
Banyak yang tidak mengetahui bahwa antara pelaut dari Makassar telah mendarat lebih dahulu di Australia, dan menjalin hubungan erat kedua bangsa sebelum mendaratnya Captain Cook di Australia tahun 1770.
Menurut Matt K. Matsuda dalam bukunya Pacific Worlds, para pelaut Makassar berlayar ke Australia untuk mencari teripang berikut pernak-pernik lautnya, terutama tempurung kura-kura.
Perdagangan teripang ini dipicu oleh permintaan pasar; yang menurut pengobatan Cina tradisional memiliki manfaat kesehatan. Di samping itu tempurung kura-kura digunakan sebagai upeti kerajaan tradisional Indonesia untuk memelihara hubungan baik dengan kekaisaran Cina. Perdagangan ini, diketahui telah ada sejak abad ke-18.
Sedangkan Campbell McKnight seorang ilmuwan Australia menuliskan di bukunya, The Voyage to Marege' bahwa ia memperkirakan bahwa perdagangan antara orang Makasar terjadi sekitar tahun 1720-an di pantai utara Australia dengan bangsa Aborigin dari etnis Yolngu. Buku inilah yang menjadi dasar dari mahakarya Ananda Sukarlan, dengan judul yang sama. Karya ini diproduksi oleh pemerintah Australia dan Darwin Festival tahun 2017, saat mereka ingin mengabadikan sejarah penting ini. Karya orkes The Voyage to Marege' ini melibatkan juga dua pemain pribumi dari Aborigin sebagai soloisnya, dan terakhir kali telah dipagelarkan oleh G20 Orchestra, saat konferensi menteri-menteri kebudayaan G20 di Candi Borobudur tahun 2022 lalu.
Kini Ananda Sukarlan ingin melanjutkan kisah ini dengan karya barunya untuk kunjungan 2 pemusik Aborigin ke Jakarta, akhir bulan April ini. Pagelaran perdana karya barunya akan dilaksanakan di Soehanna Hall, 30 April pukul 18.30. Konser yang sangat unik, karena karya baru Ananda, Bora Ring, adalah kombinasi dua bahkan lebih latar belakang tradisi dan budaya : budaya pribumi Australia (suku Aborigin), musik klasik Barat dan sastra Australia diolah oleh komponis Indonesia.
"Bora Ring" sendiri adalah salah satu puisi yang paling terkenal dari penyair, aktivis hak-hak Aborigin dan lingkungan hidup Judith Wright (1915-2000). Puisi inilah yang menginspirasi Ananda Sukarlan, walaupun di karya ini ia juga menggunakan puisi "Trapped Dingo" dan "Woman to Child" dari penyair tersebut, sedangkan puisi "Bora Ring" itu sendiri menjadi nomor terakhir dari karya ini. Banyak dari puisi Judith Wright memang bercerita tentang tradisi Aborigin.
Formasi "Bora Ring" adalah untuk 2 pemusik Aborigin dengan instrumen tradisionalnya didgeridoo, soprano (klasik), string quartet dan piano yang dimainkan Ananda Sukarlan sendiri. Kuartet geseknya adalah para anggota G20 Orchestra, terdiri dari para pemain instrumen gesek.
Glen Afif Ramadan, Saynediva Al Fatah Putra, Bimo Lambang Dwityo Putro dan Dubertho Christnoval Ngongady.
Kedua pemusik Aborigin itu adalah Ngulmiya Nundhirribala dan Nayurryurr Nundirribala, yang juga akan tampil mempersembahkan lagu-lagu asli suku Aborigin melengkapi program ini, sedangkan sopranonya adalah Mariska Setiawan.
Di tahun 2022 itu G20 Orchestra yang beranggotakan para musisi muda di bawah 30 tahun dari 20 negara anggota G20 mempagelarkan karya Ananda, "The Voyage to Marege' ", jadi bisa dibilang "Bora Ring" ini adalah sequel-nya.
