Keberadaan Sungai Cikeas sangat penting bagi masyarakat sepanjang aliran. Terutama sejak Perumda Patriot Kota Bekasi menjadikannya sebagai sumber air bersih. Yang diolah di samping Perumahan Jatisari Permai, kelurahan Jatisari, Jatiasih (dekat SMP 24 Kota Bekasi). Atau di belakang Kota Wisata Cibubur. Perbatasan Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
Dengan demikian, sungai yang berhulu di sekitar Gunung Geulis, Sukaraja Kabupaten Bogor ini harus dijaga kelestariannya. Bebas dari limbah beracun pabrik. Sehingga tetap menjadi sumber kehidupan dan penjaga keseimbangan lingkungan.
Saat ini, tingkat pencemarannya belum begitu mengkhawatirkan. Dari hulu sampai Jatiasih dan bertemu dengan saudaranya, sungai Cileungsi, yang kemudian membentuk Kali Bekasi, belum ada pabrik besar yang membuang limbahnya ke situ. Yang sering dikeluhkan hanyalah limbah domestik dan sampah plastik. Karena masih banyak masyarakat yang menjadikannya sebagai got, tempat pembuangan segala barang. Untuk melihat betapa banyaknya sampah yang hanyut dibawa oleh sungai ini, bisa dipantau di bendungan Koja, daerah sekitar Jatiasih. Usai banjir di situ akan menumpuk sampah bergunung-gunung.
Untuk menjaga Sungai Cikeas tetap lestari dan menjadi sumber ketersediaan air bersih perlu dilakukan pencegahan agar tidak tercemar lebih berat. Upaya itu harus terus menerus dan serius. Karena permukiman perumahan, baik perumahan elit maupun sederhana, dan perumahan liar, di sepanjang aliran berkembang sangat pesat.
Sebutlah misalnya Perumahan elit Villa Nusa Indah III, Kota Wisata Cibubur, CitraGrand, Cibubur CBD dan Bukit Golf Riversida. Juga melewati rumah penyanyi kondang Iwan Fals di Leuwinanggung (wilayah Kota Depok).
Kalau terlambat mengantisipasinya, nasibnya akan sama dengan saudara kembarnya, Sungai Cileungsi, di sebelah Timur. Sungai Cileungsi kadung tercemar limbah beracun karena banyaknya pabrik yang berjejer di sepanjang alirannya. Kalau di musim kemarau air sungai itu hitam dan berbau sangat menyengat.
Kondisi ini disadari oleh aktivis lingkungan, DR. Hayu Prabowo. DR. Hayu yang juga Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) kemudian mendirikan komunitas peduli lingkungan yang diberi nama Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI).
“Komunitas ini saya dirikan sebagai bentuk kepeduliaan kepada lingkungan. Karena saya tahu sungai Cikeas ini sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup masyarakat di sepanjang alirannya. Kalau tidak diantisipasi dari sekarang, saya yakin nasibnya akan sama dengan sungai-sungai lain yang kadung tercemar limbah beracun dan susah untuk dinormalisasi ” tutur DR. Hayu saat dikunjungi sejumlah wartawan dari Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesai (PJMI) Minggu 21/5.
Kedatangan wartawan PJMI yang dipimpin Ketua Umumnya H. Ismail Lutan, merupakan kunjungan silaturrahmi dan halal bi halal. Karena suasananya masih lebaran. Selain itu antara PJMI dan Komunitas yang didirikan oleh DR. Hayu ini punya agenda besar, yakni akan menyelenggarakan “Workshop Wartawan Lingkungan” yang melibatkan sejumlah LSM internasional, Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, MUI dan stakeholder yang peduli lingkungan lain.
DR. Hayu mendirikan base camp KISUCI di di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Tidak jauh dari Masjid Azzikra, asuhan alm. KH Arifin Ilham yang fenomenal itu. Atau kalau dari jalan tol Jagorawi, hanya sekitar 5 menit dari pintu ke luar Sentul Selatan.
Base camp itu berbentuk saung sederhana, ada bale-bale untuk lesehan. Sangat menyenangkan untuk istirahat atau healing bersama keluarga. Air Sungai Cikeas di sekitar sini masih bisa digunakan untuk mandi. Setelah mandi di sungai bisa membersihkan badan dengan air yang jernih dan bersih. Yang berasal dari mata air di tebing. Air ini juga bisa untuk minum.
Mata air yang jernih itu, tak pernah kering, meski di musim kemarau. DR Hayu kemudian membuatkan pincurannya dari bambo, kemudian ditampung dengan bak beralaskan plastik anti bocor yang di tanam di dalam tanah. Dari bak ini kemudian dibuatkan pincuran untuk mandi dan bersih-bersih. Alami sekali!
Menurut DR Hayu, dia sudah membeli hak pakai tanah di sepanjang sungai ini dari masyarakat setempat secara bertahap. Karena jauh sebelumnya lahan ini sudah dikuasai masyarakat secara turun temurun. Tetapi masyarakat tidak bisa memiliki (mensertifikatkan), karena merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang pengawasannya dibawah Kementeruian PUPR. Jadi ini adalah tanah milik Negara.
“Masyarakat sepanjang DAS ini hanya boleh memanfaatkan. Tidak boleh memiliki atau mensertifikatkannya. Atau pun mendirikan bangunan permanen. Nah saya membeli hak pakai itu dari mereka secara bertahap. Sekarang yang sudah saya beli panjangnya mencapai satu kilo meter atau kalau digabung luasnya sekitar satu hektar,” terang DR. Hayu.*** (BERSAMBUNG)
LEAVE A REPLY