Home Agama Keistimewaan Al-Quran

Keistimewaan Al-Quran

942
0
SHARE
Keistimewaan Al-Quran

Oleh : Abdul Halim *)

Ramadan identik dengan bulannya Al-Qur’an. Betapa tidak, setiap mukmin meyakini bahwa kitab suci yang diturunkan secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun ini adalah sebaik-baiknya bacaan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a., Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kalam Allah Swt, maka ia akan memperoleh kebaikan yang setara dengan 10 kebaikan.” Membaca saja bernilai ibadah, apalagi mempraktekkannya.

Sejarah mencatat, saking cinta dan nikmatnya membaca Al-Qur’an, Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi Muhammad Saw yang memiliki kebiasaan mengkhatamkan Al-Qur’an antara Maghrib dan Isya di bulan suci Ramadan, bahkan di rakaat pertama ibadah salatnya, antara lain Utsmân bin Affân, Tamîm Ad-Dârî, dan Saîd bin Jubair. 

Kebiasaan yang diteladankan oleh Rasulullah Saw dan ditradisikan oleh para sahabat ini menginspirasi semaraknya kegiatan tadarus Al-Qur’an di bulan Ramadan. Tak hanya di Indonesia, melainkan juga di belahan bumi lainnya. Untuk itu, tadarus Al-Qur’an yang dicontohkan oleh para ulama ini juga menarik untuk dipraktekkan dalam rangka membangun kecintaan kepada kalam Allah Swt. Bentuknya pun beraneka ragam, sebagaimana ditulis oleh Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syarif di dalam kitab berjudul “Al-Adzkâr li Imâm An-Nawawî” yang diterbitkan oleh Al-Dar Al-Masriah Al-Lubnaniah (Kairo, 1988: 147-8), pertama, ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an secara berjamaah sekali dalam 2 bulan. Kedua, ada yang menamatkan Al-Qur’an sebulan sekali. Ketiga, ada yang 10 hari sekali khatam Al-Qur’an. Keempat, ada yang sehari semalam bisa menuntaskan Al-Qur’an sekali, 2 kali, dan bahkan 3 kali. 

Imam Nawawi r.a. mengingatkan, “Sesungguhnya membaca Al-Qur’an adalah zikir yang paling utama. Terlebih lagi bila ia dibaca secara kontemplatif (tadabbûr).” Pembacaan Al-Qur’an dengan melakukan perenungan mendalam ini dikehendaki oleh Allah Swt melalui rasul-Nya. Tujuannya, agar setiap mukmin terus membangun dialog dengan Al-Qur’an, menggali pemahaman yang tak mengenal titik, dan mempraktekkannya ke dalam ragam amal sosial yang sejalan dengan prinsip tauhid, baik di dalam kehidupan personal maupun interaksi komunalnya. 

Tak mengherankan, apabila diwahyukannya Al-Qur’an adalah untuk membumikan nilai-nilai kemanusiaan yang sejalan dengan prinsip tauhid, yakni mengesakan Allah Swt. Dalam konteks itulah, Nabi Muhammad Saw intens membangun interaksi dengan penduduk Mekkah dan Madinah di awal kerasulannya, serta mengajak mereka untuk beriman kepada Allah Swt. Tiga belas tahun lamanya di Mekkah dan 10 tahun lainnya di Madinah. Dengan ajaran tauhid yang diembannya, rasul membangun peradaban Islam seraya memberikan teladan bahwa hidup yang terbilang sebentar ini, haruslah mampu menghadirkan jejak-jejak kebaikan.

*) Ditulis di Jyväskylä, Finlandia, pada tanggal 20 Ramadan 1445 Hijriah