
Keterangan Gambar : Fadia Nur Baitim, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
Oleh: Fadia Nur Baiti
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
KEPALA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut praktik judi online (judol) telah menjangkiti para wakil rakyat di lembaga legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah. Lebih dari 1000 anggota DPR dan DPRD beserta sekretariat jenderalnya terlibat transaksi judol. Fakta tersebut sungguh memalukan, wakil rakyat justru terlibat dalam judol. Wakil rakyat yang duduk di kursi jabatan harusnya dapat menghentikan judol, namun pada faktanya mereka jugalah pelakunya (Tempo.co 26/06/24).
Kondisi rakyat yang kian memburuk, harusnya menjadi fokus utama untuk diperbaiki dari segala aspek. Rakyat yang menjadi tanggung jawab para pejabat, para wakil rakyat, kini tercampakkan oleh wakil rakyat yang kerja sampingan dengan mengikuti judol. Wakil rakyat terlibat judol, kok bisa? Bisa saja. Karena, menipisnya intergritas, tidak amanah, dan kredibilitas rendah menggambarkan kelemahan para wakil rakyat di era kapitalisme yang penuh keserakahan ini.
Permasalahan UKT, Tapera, kenaikan pajak, permasalahan lingkungan, pembagian jabatan, seolah-olah sangat dibuat terburu-buru menjelang akhir periode ini. Para wakil rakyat lebih fokus melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki yang tidak berpihak kepada rakyat. Hal ini menunjukkan ada masalah dalam upaya perekrutan wakil rakyat karena kredibilitas dan representasi masyarakat tidak menjadi prioritas. ‘Wakil rakyat bekerja untuk rakyat’ hanyalah slogan omong kosong.
Lain halnya dalam Islam. Wakil rakyat (Majelis Umat) adalah orang-orang yang mewakili kaum Muslim dengan memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan. Anggota Majelis Umat terdiri dari umat Islam dan non-Islam, lelaki dan perempuan, berakal, balig, dan merdeka. Mereka mewakili umat dalam melakukan evaluasi para pejabat pemerintahan.
Keberadaan Majelis Umat sebagai wakil rakyat bukan untuk melakukan legalisasi seperti perwakilan dalam sistem saat ini, namun sebagai penimbang kekuasaan eksekutif khalifah, sebagai diskusi terhadap perkara, bukan diskusi terhadap hukum syariat.
Pendapat Majelis Umat bersifat mengikat dan juga mempunyai wewenang untuk mengoreksi Khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang keliru. Jika pendapat tersebut megalami perbedaan, maka diserahkan kepada Mahkamah Madzalim. Anggota Majelis Umat harus menampakkan ketidaksukaan terhadap para pejabat yang tidak mengikuti hukum syara’ dan menyulitkan rakyat, serta Khalifah harus memberikan para pejabat tersebut.
Dari sini sangat jelas, bahwa keberadaan Majelis Umat merupakan representasi umat dan sangat dibutuhkan.[]
LEAVE A REPLY