Home Hukrim LBH Masyumi Kritik Kekerasan dalam Aksi 25 Agustus, Desak Presiden Bertindak

LBH Masyumi Kritik Kekerasan dalam Aksi 25 Agustus, Desak Presiden Bertindak

439
0
SHARE
LBH Masyumi Kritik Kekerasan dalam Aksi 25 Agustus, Desak Presiden Bertindak

Keterangan Gambar : Khaerudin (atas) & Arip (bawah), Serta Flayer Nomor Kontak Tim Hukum LBH Masyumi (sumber foto : ist/pp)

JAKARTA II Parahyangan Post – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyumi Pusat menyampaikan kritik tajam terhadap insiden ricuh dalam aksi massa 25 Agustus 2025. Melalui Direktur LBH Khaerudin, S.H., Bersama Sekjen LBH Arip Wampasena, S.H., M.H., dan Ketua Bidang Advokasi Doan Bachtiar, S.H., M.H., LBH menegaskan bahwa tindakan represif aparat maupun aksi anarkis sebagian peserta sama-sama mencederai nilai demokrasi.

“Kekerasan, pengrusakan, hingga penggunaan peluru karet maupun tajam adalah pelanggaran serius. Baik aparat maupun peserta aksi tidak bisa membenarkan hal itu. Demokrasi harus dijaga dengan cara bermartabat,” tegas Khaerudin dalam keterangan pers, Senin (1/9/2025).

LBH Masyumi mengingatkan bahwa aksi massa merupakan hak warga negara untuk menyampaikan kritik terhadap DPR, pemerintah, bahkan wacana pembubaran DPR sekalipun. Namun, mereka menekankan bahwa kebebasan berekspresi harus dilakukan secara damai, santun, dan konstitusional.

“Perbedaan pendapat boleh, tapi jangan sampai memicu perpecahan di tengah bangsa,” ujar Arip Wampasena.

Selain mengecam kekerasan, LBH Masyumi juga mendorong proses hukum yang adil, transparan, dan tidak tebang pilih. Mereka meminta siapa pun yang terbukti melanggar hukum—baik aparat maupun peserta aksi—untuk segera diproses dengan sanksi yang setimpal. Namun, Arip mengingatkan bahwa pendekatan hukum harus tetap bijak agar tidak memperlebar luka sosial di masyarakat.

Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Ketua Bidang Advokasi LBH Masyumi, Doan Bachtiar, S.H., M.H. Ia menilai bahwa gejolak rakyat tidak hanya dipicu oleh kekerasan di lapangan, tetapi juga oleh perilaku sejumlah pejabat yang dinilai tidak berempati terhadap penderitaan masyarakat.

“Jangan hanya melihat kericuhan sebagai kesalahan massa semata. Kita juga perlu menyoroti perilaku para pejabat yang tidak memiliki rasa empati. Anggota dewan maupun pejabat publik harus menjaga lisan, memiliki etika komunikasi, dan menghargai rakyat. Pepatah mengatakan, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Gejolak rakyat hari ini adalah api yang menyala karena pejabatnya sendiri kurang punya rasa empati,” ujar Doan.

Sebagai lembaga advokasi, LBH Masyumi menyatakan siap memberikan pendampingan hukum bagi korban maupun peserta aksi. Mereka juga membuka ruang sebagai fasilitator dialog antara masyarakat dan pemerintah, demi mencegah disinformasi, meredam potensi kekerasan lanjutan, dan memperkuat persaudaraan sesama anak bangsa.

LBH Masyumi secara khusus mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan. Presiden dinilai perlu mengambil langkah strategis dan terukur dalam merespons aspirasi rakyat, sekaligus mengarahkan para menteri, pimpinan partai, dan pendukungnya kembali pada cita-cita luhur bangsa.

“Penegakan hukum harus adil, transparan, bertanggung jawab, serta berlandaskan kebenaran dan nilai kemanusiaan. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap negara akan terus terkikis,” tegas Arip.

Di akhir pernyataannya, LBH Masyumi mengajak seluruh elemen bangsa—dari pemuka agama, tokoh masyarakat, hingga generasi muda—untuk menjaga kondusifitas, keberagaman, dan toleransi.

“Indonesia adalah rumah bersama. Jangan biarkan perpecahan merusak cita-cita pendiri bangsa,” pungkas Khaerudin. - (djoko/pp)