Home Seni Budaya Panyair Nunung Noor El Niel Meluncurkan Buku Puisi ke-7: Cermin Bayang-Bayang

Panyair Nunung Noor El Niel Meluncurkan Buku Puisi ke-7: Cermin Bayang-Bayang

237
0
SHARE
Panyair Nunung Noor El Niel Meluncurkan Buku Puisi ke-7: Cermin Bayang-Bayang

Keterangan Gambar : Perempuan penyair Indonesia, Nunung Noor El Niel, meluncurkan buku kumpulan puisinya yang ke-7 berjudul “Cermin Bayang-Bayang”, pada hari Minggu 29 Sepember 2024, di Kafe Sastra, Balai Pustaka, Jakarta Timur.

JAKARTA - Parahyangan Post - Perempuan penyair Indonesia, Nunung Noor El Niel, meluncurkan buku kumpulan puisinya yang ke-7 berjudul “Cermin Bayang-Bayang”, pada hari Minggu 29 Sepember 2024, di Kafe Sastra, Balai Pustaka, Jakarta Timur. Buku ini merupakan kumpulan 90 puisi yang ditulis selama hampir dua tahun yaitu 2021-2023. Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM). Hadirin diperkirakan lebih dari 100 orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan umumnya penulis atau penyair, serta para pencinta sastra. 

Nunung Noor El Niel saat ini tinggal di Denpasar, Bali.  Nunung adalah salah seorang pendiri komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan saat ini aktif sebagai pengurus komunitas, serta aktif di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) di Denpasar, Bali. 

Buku kumpulan puisi tunggal Nunung Noor El Niel: 
1. Solitude (2012);
2. Perempuan Gerhana (2013);
3. Kisas (2014);
4. Perempuan dan Tujuh Musim (2016);
5. Betinanya Perempuan (2019); 
6. Sumur Umur (2021);
7. Cermin Bayang-Bayang (2024). 

Judul buku yang diluncurkan: Cermin Bayang-Bayang 
Penuls / Penyair: Nunung Noor El Niel 
Penerbit / Tahun: JSM Press / 2024 

Dalam kata sambutanya, Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), Riri Satria menyampaikan bahwa, ini adalah buku kumpulan puisi ke-7 karya Nunung dan merupakan bagian dari  perjalanan panjangnya di dunia sastra Indonesia. 

Buku ini merupakan kumpulan 90 puisi yang ditulis selama hampir dua tahun, buku ini menggambarkan refleksi mendalam tentang kehidupan, perasaan, dan renungan pribadi sang penyair. 

“Melalui karyanya, Nunung mengajak kita untuk melihat ke dalam diri sendiri, bercermin pada bayangan kehidupan yang terus bergerak di balik setiap kata,” jelas Riri Satria. 

Lebih lanjut Ketua JSM, bahwa Nunung sebagai sosok yang yang unik dalam berpuisi dan agak susah ditebak, terkadang kontemplatif, terkadang meledak, terkadang erotik, terkadang religius, terkadang mengusung tema feminisme, terkadang lingkungan hidup dan sosial, pokoknya sangat berwarna-warni serta beragam rasa. Namun di sana letak kelebihan Nunung, tidak monoton. 

Perkenalannya  dengan Nunung, diakui Riri Satria, pertama kali pada bulan Oktober tahun 2013. Ketika dirinya sedang dalam perjalanan dari daerah Seminyak di Bali setelah mengikuti sebuah konferensi, menuju Ubud untuk mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2013. 

“Saya singgah di Denpasar sejenak dan janji makan siang dengan sosok yang saya hanya kenal melalui Facebook, yaitu Nunung Noor El Niel, “kenang Riri. 

Kesan pertama saya, orang pendiam dan rada-rada jutek. Namun saya salah, setelah beberapa saat, suasana mulai mencair dan Nunung ternyata asik untuk diajak ngobrol. Setelah itu, setiap kunjungan saya ke Bali, baik untuk keperluan pekerjaan, aktivitas sastra, ataupun sekedar jalan-jalan saya ketemu dengan Nunung, ngobrol santai sambil ngopi sore, baik di Denpasar, maupun di Kuta, ujar Ketua JSM. 

Sementara itu, ditempat yang sama Achmad Fachroji (Direkur Utama Bali Pustaka), menyampaikan bahwa dunia sastra di Indonesia bisa maju bukan sekedar tulisan, melainkan lebih dari itu, sastra maju karena dilisankan. 

