Home Edukasi STI-PTI Adakan Seminar Literasi Media Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa

STI-PTI Adakan Seminar Literasi Media Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa

2,732
0
SHARE
STI-PTI  Adakan Seminar Literasi Media Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa

Keterangan Gambar : Seminar Literasi Media ; Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa (sumber foto : ratman/pp)

JAKARTA, Parahyangan-Post.com – Sekolah Tinggi Islam Publisistik Thawalib Indonesia (STI-PTI), Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam,(Sabtu,10/12-201) mengadakan seminar Literasi Media, Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa.

Hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut, Marisa Puspita, M.Si dosen tetap Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Yayu Sriwartini, S.Sos, M.Si, dosen tetap Universitas Nasional (UNAS) dan Ketua Prima Komunika, serta moderator Isna Siskawati, M.Si, dosen tetap Sekolah Tinggi Islam Publisistik Thawalib Indonesia (STI-PTI).

Menurut Marisa Puspita kondisi saat ini, media bagaikan mengepung kita, pesatnya perkembangan teknologi seolah kita kebanjiran informasi. Lebih lanjut, menurut dosen UNJ ini, Literasi Media pertama kali dikembangkan sebagai alat dalam melindungi orang-orang dari terpaan media.

“Literasi Media mengajari publik memanfaatkan media secara kritis dan bijak,”jelas Marisa.

Suatu pemberitaan, lanjut Marisa  bisa mempengaruhi berjuta-juta orang, lantas bagaimana kalau pemberitaan maupun tayangan televisi/media massa tersebut tidak ramah anak misalnya, jelas korban utama dari tayangan media massa tersebut adalah anak-anak.

Perkembangan Literacy Media sendiri sudah ada dibeberapa negara sejak puluhan tahun lalu, seperti di Inggris sejak tahun 1930-an, sementara di Finlandia sejak tahun 1970 bahkan sudah masuk dalam kurikulum pendidikan dasar, dan di Denmark sudah ada sejak tahun 1970.

Sementara itu, Yayu Sriwartini, S.Sos, M.Si, menjelaskan bahwa melalui media, materi dewasa masuk ke dalam dunia anak dalam jumlah yang besar, sehingga membuat mereka tidak lagi murni hidup dalam dunianya. “Dikhawatirkan, kondisi ini akan membuat anak kehilangan masa kanak-kanaknya dan merugikan tumbuh kembangnya,” ungkap Yayu.

Lebih lanjut menurut Yayu Sriwartini, media massa merupakan salah satu agen sosialisai nilai dan moral, media massa juga memiliki kekuatan sebagai agen perubahan. Namun sayangnya tayangan sinetron/film di televsi kita saat ini cenderung berisikan informasi yang kurang bermanfaat, bahkan mengandung muatan yang negatif (mistik, kekerasan dan pronografi) sering kita jumpai pada tayangan televisi yang di konsumsi oleh anak-anak.

Untuk itu, Yayu Sriwartini mengajak agar orang tua harus pandai memilih dan memilah tayangan televisi (sinetron, film, dll) mana yang layak di tonton dan mana yang tidak layak di tonton khususnya bagi anak-anak kita.

Masyarakat sebagai pemilik otoritas, harus cerdas dan kritis dalam merespon setiap tayangan yang disajikan oleh media massa. Dengan bersikap kritis diharapkan bisa menjadi alat sosial kontrol bagi media massa itu sendiri untuk terus mmeperbaki kualitas tayanganya.

Disamping itu bagi warga masyarakat yang mengetahui adanya tayangan yang tidak ramah anak misalnya, baik itu mengandung unsur kekerasan, sadisme, pronografi dll, bisa mengadukanya melalui Lembaga Komisioner Penyiaran Indonesia (KPI).

Saat ini kegiatan Leiterasi Media, menurut Yayu Siwartini dan Marisa Puspita, masih belum optimal, belum terorganisir dengan rapi, masih sebatas dalam seminar dan diskusi. Untuk itu melalui kegiatan seminar ini diharapkan akan membuka wawasan bagi mahasiswa dan generasi muda pada umumnya untuk tidak menelan mentah-mentah setiap tayangan yang disajikan oleh media massa.


Dengan mengangkat tema ‘Cerdas dan Kritis dalam Merespon Media Massa’ kedua pembicara  sepakat betapa pentingnya pengawasan terhadap tayangan televisi yang dinikmati bebas oleh anak-anak dan remaja.

 

(ratman/pp)

 

 


Â