Home Opini Guru Adalah Figur

Guru Adalah Figur

2,219
0
SHARE
Guru Adalah Figur

Oleh : Novi Anggreani 
Bidang intelektual & riset KORNAS KOHATI

Dalam dunia pendidikan, penting bagi seorang pendidik untuk memiliki pengetahuan atau minimal memahami ilmu psikologi. Sebab, untuk menjadi seorang pendidik selain memiliki kecakapan ilmu, juga harus memiliki kecerdasan dalam membaca dinamika mental anak. Sepanjang perjalanan proses pembelajaran selalu ada hal unik sekaligus menarik. entah itu tentang dinamika perkembangan peserta didik, tindakannya atau kualitas berpikirnya. Kesemua hal ini menjadi sangat penting untuk diduduki bersama dalam proses penyelesaianya. Peserta didik dengan semua kompleksitas yang mereka miliki, menjadi dunia yang mesti diselami.

Di dalamnya terdapat begitu banyak pelajaran berharga yang menanti untuk dieksplor dan direspon. Sebab, mereka adalah yang sebenar-benarnya filosof sejati itu. keingintahuan mereka yang banyak, pertanyaan yang mereka ajukan dan kenakalan mereka yang luar biasa, ialah bagian terkecil dari rangkaian perlajaran tentang mereka. terlepas dari semua yang mereka miliki, pendidik senantiasa diperhadapkan dengan problematika yang melingkupi ruang itu-itu saja. Tentang mereka, dengan segala kompleksitasnya. 

Kemendikbud, sebagai sebuah lembaga yang menggawangi proses pendidikan dan pelaksana pendidikan di Indonesia menghendaki terbentuknya sebuah proses pendidikan yang berkarakter. Pembentukan watak dan kepribadian yang berkahlak adalah tujuan yang hendak dicapai dan diciptkan oleh pendidikan kita. Namun seolah bertolak belakang dengan cita-citanya, justru dunia pendidikan kita menampakan wajah yang suram lagi galau.

Banyak potret kurang mendidik justru lahir dari dunia pendidikan itu sendiri. Moral, yang mestinya melahirkan akhlak yang baik bagi peserta didik, justru menjadi hal yang mulai menampakan kejenuhanya. Hilangnya moral dan akhlak peserta didik merupakan salah satu bentuk kegagalan pendidikan kita. Betapa, video yang beredar baru-baru ini yang mempertontonkan sekelompok pelajar SMA yang membuli seorang gurunya, adalah bentuk kecatatan pendidikan kita. tentunya fenomena ini, perlu dipelajari secara bersama oleh segenap pelaku pendidikan, baik itu pemerintah sebagai pemangku kebijakan maupun guru sebagai pendidik. Apa yang salah dari pendidikan kita hari ini? seolah moral dan akhlak menjadi sebuah hal yang teramat sulit untuk kita pupuk dan kembangkan bersama.

Semua peradaban yang pernah dengan jayanya, tidak pernah kita temukan dalam sejarah manapun bahwa ia lahir dari sebuah bangsa dengan tingkat pendidikan rendah dan tidak beradab. Semua generasinya dalah generasi yang meiliki akhlak dan moral yang baik, menjadikan ilmu sebagai jalan kesucian dalam menengakan peradaban yang bermartabat. 

Dunia pendidikan menjadi salah satu unsur utama dalam membangun peradaban bangsa. Sebuah bangsa akan diperhitungkan manakala tingkat pendidikanya tinggi.
 Bahkan pendidikan menjadi salah satu faktor utama sebuah bangsa dikatakan maju dan tidaknya. Indonesia dari sisi pendidikan, masih sangat jauh terbelakang dari Filipina, apalagi dari Negara-negara eropa. Sejauh yang penulis lihat bahwa Indonesia lebih memilih untuk fokus pada upaya membangun perekonomian nasional dari pada pendidikan. Ekonomi memang penting, tapi pendidikan jauh lebih penting. Sebab, dunia pendidikan menjadi ruh dari segala proses peradaban di dunia ini. 

Dunia pendidikan dengan segala persoalanya yang kompleks, perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Namun, sayangnya perhatian dari pemerintah khususnya, untuk dunia pendidikan hanya datang dari sisi perbaikan kurikulum dan kurikulum saja. Sejauh yang penulis perhatikan, kurikulum manapun yang coba ditawarkan dalam proses pendidikan, belum sepenuhnya mampu menjadi solusi atas problematika yang ada.

Sebut saja tentang akhlak dan moral itu sendiri. Jika saja kita dapat melihat lebih jauh, bahwa ahklak dan moral ini menjadi persoalan yang mesti menjadi fokus perbaikan dari sisi pendidikan. Oleh sebanya, kenapa kemudian masih banyak kita melihat adanya peserta didik yang terlibat dalam persoaln-persolan Amoral yang tidak semestinya. Ini menandakan, bahwa pendidikan dan terlebih lagi kurikulum sebagai sebuah kitab rujukan proses pembelajaran, masih belum mampu menciptakan peserta didik yang bermoral. Sebab sejauh yang saya pahami tentang kurikulum yang ada, hanya sebagian kecil menyentuh aspek akhlak dan moralnya. Jika pendidik, sekolah dan lembaga pendidikan lainya tidak mampu menciptakan akhlak dan moral peserta didik. Maka impian untuk membentuk suatu bangsa yang beradab pun akan menjadi mimpi yang tidak akan pernah terwujud. 

