
Keterangan Gambar : Seminar Literasi Media ; Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa (sumber foto : ratman/pp)
JAKARTA, Parahyangan-Post.com
– Sekolah Tinggi Islam Publisistik Thawalib Indonesia (STI-PTI), Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam,(Sabtu,10/12-201) mengadakan seminar
Literasi Media, Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa.
Hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut,
Marisa Puspita, M.Si dosen tetap Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Yayu
Sriwartini, S.Sos, M.Si, dosen tetap Universitas Nasional (UNAS) dan Ketua
Prima Komunika, serta moderator Isna Siskawati, M.Si, dosen tetap Sekolah Tinggi
Islam Publisistik Thawalib Indonesia (STI-PTI).
Menurut Marisa Puspita kondisi saat ini, media
bagaikan mengepung kita, pesatnya perkembangan teknologi seolah kita kebanjiran
informasi. Lebih lanjut, menurut dosen UNJ ini, Literasi Media pertama kali
dikembangkan sebagai alat dalam melindungi orang-orang dari terpaan media.
“Literasi Media mengajari publik memanfaatkan media
secara kritis dan bijak,â€jelas Marisa.
Suatu pemberitaan, lanjut Marisa  bisa mempengaruhi berjuta-juta orang, lantas
bagaimana kalau pemberitaan maupun tayangan televisi/media massa tersebut tidak
ramah anak misalnya, jelas korban utama dari tayangan media massa tersebut
adalah anak-anak.
Perkembangan Literacy Media sendiri sudah ada
dibeberapa negara sejak puluhan tahun lalu, seperti di Inggris sejak tahun
1930-an, sementara di Finlandia sejak tahun 1970 bahkan sudah masuk dalam
kurikulum pendidikan dasar, dan di Denmark sudah ada sejak tahun 1970.
Sementara itu, Yayu Sriwartini, S.Sos, M.Si, menjelaskan
bahwa melalui media, materi dewasa masuk ke dalam dunia anak dalam jumlah yang
besar, sehingga membuat mereka tidak lagi murni hidup dalam
dunianya. “Dikhawatirkan, kondisi ini akan membuat anak kehilangan masa
kanak-kanaknya dan merugikan tumbuh kembangnya,†ungkap Yayu.
Lebih lanjut menurut Yayu Sriwartini, media massa
merupakan salah satu agen sosialisai nilai dan moral, media massa juga memiliki
kekuatan sebagai agen perubahan. Namun sayangnya tayangan sinetron/film di
televsi kita saat ini cenderung berisikan informasi yang kurang bermanfaat,
bahkan mengandung muatan yang negatif (mistik, kekerasan dan pronografi) sering
kita jumpai pada tayangan televisi yang di konsumsi oleh anak-anak.
Untuk itu, Yayu Sriwartini mengajak agar orang tua
harus pandai memilih dan memilah tayangan televisi (sinetron, film, dll) mana yang
layak di tonton dan mana yang tidak layak di tonton khususnya bagi anak-anak
kita.
Masyarakat sebagai pemilik otoritas, harus cerdas
dan kritis dalam merespon setiap tayangan yang disajikan oleh media massa.
Dengan bersikap kritis diharapkan bisa menjadi alat sosial kontrol bagi media
massa itu sendiri untuk terus mmeperbaki kualitas tayanganya.
Disamping itu bagi warga masyarakat yang mengetahui
adanya tayangan yang tidak ramah anak misalnya, baik itu mengandung unsur
kekerasan, sadisme, pronografi dll, bisa mengadukanya melalui Lembaga
Komisioner Penyiaran Indonesia (KPI).
Saat ini kegiatan Leiterasi Media, menurut Yayu
Siwartini dan Marisa Puspita, masih belum optimal, belum terorganisir dengan
rapi, masih sebatas dalam seminar dan diskusi. Untuk itu melalui kegiatan
seminar ini diharapkan akan membuka wawasan bagi mahasiswa dan generasi muda
pada umumnya untuk tidak menelan mentah-mentah setiap tayangan yang disajikan
oleh media massa.
Dengan mengangkat tema ‘Cerdas dan Kritis dalam
Merespon Media Massa’ kedua pembicara  sepakat
betapa pentingnya pengawasan terhadap tayangan televisi yang dinikmati bebas
oleh anak-anak dan remaja.
Â
(ratman/pp)
Â
Â
Â
LEAVE A REPLY