Home Polkam Para Aktivis dan Mantan Relawan di Jakarta Deklarasi JABANIN

Para Aktivis dan Mantan Relawan di Jakarta Deklarasi JABANIN

Jengah Dengan Nama Ahok, Anies dan Sandi Jelang Pilkada 2024

340
0
SHARE
Para Aktivis dan Mantan Relawan di Jakarta Deklarasi JABANIN

Keterangan Gambar : Azma Nazria yang merupakan Ketua forum JABANIN

JAKARTA - Parahyangan Post - Jelang Pilkada 2024 khususnya di Jakarta, beberapa aktivis mendeklarasikan diri sekaligus membentuk forum komunikasi bernama JABANIN yang merupakan singkatan satire dari "Jakarta Bukan Ahok, Anies, Sandi". Uniknya wadah komunikasi ini merupakan kumpulan para mantan relawan dari ketiga mantan kontestan (gubernur dan wagub) tersebut, yaitu Ahok, Anies dan Sandi.

Azma Nazria yang merupakan Ketua forum JABANIN mengungkapkan salah satu alasan bahwa beberapa pilkada terakhir ini seolah menjadikan Provinsi Daerah Khusus Jakarta hanya dijadikan ajang batu loncatan menuju kontestasi selanjutnya, yaitu pilpres dan hampir tidak membawa manfaat yang signifikan terhadap Provinsi dan Kota Jakarta khususnya, bahkan sangat jauh dari standar kesuksesan membangun masyarakat kota yang ironis tinggal di wilayah yang sebelumnya adalah sebagai ibukota NKRI (sebelum diubah menjadi Daerah Khusus  Jakarta).

"Sebenarnya kata JABANIN bukan semata-mata merupakan singkatan ketiga nama mantan pejabat tersebut semata, tapi berasal dari istilah dalam bahasa Betawi, yaitu 'didatangi' atau 'disamperin', yang faktanya memang Jakarta ini selalu didatangi oleh berjuta-juta orang, baik dari banyak daerah di luar Jakarta hingga dari luar negeri dengan aneka tujuan, baik sekedar transit, wisata, bekerja, menetap, berkarya dan lain-lain", ujar mantan Sekjen JAKPAS, salah satu organ relawan Anies Sandi pada Pilkada 2017 (Jakarta Pilih Anies Sandi).

Disebutkannya nama ketiga orang tersebut tak pelak memang memiliki alasan tersendiri. Selain dari merupakan wujud keresahan masyarakat yang jenuh akan kegaduhan berpotensi sara pada pilkada Jakarta akhir-akhir ini, masyarakat juga melihat bahwa ada gejala dari para pendukung ketiga orang tersebut yang mulai menaikkan mereka ke pentas pilkada Jakarta melalui berita dan survei padahal tidak sedikit masyarakat yang akhirnya mengeluh akan perubahan nasib yang drastis menurun di masa pemerintahan ketiga orang tersebut bahkan berkelanjutan meninggalkan kasus tak tuntas hingga kini, mulai dari status menganggur, kehidupan tak pasti, rumah tergusur, terusir dari kontrakan karena tak sanggup bayar hingga tingkat perceraian yang meningkat akibat ekonomi.

"Pandemi Covid 19 menjadi salah satu alasan kegagalan yang 'terlalu basi' atas keterpurukan masyarakat Jakarta oleh salah satu mantan gubernur karena harus diingat bahwa masa pandemi itu hanya berlangsung selama kurang lebih 2 tahun dan sangat tidak etis dibandingkan dengan total masa pemerintahan ketiga nama tersebut di Jakarta yang total 8 tahun, baik sebelum maupun sesudah pandemi, yaitu Ahok (2014 - 2017) sebagai wagub dan gubernur menggantikan Jokowi, juga Anies (2017 - 2019) sebagai gubernur, termasuk Sandiaga sempat jadi wagub (2017 - 2019) yang kemudian lanjut menjadi cawapres tahun 2019 namun gagal," lanjut Azma saat ditemui di tengah ziarah Bulan Muharram.

Status Kota Jakarta yang tak lagi menjadi ibukota dan sudah berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta ternyata tetap memiliki pesona dengan jargon baru sebagai 'Kota Global' dan terbukti dari masih kuatnya daya tarik para pendatang untuk mengadu nasib di Jakarta dengan alasan apapun dan berbagai sektor.

"Jakarta sudah seharusnya mulai berubah dan berbenah karena ibukota pun sudah mulai segera berpindah, maka sebaiknya kita sebagai masyarakat Jakarta harus lebih hati-hati, jangan lagi memberi kesempatan hingga terlena janji manis para kontestan pilkada sebelumnya tanpa realisasi nyata, apalagi jika sudah pernah terbukti tak bermanfaat banyak untuk warga Jakarta selama berkuasa," pungkas Azma.

(nz/pp)