“Maka setiap karya sastra ini harus dilisankan supaya sampai pesannya kepada masyarakat. Sastra itu ikut serta menjaga peradaban manusia, karena menjaga sisi kemanusiaan kita. Setiap upaya upaya untuk itu, wajib disambut baik dan disyukuri,” jelas Achmad Fahroji yang mengawali sambutannya dengan berpantun. 

Peluncuran Buku Puisi ke-7, “Cermin Bayang Bayang”, karya Nunung Noor El Niel, menjadi begitu meriah dengan kehadiran peserta yang hadir, dan juga di rangkai dengan diskusi, pembacaan puisi dan musikalisasi puisi. 

Dalam sesi diskusi yang di moderator oleh, Rini Intama (penyair, penulis, aktivis sastra dan kebudayaan), dengan menghadirkan narasumber, Rissa Churia (penyair, pendidik, pelukis, aktivis sastra dan kebudayaan) serta Sofyan RH Zaid (penyair, penulis, lulusan Fisafat Universitas Paramadina, Jakarta). 

Buku puisi Cermin Bayang-Bayang karya Nunung Noer El Niel, menurut Rissa Churia yang tampil sebagai pembicara, menyampaikan bahwa, sebuah karya yang tidak hanya menampilkan kekuatan bahasa puitis, tetapi juga menyoroti perjalanan batin seorang perempuan melalui refleksi diri yang mendalam. 

Dengan kumpulan 90 puisinya, Nunung berhasil menangkap berbagai dimensi kehidupan, mulai dari cinta, kerinduan, hingga perjuangan menghadapi realitas, yang dibingkai dalam konteks pengalaman perempuan. 

Menariknya, judul puisi-puisinya cenderung pendek, dengan rata-rata hanya satu kata. Dari 90 puisi, hanya 16 judul yang terdiri dari lebih dari satu kata, mencerminkan gaya khas yang unik. 

Salah satu elemen yang menonjol dari Cermin Bayang-Bayang adalah proses kreatif Nunung yang sangat terhubung dengan pencarian diri dan penggalian pengalaman hidup yang intens. 

Nunung, dalam pandangan Rissa Churia, Nunung adalah seorang penyair yang sangat peka terhadap keadaan sekitarnya. Bahkan, ketika berbicara, ia sering kali langsung menciptakan puisi secara spontan jika pembicaraan mengarah pada kejadian tertentu. 

Jari-jarinya langsung menari di atas kertas, mencatat imaji-imaji yang muncul dari pikirannya. Seolah-olah pikiran, perasaan, dan kreativitas seninya langsung sinkron, melahirkan karya-karya indah yang tertuang dalam Cermin Bayang-Bayang. 

“Proses kreatif Nunung kerap muncul dalam momen-momen keseharian, seperti saat bangun tidur, menyeruput kopi, bahkan sebelum tidur bahkan sebelum  makan atau sesudah makan. Puisi-puisi ini, meskipun terlihat mengalir dengan sederhana, sarat dengan makna yang mendalam dan reflektif,” ujar Riri. 

Teori ekspresionisme, yang menekankan pentingnya ekspresi subjektif dalam karya seni, sangat relevan dengan gaya penulisan Nunung. Ekspresionisme menilai seni sebagai medium untuk menggali dan mengekspresikan realitas batin yang tidak selalu dapat dijelaskan oleh fakta-fakta objektif. Hal ini tercermin dalam puisi-puisi Nunung yang sering menampilkan emosi dan intuisi yang mendalam. 

Pesan penting yang disampaikan Riri Churia, bahwa Nunung memiliki ciri khas eksploitasi diksi yang kuat, yang cenderung mengarah pada tema keperempuanan. Melalui puisi-puisinya, ia menggambarkan pengalaman batin perempuan dengan detail yang penuh emosi. 

Keperempuanan dalam Cermin Bayang-Bayang bukan hanya soal cinta atau kerinduan, tetapi juga mengenai perjuangan dan ketidakpastian yang dihadapi perempuan dalam kehidupan. Nunung menggambarkan perempuan sebagai individu yang kuat, yang mampu berdamai dengan keadaan tanpa menghilangkan esensi kekuatan batin mereka. 

Pembicara berikutnya, Sofyan RH Zaid, secara gamblang mengungkapkan bahwa, dirinya  mengenal nama Nunung  Noor El Niel, melalui puisinya yang dimuat koran Indopos asuhan Sutardji Calzoum Bachri sekitar tahun 2012. 

Kemudian berjumpa secara langsung, lebih tepatnya pada acara Peluncuran dan Bedah Buku Siluet, Senja, dan Jingga karya Riri Satria, pada 2 Agustus 2019, Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. 

