Home Nusantara Mengurai Transportasi di Jakarta Tidak Bisa Parsial

Mengurai Transportasi di Jakarta Tidak Bisa Parsial

1,588
0
SHARE
Mengurai Transportasi di Jakarta Tidak Bisa Parsial

JAKARTA, Parahyangan-Post.com – Menyelesaikan persoalan transportasi di Jakarta tidak bisa secara parsial, tetapi harus terintegrasi dan menyeluruh. Hal ini dikemukakan oleh Pieter Abdullah, peniliti dan ekonom dari Bank Indonesia (BI), pada acara diskusi yang digagas JakPas dan Barisan Nusantara di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (28/07). Selain Piter Abdullah, pembicara lainya Ahmad Izzul Waro, Sekjen Institut Studi Transportasi.

Lebih lanjut menurut Pieter Abdullah, bahwa biaya transportasi untuk warga kota-kota besar seperti Jakarta,  merupakan point pengeluaran yang cukup besar dalam kebutuhan hidup warga. Hal yang sangat mendesak dan perlu diperhatikan menurut Pieter perlunya integrasi dari angkutan publik seperti Comuter Line dan Trans Jakarta, sehingga pemakai angkutan publik bisa sampai ketempat tujuan, tanpa mengeluarkan biaya tambahan lagi hanya dengn satu kartu yang dimilikinya.

Pieter Abdullah mengilustrasikan, bahwa dirinya tinggal di bilangan Pasar Minggu,menggunakan transportasi Comuter Line, menuju tempat kerjanya Bank Indonesia (BI), dibilangan Thamrin, Jakarta Pusat, turun di Stasiun Gondangdia. Untuk sampai tempat kerjanya, dirinya harus menggunakan jasa ojek, dimana biaya ojeknya justru lebih mahal dari biaya Comuter Line. Seharusnya lanjut Pieter, kalau dari Stasiun Gondangdia ada angkutan khusus yang terintegrasi dengan Comuter Line, dan cukup dengan satu kartu yang dipakai untuk Comuter Line, maka dirinya tidak perlu mengeluarkan biaya lagi, bisa lebih ekonomis.

Dalam pandangan Pieter Abdullah, yang lebih banyak menyoroti dari sisi ekonomi terkait transportasi di Jakarta dalam diskusi ini, sebenarnya banyak hal yang bisa digali, sebagai pemasukan bagi pemerintah daerah, bukan semata-mata mengandalkan dari pemasukan pajak kendaraan seperti yang ada selama ini, yang justru menimbulkan persoalan karena efeknya terus bertambahnya jumlah kendaraan yang berakibat pada kemacetan di Jakarta.

Sementara itu, Sekjen Institut Studi Transportasi, Ahmad Izzul Waro bahwa salah satu penyebab kemacetan adalah kebijakan pemerintah selama ini yang lebih mengandalkan pajak kendaraan bermotor sebagai salah satu pemasukan ke kas daerah.

Seharusnya lanjut Izzul Waro, pajak kendaraan bermotor tidak boleh dijadikan andalan, sudah saatnya hentikan rezim kendaraan pribadi, perlu adanya rekonstruksi pajak daerah agar Jakarta berubah dari car oriented city menjadi people oriented city.

“Jalan adalah barang publik, sehingga publik transportasi harus diperioritaskan dibanding privat publik,” jelas Izzul Waro.

 Senada dengan Pieter Abdullah, Izzul Waro juga menyoroti perlunya integrasi yang menyeluruh bagi transporatsi publik, kondisi ideal menurutnya selain angkutan publik seperti MRT, untuk Jakarta tidak ada salahnya untuk kereta api perkotaan, disamping itu berkaca dari negara lain, bahwa stasiun kereta api yang ada harusnya bisa diberdayakan secara maksimal, untuk property.

Izzul Waro berharap, perlu adanya edukasi bagi warga masyarakat yang lebih intensif agar kesadaran untuk menggunakan transportasi publik, dengan demikian maka kemacetan di Jakarta bisa diminimalisir, tentunya dengan penyediaan insfrastruktur dan penyediaan transportasi publik yang nyaman, aman dan memadai.

 

(ratman/pp)