
Jakarta, parahayangan-post.com- Keberadaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, mendapat sorotan peserta pembekalan ilmiah bagi pemuka agama dan komunitas keagamaan bertema "Hutan, Manusia, dan Bumi".
Banyak peserta yang menanyakan kebenaran foto dan video yang beredar di Medsos dengan kenyataan yang sesungguhnya. Apalagi ada perbedaan antara gambar (video) yang dikeluarkan oleh Menteri BUMN dan yang dikeluarkan oleh pegiat lingkungan.
Menanggapi hal tersebut Peneliti Ahli Utama Bidang Penginderaan Jauh, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Rahmat Arief, yang menjadi salah seorang naras umber dalam kegiatan tersebut, mengatakan, citra satelit yang dipunyai BRIN dapat merekam perkembangan pembukaan lahan di Raja Ampat, termasuk Pulau Gag.
“Kita punya rekamannya dari tahun ke tahun. Jadi data perkembangan pembukaan lahan untuk tambang itu tidak bisa dimanipulasi dari citra satelit kita,” ungkap Arif pada hari kedua pembekalan.
Arief tidak membenarkan atau menyalahkan video-video yang beredar di medsos, tetapi mengungkapkan fakta bahwa memang ada aktivitas tambang di sana, yang luasnya dari tahun ke tahun (sejak 2019) terus bertambah.
Para peserta pun dapat melihat dengan jelas gambar (citra satelit) yang dikeluarkan oleh BRIN dan perkembangan perluasannya.
Sementara Direktur CIFOR Indonesia, yang juga Guru Besar IPB University, Prof. Dr. Herry Purnomo, mengatakan semua agama memiliki kepedulian terhadap penyelamatan lingkungan. Namun tidak bisa diklaim agama mana yang paling tinggi, kerena penilaiannya akan bersifat interpretative.
“Yang jelas semua agama, apakah agama Samawi maupun Hindu-Budha, dan agama tradisional lain mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap penyelamatan lingkungan. Maka gagasan IRI Indonesia memberikan pembekalan ilmiah kepada pemuka agama merupakan cara yang sangat tepat,” tegasnya.
Di sisi lain, Herry kurang setuju jikalau organisasi-organisasi keagamaan diberi lisensi untuk mengolah lahan tambang kerena bukan ahlinya.
“Yang pas mungkin organisasi keagamaan yang diberi lisensi itu, membuat Perusahaan (PT) dan menggaji professional untuk mengolah tambang,” tambahnya.
Pembekalan ilmiah pemuka agama dan komunitas keagamaan tentang hutan, manusia dan bumi diselenggarakan oleh Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia.
Acara berlangsung selama dua hari. Hari pertama Rabu 11 Juni 2025 di Gedung BMKG Jakarta harti kedua Kamis 12 Juni 2025 di Gedung BRIN Gatot Subroto, dengan live streaming di YouTube BMKG & IRI Indonesia Official.
Fasilitator Nasional IRI Indonesia Dr. Hayu Prabowo, mengungkapkan bahwa hutan adalah anugerah yang menjaga keseimbangan alam dan sumber penghidupan manusia. Namun, deforestasi atau penggundulan hutan telah menjadikan salah satu penyebab perubahan iklim sehingga menjadikan cuaca ekstrim berupa kekeringan, banjir, dan erosi tanah. Hal ini berdampak langsung pada kehidupan manusia
Menurutnya, pelestarian hutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau organisasi lingkungan, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk komunitas keagamaan.
Pembekalan tersebut melibatkan sejumlah lembaga terkemuka, seperti Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan CIFOR-ICRAF.
Keynote spekaer Dr. Tri Handoko Seto, M.Sc. (Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG), dan narasumber hari pertama: Dr. Wening Sri Wulandari (Kepala Pusat Pengembangan Mitigasi & Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kementerian KHT), Marjuki, M.Si. (Direktur Layanan Klimatologi BMKG), Afif Alfian, S.E., M.Comm. (Analis Bencana Muda BNPB), Fasilitator BMKG: Siswanto, PhD., Hari Tirto Djatmiko, S.T., Mugni H Hariadi, PhD dan Sekar Anggraeni Nur Permatasari, S.Tr. Klim.
Pada hari kedua: Prof. Dr. Muhammad Rokhis Komaruddin (Kepala Pusat Riset Geoinformatika BRIN), Prof. Dr. Heru Purnomo (Indonesia Deputy Country Director CIFOR-ICRAF), Dr. R. Agus Budi Santoso, S.Hut., M.T. (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian KHT), dan Dr. Rahmat Arief (Peneliti Ahli Utama Bidang Penginderaan Jauh BRIN).
Mereka memberikan materi terkait pentingnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan, pemanfaatan teknologi untuk pemantauan kondisi cuaca dan iklim, serta strategi mitigasi bencana yang terkait dengan perubahan iklim.
Dr. Hayu Prabowo menambahkan, dengan menggabungkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai spiritual, diharapkan upaya pelestarian hutan dapat dilakukan secara lebih holistik dan berkelanjutan. Pembekalan ini merupakan langkah awal dalam membangun kesadaran dan aksi nyata pemuka agama dalam melindungi hutan tropis untuk generasi mendatang.
Kegiatan Berfokus pada Aksi Nyata
Peserta pelatihan tidak hanya memperoleh wawasan ilmiah, tetapi juga diberikan kesempatan untuk berkunjung ke fasilitas pemantauan cuaca dan iklim di BMKG serta mendalami teknologi penginderaan jauh untuk pengelolaan hutan yang lebih efektif.
Diharapkan, melalui pelatihan itu, pemuka agama dapat memperkuat pesan-pesan pelestarian alam dalam khotbah dan ajaran agama mereka, serta melibatkan umat untuk terlibat langsung dalam aksi pelestarian hutan.
Aksi Bersama untuk Bumi yang Berkelanjutan
IRI Indonesia berharap kegiatan tersebut akan memperkuat kolaborasi antara ilmuwan, lembaga pemerintah, dan komunitas keagamaan dalam melindungi hutan tropis yang kini menghadapi berbagai ancaman, seperti deforestasi, pembalakan liar, dan perubahan iklim.
Dengan memperkuat kapasitas pemuka agama, diharapkan dapat terwujud gerakan kolektif yang lebih kuat untuk menjaga kelestarian alam demi generasi yang akan datang.***[pp/aboe/rna]
LEAVE A REPLY