Home Husada Stunting Pada Anak Bisa Sebabkan Terganggunya Perkembangan Otak

Stunting Pada Anak Bisa Sebabkan Terganggunya Perkembangan Otak

1,579
0
SHARE
Stunting Pada Anak Bisa Sebabkan Terganggunya Perkembangan Otak

JAKARTA - Parahyangan Post - Pravelensi stunting di Indonesia saat ini sudah mencapai 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.

Sam’ani Kurniawan selaku Perwakilan Anggota DPR RI Komisi IX mengatakan bahwa stunting adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan memiliki dampak terhadap pertumbuhan fisik mereka.

“Sebagian orang, mungkin belum familiar dengan istilah ini, tetapi kasus stunting sering terjadi di Indonesia,” kata Sam’ani pada acara Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Pencegahan Stunting dari Hulu dalam Rangka Penguatan Peran Serta Mitra Kerja dan Stakeholder dalam Implementasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Keluarga yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) di Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (03/02/2024).

Stunting adalah masalah kesehatan anak akibat gizi buruk, terutama jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Faktor penyebabnya dapat berasal dari malnutrisi pada ibu hamil atau selama masa pertumbuhan anak. Menurut WHO, suatu negara dikatakan memiliki masalah stunting bila kasusnya mencapai angka di atas 20%. 

“Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2021, kasus balita stunting di Indonesia sebanyak 24,4% sehingga termasuk dalam masalah yang perlu ditangani,” sebut Sam’ani.

Ia menghimbau agar para orang tua harus terus mengamati dan mengawasi perkembangan anak. Apabila anak sedang susah makan, wajib bagi orang tua untuk mencari  tahu bagaimana cara mengatasi susah makan pada anak yang terkadang menjadi masalah umum pada anak-anak, khususnya balita.

Tokoh Masyarakat Kecamatan Pace Bagus Wahyudi memaparkan, keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.

“Mari kita penuhi asupan gizi anak-anak kita, percepatan penurunan stunting dapat cepat terlaksana apabila kita saling bekerja sama,” papar Bagus.
Menurut Bagus, Anak yang memiliki perawakan pendek tidak selalu menjadi gejala stunting. 


“Balita dapat dikatakan stunting apabila tinggi badannya berada di bawah kisaran normal dari standar tinggi badan anak berdasarkan usia pada dua kali pemeriksaan berturut-turut,” ujar Tokoh Masyarakat.

Sementara itu, Nyigit Wudi Amini, M.Sos., M.Sc selaku Sekban BKKBN Provinsi Jawa Timur menerangkan bahwa  dalam jangka pendek kondisi stunting pada anak dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme, dan pertumbuhan fisik pada anak.

“Sementara pada jangka panjang anak yang termasuk dalam kategori stunting akan berdampak pada sulitnya anak dalam menangkap pelajaran, kemampuan perkembangan kognitif menurun, menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah, dan melemahnya daya tahan tubuh anak sehingga mudah terkena penyakit,” sebut Nyigit.

Nyigit menjelaskan, pengobatan stunting dapat disesuaikan dengan mengetahui penyebabnya, misalnya dengan memperbaiki nutrisi, pemberian suplemen, atau menerapkan gaya hidup sehat.

“Asupan seperti suplemen, vitamin A, zat besi, zink, dan yodium penting diberikan kepada anak untuk mencegah stunting,” jelas Sekban BKKBN Provinsi Jawa Timur.

Ia menegaskan, para orang tua dan masyarakat tidak dapat menggeneralisasi setiap anak yang berperawakan pendek selalu mengalami stunting. Postur tubuh dapat dipengaruhi oleh gen dan juga hormon. 

“Anak dengan kondisi ini sebagian besar bertubuh pendek, namun tidak semua anak berperawakan pendek disebabkan oleh stunting,” tegasnya mengakhiri pemaparan.

(wid/rd/pp)