Kurikulum, lebih menitik beratkan pada persoalan aspek kognitifnya saja. Meskipun aspek psikomotorik dan afektifnya juga ikut di dalamnya. Namun, aspek kognitif atau pengetahuan disini menjadi indikator utama untuk menilai ketercapaianya sebuah proses pembelajaran. jika alasan dari fokusnya sebuah kurikulum pada aspek pengetahuan ini adalah untuk menjemput peluang kerja kedepanya. Maka bagi saya secara pribadi, ini merupakan langkah yang salah, sebab dunia kerja atau yang dikenal dengan dunia industry adalah dunia yang menjadikan pengetahuan adalah prasyarat terakhir dari sekian syarat yang ada. Justeru yang kita lihat dalam kenyataanya, sikap dan keterampilanlah yang justeru menjadi poin utamanya. Argumentasi di atas diajukan jika kita melihat pendidikan dari sisi nilai profitnya.

Akan berbeda lagi jika kita memandang dunia pendidikan sebagai sebuah jalan untuk membentuk kepribadian manusia yang seutuhnya, yang dalam istilahnya
Paulo Freire penulis buku Pendidikan Kaum Tertindas bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Adalah peserta didik sebagai  objek pendidikan harus dilihat secara holistilk, bukan secara parsial. Untuk membentuk karakter dan moral peserta didik bukan hal mudah, sebab yang tengah dididik adalah manusia, yang secara alamiah dan naluri kemanusiaanya selalu ada faktor pendukung baik dari dalam dan luar dirinya.

Hal itulah yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan manusia yang oleh
Ali syariati kemudian disebut  dengan  istilah dimensi ilahiah dan dimensi tanahnya. Kedua dimensi ini kemudian masing-masing saling memperebutkan posisi untuk mengarahkan manuisa yang dalam hal ini adalah peserta didikik pada dorongan kebaikan dan keburukan. Mengingat, kematangan berpikir peserta didik khsusnya yang masih menduduki bangku SMP dan tidak menutup kemungkinan juga yang setingkat SMA/SMK pun masih sangat rendah dan rentan terjangkit virus ikut-ikutan. Oleh karena itu, penting bagi segenap aparatur sekolah dan pendidik untuk senantiasa melakukan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah pada peserta didik.

Pendidikan kita saat ini masih minim akhlak, minim karakter dan kesadaran. Kedua tokoh utama dalam pendidikan, yakni pendidik dan peserta didik merupakan sosok yang mesti sama-sama dikualitaskan. Terlebih lagi pendidik, sebagai agen dalam melakukan transformasi pengetahuan, harus mampu meiliki kualitas yang lebih. Sebab, posisi pendidik adalah figure yang senatiasa dicontoh. Penting bagi pendidikk untuk tidak sekedar memberikan transferan pengetahuan, melainkan juga mesti cakap dalam membaca dinamika psikis dan karakter peserta didik. Dalam membentuk karakter peserta didik, dalam ilmu psikologi ternyata butuh 21 kali perlakuan untuk dapat membangun karakter tersebut dan dibutuhkan 100 kali perlakuan untuk dapat merubah perilaku atau karakter itu. betapa karater menjadi sangat penting untuk dikawal dalam setiap interaksi yang ada. 

Lalu sudah sejauh mana pendidik, sekolah dan lembaga pendidikan lainnya mengupayakan sebuah proses pembentukan dan perbaikan akhlak bagi peserta didiknya? Ini menjadai tugas dan PR kita.bersama. 

Dihari guru Nasional yang ke-20 ini merupakan momentum yang paling tepat untuk merefleksi kembali kinerja dan kualitas masing-masing. Seperti orang tua, pendidik memiliki tanggung jawab moril yang besar dalam mengantarkan peserta didik kedepan pintu gerbang keberhasilan. Maka penting bagi seorang pendidik untuk senantiasa mengkualitaskan dirinya. Munculnya berbagai tindakan yang tidak mencerminkan karakter pendidik, misalnya seorang kepala sekolah yang baru-baru ini diberitakan mengajak peserta didiknya untuk nonton video porno merupakan akibat dari hilangnya kesadaran, minimnya pengetahuan, rusaknya moral dan akhlak, dan hilangnya karakter dari seorang pendidik.

Oleh karenanya,
  dalam rangka memperingati hari Guru Nasional ini, mari sama-sama kita evaluasi dan tingkatkan kembali kualitas kita, agar menjadi pendidik yang benar-benar bisa menjadi figure bagi peserta didik. 

Selamat hari Guru, untuk seluruh Guru di Indonesia, mari cintai dan sayangi anak didik kita dengan semangat kemanusiaan. Karena mereka adalah dunia yang luas. 

Dunia seperti apalagi yang hendak kita cari, sementara mereka adalah dunia yang luas lagi lapang itu sendiri, tempat terbaik untuk belajar, filosof sejati, buku yang layak untuk dibaca dan penting untuk dipelajari