Keterangan Gambar : Ketua Forum Dialog Pariwisata (FDP) Halal Indonesia Hilda Ansariah Sabri (tengah kerudung merah) foto bersama usai bincang hangat dengan Woman Bussines Council (WBC) Brunei (foto has)
BANDAR SERI BEGAWAN, parahyangan-post.com- Ketua Forum Dialog Pariwisata (FDP) Halal Indonesia Hilda Ansariah Sabri menjadi pembicara pada "Bincang Hangat Halal Tourism" bersama Dewan Bisnis Wanita atau Woman Bussines Council (WBC) Brunei. Kegiatan berlangsung di Kompleks Delima Jaya, Simpang 62, Bandar Seri Begawan, 25 September 2024..
Wakil Presiden WBC, Hajah Mordiah binti Haji Jackia mengatakan asosiasi tersebut telah melaksanakan berbagai proyek untuk membantu para anggotanya menghasilkan pendapatan dan mengembangkan ekonomi negara sejak diresmikan pada tahun 2000.
“Pengembangan halal tourism nampaknya sangat prospektif di Brunei meski sektor pelancongan kurang mendapatkan respon masyarakat maupun pemerintah karena kami masih mengandalkan gas dan minyak,” kata Hajah Mordiah binti Haji Jackia.
Oleh karena itu kehadiran Hilda Ansariah Sabri sebagai Ketua FDP Halal dan pemerhati halal dapat memberikan wawasan pengetahuan pada anggota WBC tentang bagaimana Brunei dapat mengembangkan Halal Tourism.
Hilda menjelaskan bahwa Arab Saudi sudah menyiapkan industri pariwisata sebagai alternatif baru perekonomian negara selain mengandalkan minyak dengan mega proyek NEOM.
“Brunei jangan terlena pada sumber daya alam gas dan minyak bumi karena kekayaan alam, mayoritas agama Islam serta dukungan Pemerintah Brunei yang telah membentuk berbagai lembaga dan inisiatif untuk mendukung pertumbuhan industri halal bisa menjadi modal utama dalam mengembangkan halal tourism,” jelas Hilda.
Wakil Presiden WBC Hajah Mordiah binti Haji Jackia mengingatkan anggotanya bahwa WBC bisa membantu pemerintah untuk mewujudkan. “ Sayangnya masyarakat Brunei sendiri belum memahami apa efek berganda ( multiflier effect) dari tourism sehingga para pemangku kepentingan harus memahami hal ini dulu,” ujarnya.
Kerjasama lintas sektoral dan satu visi maupun misi dalam merumuskan “Kebijakan Ekonomi Nasional Brunei “ dalam pengembangan Halal Industry termasuk Halal Tourism sangat dibutuhkan dan disosialisasikan pada masyarakat.
“Kami di WBC juga memiliki koperasi sehingga mohon arahan bagaimana untuk membuat produk-produk wisata halal termasuk dalam pembinaan UMKM sehingga semua terlibat dalam pengembangan Halal Tourism,” pintanya.
Menjawab permintaan tersebut Hilda Anshariah Sabri mengatakan Halal Tourism adalah salah satu sektor dari Halal Industry yaitu keuangan syariah, food (makanan), farmasi, kosmetik, fashion, travel (perjalanan) dan media/sektor rekreasi, yang seluruh produk/jasa intinya adalah dipengaruhi oleh konsumsi etis yang diilhami syariat agama Islam,
Itu sebabnya, kata Hilda, Halal Tourism adalah pelayanan tambahan (extended services), paket wisata halal yang dibuat memungkinkan peserta melaksanakan sholat yang menjadi kewajibannya dan mengkonsumsi makanan yang sudah bersertifikasi halal.
“ Mau makan di kedai, di restoran, di hotel bintang lima semua sudah bersertifikat halal dan bisa melaksanakan sholat dengan nyaman di destinasi wisata yang dikunjunginya,” jelasnya.
Menurut Hilda, Indonesia memiliki ribuan desa wisata dan setiap tahun ada penghargaan 50 desa wisata unggulan. Desa wisata tersebut bisa membuat produk wisata halal Live in baik untuk anak sekolah, keluarga maupun wisatawan mancanegara.
“ Untuk wisata halal di Brunei bisa dibuat di Kampung Ayer di Bandar Seri Begawan dengan program Live in, karena akses mudah, atraksi bisa betupa budaya, kuliner, membuat barang kesenian, sedangkan amenitiesnya di buat homestay yang memungkinkan wisatawan memiliki pengalaman hidup di atas air,”
Pengalaman beribadah bersama masyarakat kampung Ayer di waktu sholat subuh maupun magrib bisa menjadi kenangan tak terlupakan bagi wisatawan inbound dari negara-negara anggota Kerjasama Islam ( OKI). Baik Indonesia maupun Brunei adalah negara anggota OKI sehingga tinggal mengikuti HTS ( Halal Tourism Services)
HTS didefinisikan sebagai semua produk atau layanan dalam industri perjalanan dan pariwisata yang dipandu oleh aturan Islam yang melayani atau menyediakan fasilitas yang sesuai bagi wisatawan Muslim. Pertumbuhan wisata halal dunia rata-rata 27 persen per tahun, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan sektor wisata dunia yang hanya tumbuh 6,4 persen.
“ Mastercard CrescentRating Global Muslim Travel Index (GMTI) melihat pengeluaran penduduk Muslim untuk berwisata akan tumbuh US$300 miliar pada 2026,” kata Hilda.
Oleh karena itu, saatnya Brunei Darussalam mengembangkan Halal Tourism karena halal adalah brand dari Allah SWT. Kebanyakan negara Non Muslim menggunakan nama Friendly Muslim Tourism karena ingin mempromosikan pelayanan ramah muslim dimana pelayanannya belum tentu semuanya halal.
“ Jika mempromosikan wisata halal ( Halal Tourism) maka semua fasilitas dan pelayanannya sudah ada jaminan sertifikasi halal,” tutup Hilda pada pertemuan sore itu.
Mordiah mengatakan kolaborasi yang ditunjukkan oleh para anggotanya telah memungkinkan dewan tersebut untuk berekspansi secara lokal dan internasional, seraya menambahkan bahwa asosiasi tersebut menyambut baik partisipasi dari generasi muda untuk mengembangjan halal tourism.*** (pp/aboe/rls)
LEAVE A REPLY