Nunung Noor El Niel perempuan berdarah Arab Indonesia yang lahir di Jakarta, 26 September 1961 yang namanya tercatat dalam buku ‘Apa dan Siapa Penyair Indonesia’ (Yayasan Hari Puisi, 2018). Dia sempat tinggal di banyak tempat, mulai Jakarta, Surakarta, Bogor, hingga Bali. 

“Nunung tercatat sebagai salah Binal seorang pendiri sekaligus sekretaris merangkap wakil ketua komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) yang berpusat di Jakarta, serta aktif juga di komunitas Jatijagat Kampung Puisi (JKP) di Denpasar, Bali,”ungkap Sofyan RH Zaid. 

Buku Cermin Bayang-Bayang (2024) berisi 90 puisi yang diberi prolog oleh Riri Satria dan epilog oleh Warih Wisatsana, menurut Sofyan RH Zaid, setelah berkaca berhari-hari pada Cermin Bayang-Bayang dan mengingat tentang dua garis besar proses penciptaan puisi puitis di atas, saya menemukan bahwa puisi-puisi Nunung dominan cenderung pada model puitis secara alami. Artinya, Nunung bukan tipe penyair yang suka repot-repot ‘menyemprotkan parfum pada mawar’. 

“Kecenderungan puitis secara alami tersebut bisa kita baca pada beberapa puisinya dalam buku ini yang saya kelompokkan menjadi dua bagian yaitu Banal dan Binal. Banal dalam arti peristiwa-peristiwa biasa yang dituliskan Nunung menjadi puitis secara alami. Sementara itu binal bermakna peristiwa-peristiwa yang bercorak pemberontakan seorang perempuan yang dituliskan Nunung menjadi puitis,” jelas alumnus Filsafat Universitas Paramadina, Jakarta ini. 

Lebih lanjut Sofyan RH Zaid juga menyampaikan bahwa Nunung sebagai salah seorang penyair-perempuan yang berkecendrungan menulis puisi dengan ‘puitis alami’ terkadang tergelincir pada larik-larik sloganistik. Larik yang tidak naik pada level puitik. Larik-larik sloganistik harusnya bisa dihindari dengan cara membuat bahasa yang lebih kreatif walau dengan makna yang sama. 

“Maka, ada dua hal yang bisa dilakukan Nunung untuk menghindarinya: Pertama, berupaya ‘membahasakan ulang’ peristiwa yang dialami ketika ingin ditulis menjadi puisi. Kedua, apabila tidak ingin melakukan yang pertama, bisa memilah peristiwa -sejak awal- mana yang akan ditulis jadi puisi. Karena kita semua tahu, tidak semua peristiwa yang kita alami dalam kehidupan seharihari itu puitis, “pungkas Sofyan. 

Nunung Noor El Niel, sebagai yang punya hajat dalam acara peluncuran buku tersebut, merasa sangat berterima kasih kepada Ketua JSM, Direktur Balai Pustaka, para pembicara, rekan-rekan penggiat sastra dan kebudayaan serta semua yang hadir, ikut memberikan support dan dukungan yang luar biasa untuk dirinya bisa terus berkarya. 

Menurut Nunung, bahwa perjalanannya dalam menulis puisi dapat dibagi atas dua fase besar. Fase pertama pada buku pertama sampai kelima, banyak berisikan pemberontakan atau menentang apa yang dianggap tidak baik untuk masyarakat, terutama yang merendahkan kaum perempuan. 

Sedangkan pada fase kedua, pada buku keenam dan ketujuh, lebih banyak berkontemplasi diri dan menghadirkan Tuhan dan puisi, serta bahkan kehidupan sehari-hari. 

“Jadi, saya pun mengalami perubahan dalam menyikapi kehidupan, walaupun tidak kehilangan daya kritis terhadap dinamika lingkungan,”ungkap Nunung Noor El Niel. 

Acara peluncuran Buku Puisi ke-7, “Cermin Bayang-Bayang”, karya Nunung Noor El Niel, semakin meriah dengan pembacaan puisi oleh, para penyair antara lain, Ical Vrigar, Sapto Wardoyo, Sopandi Syarwan, Diana Prima Resmana, Emi Suy, Ririen Fina Richdayanti, Silvia Kusuma Dewi, Khairani Piliang. Dan musikalisasi puisi oleh, Rinidiyanti Ayahbi, yang sekaligus menggubah tiga puisi dari buku Nunung ini menjadi musik dan lagu. 

(ratman/rc/pp)