
Keterangan Gambar : Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di Lingkungan Sekolah Semakin Penting & Perlu di-Kenalkan Sejak Dini (sumber foto : siagabencana.com/pp)
Oleh : Tasril Mullyadi
Pendiri/Pengelola Portal siagabencana.com & Fasilitator SPAB
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) - Sering kali dipersepsikan sekedar sebagai ajang orientasi: kenalan sama guru, cari temen sekelas, demo ekskul dan tau seluk beluk sekolah termasuk menemukan lokasi kantin dengan menu favorit.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir makna MPLS mulai berkembang. Ia bukan lagi sekadar perkenalan, melainkan juga menjadi pintu masuk pengarusutamaan pendidikan kebencanaan untuk membangun karakter, kebiasaan baik, hingga keterampilan hidup yang esensial termasuk kesiapsiagaan terhadap bencana. Karena jadi pelajar hebat itu bukan cuma soal nilai, tapi juga siap mental, fisik, dan peduli terhadap keselamatan diri dan orang lain.
Apa Itu MPLS Ramah?
MPLS Ramah adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai bentuk transformasi dari praktik orientasi siswa yang dulu kerap identik dengan tugas yang tidak masuk akal, perpeloncoan dan kekerasan.
MPLS Ramah tahun ajaran baru 2025/2026 diterapkan selama 5 hari sejak tanggal 14-18 Juli 2025 berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025. Berdasarkan Rujukan MPLS Ramah ditekankan bahwa kegiatan pengenalan lingkungan sekolah harus dilakukan secara menyenangkan, edukatif, inklusif, dan aman bagi semua peserta didik. Anda dapat mengetahuinya dalam tautan berikut https://cerdasberkarakter.kemendikdasmen.go.id/mplsramah/
Rujukan ini bertujuan memastikan bahwa setiap rangkaian kegiatan selama MPLS berorientasi pada kebutuhan, perlindungan, dan kesejahteraan murid baru dengan pendekatan yang menempatkan murid sebagai subjek utama, pedoman ini mendorong terciptanya pengalaman awal yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Salah satu fokus penting dalam Rujukan MPLS Ramah adalah pengenalan terhadap aksesibilitas dan keamanan lingkungan sekolah. Pada uraian kegiatan dijelaskan membangun kesiapsiagaan bencana di sekolah dengan mengenalkan ancaman bencana termasuk bahaya sehari-hari yang biasa siswa hadapi, informasi peringatan dini, jalur evakuasi, peralatan keselamatan dan tindakan penyelamatan diri serta evakuasi dalam merespon situasi darurat.
Kenapa Harus Bicara Bencana di Pekan Pertama Masuk Sekolah?
Indonesia adalah negara dengan risiko bencana yang tinggi, mulai dari gempa bumi, banjir, letusan gunung api, hingga kebakaran hutan dan kekeringan. Data BNPB menunjukkan bahwa ribuan kejadian bencana tercatat setiap tahunnya.
Sekolah, sebagai salah satu ruang publik paling padat dan penuh aktivitas, tentu tidak bisa dikecualikan dari risiko tersebut. Maka, mengenalkan ancaman/bahaya disekitar sekolah dan kegiatan pengurangan risiko bencana (PRB) kepada peserta didik baru bukan hanya penting, tapi wajib.
MPLS menjadi momen strategis untuk menyampaikan ini sangat tepat dilakukan disaat semangat belajar sedang tinggi dan siswa baru sedang mulai membentuk kesan awal terhadap lingkungan belajarnya. Walaupun dengan alokasi waktu yang diberikan pihak sekolah cukup terbilang singkat sekitar 60-90 menit, kegiatan dilakukan secara interaktif dan menyenangkan berupa diskusi, tanya jawab, menyanyi bersama lagu kesiapsiagaan, hingga nonton video edukatif.
Pendekatannya tidak menakut-nakuti atau menciptakan suasana menegangkan, tapi justru memancing rasa ingin tahu dan kepedulian. Beberapa Materi kesiapsiagaan disampaikan melalui pendekatan yang sesuai usia dan karakter siswa:
- Pengenalan kondisi kebencanaan Indonesia, siswa diajak memahami bahwa mereka tinggal di negara yang rawan bencana bukan untuk menakut-nakuti, tapi agar lebih waspada dan siap.
