
Oleh : M.Kabul Budiono *)
SEIRING - Mulai dibicarakannya revisi Undang Undang Pemnyiara, baik di DPR RI maupun di kalangan masyarakat, seiring gempuran konten viral yang mengaburkan batas antara pendidikan dan hiburan, informasi dan hoax, kita perlu kembali bertanya: apa sebenarnya peran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yaitu RRI dan TVRI?
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menegaskan: LPP punya mandat kuat untuk melaksanakan siaran publik yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, salah satunya mendidik masyarakat. Secara universal sebagaimana ditegaskan sejak awal oleh pendiri BBC – yang merupakan pioner Public Service Broadcasting – tugas LPP adalah to inform, to educate, to entertain.
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kemunculan media baru, tantangan pendidikan, khususnya pendidikan karakter di Indonesia kian kompleks. Sementara di saat institusi formal seperti sekolah dan keluarga menghadapi keterbatasan dalam menjangkau generasi muda secara menyeluruh yang diharapkan mempunyai karakter yang baik , cv Lembaga Penyiaran Publik (LPP) seperti RRI dan TVRI—memiliki posisi strategis yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Peran strategis LPP di Indonesia ini, karena secara filosofis dan historis dibentuk bukan semata sebagai penyedia hiburan, tetapi sebagai pilar pencerdasan bangsa. Sebagaimana BBC di Inggris yang menjunjung nilai edukasi publik sejak awal kelahirannya, LPP Indonesia pun memiliki mandat serupa. BBC berhasil menunjukkan bahwa media publik dapat menjadi sumber utama literasi masyarakat, bahkan di tengah gempuran platform digital. Program berbasis digital melalui BBC Bitesize untuk SD, SLTP, dan SLTA. BBC juga mempunyai program yang dapat diakses melalui aplikasi digital oleh anak anak prasekolah yaitu CBeebies yang ditujukan untuk anak-anak usia prasekolah (biasanya usia 0–6 tahun). Kanal ini menyediakan konten edukatif, menghibur, dan aman, dengan pendekatan yang ramah anak serta mendukung perkembangan kognitif, sosial, dan emosional. LPP Indonesia perlu menegaskan kembali peran ini dengan dukungan penguatan regulasi.
Setidaknya ada tiga dasar pertimbangan penguatan LPP untuk misi pendidikan yaitu kesenjangan pendidikan di daerah 3T, krisis moral dan pendidikan karakter serta meluasnya dampak digitalisasi,
Berdasarkan berbagai studi, daerah 3T di Indonesia masih menghadapi tantangan serius berupa keterbatasan infrastruktur sekolah dan akses internet (Kominfo & Kemendikbud, 2022), minimnya jumlah guru tetap dan terlatih, serta rendahnya literasi digital dan keterbatasan bahan ajar.
Dalam kondisi tersebut, siaran edukatif berbasis radio dan televisi publik menjadi media paling masuk akal digunakan dan murah diakses.
Beberapa survei menunjukkan gejala menurunnya nilai-nilai karakter di kalangan remaja dan mahasiswa. Survei Komnas Perlindungan Anak (2021) mengungkap 73% pelajar terpapar konten kekerasan/verbal di media sosial. Pun Laporan Balitbang Kemendikbud (2020) menunjukkan bahwa lebih dari 60% siswa tidak bisa menyebutkan contoh nyata perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari.
Fakta tersebut berkelindan dengan kenyataan bahwa generasi muda lebih banyak menghabiskan waktu di ruang digital daripada bersama guru atau orang tua. Riset oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023 menyatakan bahwa rerata remaja Indonesia mengakses internet selama lebih dari 7 jam per hari, dengan dominasi konten hiburan dan media sosial.
Peran Strategis LPP dalam Pendidikan Karakter.
LPP memiliki kekuatan multiplatform yang masih bisa dioptimalkan untuk pendidikan karakter berkat akses luas karena RRI dan TVRI memiliki jangkauan hingga ke pelosok negeri. RRI dan TVRI juga memiliki konten terverifikasi yang berbeda dari media sosial, tersebab konten LPP tunduk pada etika jurnalistik dan pengawasn yang ketat.
