)