- Konsep ancaman, risiko, kerentanan, dan kapasitas disampaikan dengan bahasa sederhana dan visual yang menarik dengan lembar bergambar agar mudah dipahami anak usia sekolah.
- Pengenalan aplikasi Inarisk Personal, siswa diajak mencoba aplikasi peta risiko besutan BNPB yang bisa diakses lewat ponsel dan memperkenalkan informasi peringatan dini beberapa jenis ancaman berbasis aplikasi seperti Info BMKG dan MAGMA PVMBG.
- Latihan penyelamatan diri saat gempa bumi menerapkan teknik Drop, Cover, Hold-on praktik langsung agar refleks siswa terbentuk saat merasakan guncangan gempabumi.
- Simulasi evakuasi dari gedung sekolah ke titik kumpul aman dengan mengenalkan jenis rambu bencana, jalur evakuasi, titik kumpul dan melakukan simulasi evakuasi terutama di sekolah dengan kondisi gedung bertingkat, kegiatan ini penting karena sebagian ruang belajar berada di lantai atas.
- Pengenalan Tas Siaga Bencana, siswa dikenalkan dengan peralatan yang dapat digunakan dalam keadaan darurat.
Refleksi Fasilitator Program SPAB: Belajar Siaga, Belajar untuk Peduli
Kegiatan MPLS yang ramah dan penuh makna akan meninggalkan kesan positif pada peserta didik baru. Saat mereka merasa diperhatikan, dilibatkan, dan dilatih menghadapi risiko nyata di sekitar mereka, rasa aman dan tanggung jawab sosial pun mulai tumbuh. Kita tidak bisa menghindari bencana, tapi kita bisa mempersiapkan generasi yang lebih siap, lebih tangguh, dan lebih peduli.
Sebagai fasilitator program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang terlibat langsung dalam kegiatan MPLS, saya melihat sendiri bagaimana antusiasme siswa terhadap materi kesiapsiagaan bisa tumbuh dengan pendekatan yang tepat apalagi jika dikemas secara interaktif.
Salah satu yang paling menarik perhatian peserta didik adalah Tas Siaga Bencana. Anak-anak terlihat sangat penasaran membongkar isi tas ini. Mereka ingin tahu: Apa fungsi selimut foil? Kenapa harus ada peluit? P3k isinya apa saja? Tapi yang paling seru adalah saat mereka menemukan radio darurat tanpa baterai, yang bisa menyala hanya dengan diputar. Radio ini juga bisa jadi senter bahkan power bank. Beberapa siswa saling berebut mencobanya, mengutak-atik tombol, memutar tuas, dan bersorak saat lampu kecilnya menyala.
Momen lainnya yang membekas adalah ketika seorang siswa setelah latihan Drop, Cover, Hold-On, bertanya dengan polos, “Kalau lagi di luar kelas, kami harus lari ke mana ?”
Pertanyaan sederhana ini menandakan dua hal: pertama, mereka benar-benar memikirkan apa yang dipelajari, dan kedua, anak-anak bisa menjadi sangat reflektif ketika diberi ruang untuk memahami risiko di sekitarnya. Mereka tidak sekadar mengikuti arahan, tapi mulai menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman nyata di lingkungan sekolah.
Kesiapsiagaan bukan hanya tentang prosedur atau alat keselamatan. Lebih dari itu, ini adalah investasi mental dan emosional, tentang menumbuhkan kesadaran, rasa ingin tahu, dan kepedulian sejak dini.
Program SPAB bukan hanya soal rambu, jalur evakuasi, atau dokumen formal, tapi tentang membangun budaya aman yang tumbuh dari pengalaman langsung dan keterlibatan aktif seluruh warga sekolah dan MPLS adalah moment yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai itu.
“Saya percaya, ketika anak-anak tahu cara menyelamatkan diri, mereka juga akan tahu cara menjaga orang lain.”
Jika sekolah Anda belum memulai program SPAB, MPLS bisa menjadi awal yang sederhana namun bermakna, membekali siswa dengan keterampilan yang tak hanya menyelamatkan mereka, tapi juga bisa menyelamatkan orang lain.
Sampai bertemu kembali di MPLS 2026 (*)
#SiapUntukSelamat
#SPAB #SekolahAmanBencana
LEAVE A REPLY