Keterangan Gambar : Bang Dai saat memberi sambutan pada Obral Obrol Betawi di kampus 2 UIA, Jatiwaringin, Pondok Gede (foto aboe)
Pondok Gede, parahyangan-post.com- Hendak dibawa ke mana Betawi setelah ibu kota Negara RI pindah ke IKN, Kalimantan tahun 2024 nanti? Jawabnya sungguh mengejutkan.
“Go internasional,” kata Deputi Gubernur DKI Bidang Budaya dan Pariwisata, Marulla Matali.
“Ke Balaikota aja!” kata Budayawan Betawi N. Syamsuddin Ch. Haesy. Ke Balaikota maksudnya tokoh Betawi selayaknya menjadi Gubernur. Karena selama ini, sudah 78 tahun tanah Betawi dipakai sebagai ibu kota RI, belum ada satupun tokohnya yang menjadi orang nomor satu.
“Yang realistis saja, tetapi kongkrit!” kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH, LLM.
Demikian antara lain jawaban dalam OBRAL OBROL BETAWI yang cukup hangat dan seru. Mengenai "Hendak dibawa ke Mana Betawi?" . Yang menghadirkan sejumlah tokoh terkemuka. Diantaranya, intelektual muda Betawi Usni Hasanuddin S.Ip. M.Si, antropolog Betawi Prof. Yasmine Zeki Shahab SS. MA, PhD, pelawak yang juga politikus TB Dedi Miing Gumelar dan sejarawan Betawi Maman Suherman. Diskusi dipandu oleh kemedian nasional papan atas Denny Chandra.
Ikut memberi sambutan dalam kegiatan tersebut Rektor Universitas Islam As Syafiiyah (UIA) Prof. DR. Masduki Ahmad. SH, MM., dan Kepala Penmaru Hayat Zainuni SH yang bertindak sebagai MC.
Obrolan digelar oleh Bang Dai, sapaan akrab senator DKI Prof.DR. H. Dailami Firdaus, di kampus 2 UIA, Jatiwaringin-Pondok Gede, Rabu 13/9. Diselengarakan dalam rangkaian “Hajatan Betawi 4”, yang juga akan berlangsung di lokasi itu.
Kongkrit
Kongkrit yang dimaksudkan oleh Bang Dai tersebut adalah memperjuangan kepentingan masyarakat Betawi melalui Undang-undang. Yaitu Revisi Undang-undang no 29 tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara.
Revisi UU ini sekarang sedang digodog. Akan disesuaikan dengan kondisi setelah Ibukota pindah ke Kalimantan.
“Kita boleh mengharapkan dan mengimpikan Betawi seperti apa saja. Tetapi kalau undang-undangnya tidak memberi peluang,. Bagaimana?” balik bertanya Bang Dai.
Makanya, lanjut Ketua Yayasan Pendidikan UIA ini, revisi undang-undang pengganti Jakarta sebagai Ibukota Negara itu harus dapat menampung dan mencerminkan aspirasi masyarakat Betawi secara keseluruhan.
“Masih ada waktu sampai bulan November mendatang untuk memperjuangkan impian masyarakat Betawi melalui undang-undang. Kita harus mengawalnya secara bersama-sama. Kalau tidak dikawal, bisa jebol kita nanti. Tau-tau undang-undangnya ke luar (diundangkan-red) sementara aspirasi masyarakat Betawi tidak tertampung,” tutur Bang Dai, yang pada Pemilu nanti mendapat nomor urut 6 Daftar Calon Sementara (DCS) anggota DPD Dapil Jakarta.
Menurut Bang Dai, melalui kewenangan yang dimilikinya sebagai anggota DPD, pihaknya akan terus meperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi itu. Berbagai kegiatan dan jaring aspirasi telah dilakukan. Termasuk di acara Obral Obrol yang cukup panas dalam rangkaian “Hajatan Betawi 4” yang puncaknya berlangsung tanggal 16/17 September ini.
Salah satu yang akan dikawal, lanjut Bang Dai, kehadiran pasal Majelis Wali Amanah Betawi. Majelis inilah nantinya yang akan mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat Betawi, mulai dari Budaya, pendidikan dan ekonominya.
Sementara itu, budayawan Betawi N. Syamuddin Ch. Haesy, mengatakan ke depannya Jakarta sudah selayaknya dipimpin oleh tokoh Betawi. Banyak tokoh Betawi yang pantas dan mampu menjadi gubernur.
“Saya melihat, setidaknya ada dua tokoh Betawi yang pantas menjadi Gubernur DKI nantinya. Salah satunya Prof. Dailami Firdaus yang kini menjadi senator RI asal Dapil Jakarta,” tutur Bang Syam, sapaan akrab N. Syamuddin Ch. Haesy.***( aboe/pp)
LEAVE A REPLY