LPP dapat menyelenggarakan rencana program yang terIntegrasi dengan kurikulum. Program seperti "Belajar dari Rumah" selama pandemi COVID jika ditingkatkan secara kualitas membuktikan bahwa TVRI dapat menjadi pelengkap kurikulum nasional.
Sesuai visi dan misinya RRI dan TVRI dapat menguatan nilai kebangsaan dan moralitas. Sebagai LPP, RRI dan TVRI dapat secara konsisten menayangkan program-program yang memperkuat etika, relijiusitas, empati, toleransi, kebangsaan, dan gotong royong. Di tengah tantangan gadget dan distraksi sosial media, LPP harus tampil sebagai “sekolah kedua” bagi anak-anak dan masyarakat. Tidak cukup hanya dengan siaran konvensional. Mereka harus hadir di YouTube, podcast, TikTok edukatif, hingga kanal e-learning.
RRI, misalnya, dapat menjadi pelopor podcast literasi. TVRI bisa merintis serial sejarah dan budaya anak muda yang memesona — dan inspiratif.
Proses revisi Undang Undang Penyiaran menjadi momentum strategis agar ada aturan yang eksplisit menegaskan misi pendidikan khususnya pendidikan karakter sebagai fungsi utama LPP. Melalui revisi Undang Undang Penyiaran perlu ada pasal pasal yang memuat penguatan mandat LPP untuk program pendidikan. Perlu penambahan pasal atau ayat yang secara eksplisit menyebutkan kewajiban LPP menyelenggarakan siaran pendidikan untuk masyarakat daerah 3T, termasuk dalam bentuk siaran radio komunitas LPP atau kemitraan dengan komunitas lokal.
Sejalan dengan itu harus ada jaminan anggaran dan sumber daya yang secara eksplisit memuat pasal terkait pembiayaan, agar LPP memperoleh dana afirmatif untuk pengembangan konten edukatif di daerah-daerah tertinggal, termasuk dukungan terhadap produksi konten lokal berbasis budaya masyarakat setempat. Undang Undang Penyiaran juga perlu menegaskan kemitraan strategis dengan institusi negara yang menangani pendidikan, serta lembaga pendidikan formal serta lembaga swadaya masyarakat yang memberikan perhatian terhadap pengembangan dunia pendidikan khususnya pendidikan karakter.
Seiring dengan adanya program Sekolah Rakyat, perlu ditegaskan pentingnya kolaborasi LPP dengan sekolah rakyat. Tidak kalah pentingnya juga keharusan bagi LPP untuk menyelenggarakan kanal digital untuk pendidikan baik formal maupun non formal.
Seruan Bertindak (Call for Action)
Jika kita menginginkan generasi yang berintegritas di tengah gelombang distraksi digital, maka LPP tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Ia harus didukung secara politik, regulatif, dan anggaran. LPP adalah satu dari sedikit kanal yang masih dipercaya publik dan dapat menjangkau semua kalangan tanpa diskriminasi algoritma. TVRI termasuk dalam tiga besar media yang paling dipercaya oleh publik di Indonesia dalam survei yang dirilis Juni 2022 oleh Reuters Institute.
Sudah saatnya bangsa ini mengoptimalkan LPP sebagai salah satu lokomotif pendidikan karakter bangsa. Lembaga Penyiaran Publik bukan pelengkap di tengah industri media namun salah satu pilar informasi, edukasi memberdayakan, , penguat karakter bangsa, dan jembatan harapan bagi anak-anak Indonesia yang belum tersentuh pendidikan layak. Bila negara hadir untuk semua, maka LPP merupakan garda depan pelayanan publik pendidikan yang mencerahkan, merata, dan bermartabat.
Revisi Undang Undang Penyiaran adalah momentum agar misi pendidikan oleh LPP tidak semakin redup atau bahkan padam.(*)
*) Pemerhati LPP RRI dan TVRI, Dosen Universitas Indraprasta PGRI dan sedang menyelesaikan S3 Manajemen Pendidikan Universitas Pakuan Bogor.
LEAVE A REPLY