Di konser 30 April itu Mariska Setiawan bersama Ananda Sukarlan juga akan menyanyikan dua tembang puitik Ananda, yaitu "Dari Duka Masa Lalu" dari puisi Sihar Ramses Simatupang, dan "Aku Cinta Pada-mu (8)" dari puisi Doddi Ahmad Fauji.
"Ini sebetulnya adalah sequel dari The Voyage to Marege' , bahkan tadinya ingin saya beri judul Voyage to Marege' II atau The Return to Marege' .... tapi ini menggambarkan dua abad setelah datangnya para pelaut dari Makassar ke Australia. Sedangkan sudah 7 tahun berlalu sejak saya menulis Voyage to Marege' , melewati masa pandemi, dimana saya sudah banyak membaca lebih jauh soal ritual suku Aborigin, termasuk Bora, yaitu upacara inisiasi dan tempat inisiasi dilakukan untuk anak lelaki mencapai status sebagai laki-laki dewasa. Upacara ini melibatkan pembelajaran lagu-lagu suci, cerita, tarian, dan pengetahuan tradisional dan sang lelaki disunat / dikhitan yaitu pemotongan ujung kelamin lelakinya di tempat yang didesain sebagai Bora Ring", jelas Ananda Sukarlan.
Wanita pada umumnya dilarang memasuki bora ring.
Bora Ring sendiri adalah lingkaran tanah yang dikeraskan dengan kaki yang dikelilingi oleh tanggul yang ditinggikan. Lingkaran-lingkaran tersebut umumnya dibangun berpasangan meskipun beberapa tempat memiliki tiga lingkaran dan dihubungkan oleh jalan setapak suci. Terkadang anak lelaki harus melewati jalan setapak yang ditandai di tanah yang melambangkan transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan, dan jalan setapak ini mungkin ditandai dengan susunan batu atau jejak kaki.
Bora Ring terakhir kali digunakan pada tahun 1800-an, dan Ananda berharap bahwa karya ini bisa menuliskan sejarah ritual ini di dunia musik.
Soprano Mariska Setiawan yang telah dipercaya untuk memperdanakan "Bora Ring" ini terlatih dalam bidang musik klasik, kelahiran dan dibesarkan di Surabaya. Ia peraih Juara ke-3 di Kompetisi "Tembang Puitik Ananda Sukarlan", sebuah kompetisi vokal klasik nasional pada tahun 2011 saat ia baru berusia 20 tahun. Kompetisi ini didirikan oleh Amadeus Enterprise pimpinan Patrisna May Widuri di Surabaya. Sejak pandemi, pihak Ananda Sukarlan Center mengambil alih dan menggabungkannya dengan kompetisi Ananda Sukarlan Award untuk semua instrumen musik yang sudah didirikan oleh Pia Alisjahbana (pendiri Femina Group) dan Dedi Panigoro (MEDCO) sejak 2008.
Mariska jatuh cinta dengan genre Tembang Puitik sejak saat itu dan mendedikasikan sebagian besar karier musiknya untuk mempromosikan "perkawinan" sastra dan musik klasik modern Indonesia. EP "Ruang Tunggu" ('The Waiting Room') di spotify, amazon music dan platform lainnya merupakan pilihan tembang puitik Ananda Sukarlan dari puisi Medy Loekito dan Nanang Suryadi yang dipilih Mariska untuk dirilis dengan harapan dapat memperkenalkan puisi-puisi Indonesia modern dan musik klasik kepada khalayak yang lebih luas dan beragam. Tembang Puitik telah membawanya mengenyam pendidikan di Austria dan juga beasiswa untuk ke Broadway, New York.
Mariska telah menjadi bintang tamu utama yang populer di beberapa video kanal YouTube KEMENBUD di beberapa lokasi bersejarah, seperti di Candi Prambanan, situs Majapahit di Trowulan dan Manokwari.
Ini salah satunya : https://youtu.be/q8CL31Fw6Lk?si=6dLEKWjcnUZ8H14F
(Kontributor : Hans Yogo/PP)
LEAVE A REPLY