Home Seni Budaya Budaya Bekasi dalam Perspektif Sastra Menyusuri Jejak di Tengah Modernitas

Budaya Bekasi dalam Perspektif Sastra Menyusuri Jejak di Tengah Modernitas

538
0
SHARE
Budaya Bekasi dalam Perspektif Sastra Menyusuri Jejak di Tengah Modernitas

Keterangan Gambar : Rissa Churria,  bersama Ihwal  dan Bang Alul pemilik Cafe Ula, penggerak literasi, dan perawat kebudayaan Bekasi (sumber foto : ist/pp)

Oleh : Rissa Churria 
Pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) 

Kemarin Kamis, 15/08/2024 usai menghadiri seminar UKM di Amaris Hotel. Saya sempat bertemu Ihwal  dan bang Alul pemilik Cafe Ula, penggerak literasi, dan perawat kebudayaan Bekasi yang bertempat tinggal tidak jauh dari Amaris Hotel. Ngobrol dan diskusi soal budaya Bekasi dalam perspektif sastra, puisi, dan lain-lain. 

Bekasi, kota yang kini dikenal sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di sekitar Jakarta, memiliki warisan budaya yang kaya dan unik. Meski sering kali dianggap sebagai daerah penyangga ibu kota dengan arus modernisasi yang pesat.

Bekasi menyimpan kekayaan budaya yang terus hidup melalui tradisi, adat istiadat, dan tentu saja, sastra. Dalam perspektif sastra, budaya Bekasi memberikan kita jendela untuk memahami lebih dalam mengenai identitas masyarakat yang terus berkembang tanpa melupakan akarnya.

Jejak Sejarah dan Tradisi dalam Sastra Bekasi

Seperti daerah lainnya di Indonesia, Bekasi memiliki sejarah panjang yang mempengaruhi perkembangan budayanya. Sejarah ini terekam dalam karya sastra yang berasal dari cerita rakyat, pantun, dan legenda setempat yang diwariskan turun-temurun. Bekasi, yang dulunya merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanegara dan kemudian berada di bawah pengaruh Kerajaan Pajajaran, mewarisi tradisi lisan yang kaya.

Kisah-kisah yang diangkat  sering kali menceritakan tentang kepahlawanan, kesetiaan, dan kehidupan agraris masyarakat Bekasi pada masa lalu.

Salah satu bentuk sastra yang kuat dalam budaya Bekasi adalah Pantun Betawi. Meskipun Bekasi kini terbilang modern, pantun sebagai salah satu ekspresi sastra tetap hidup dalam acara-acara adat seperti pernikahan, khitanan, dan acara-acara masyarakat lainnya.

Pantun Bekasi memiliki kekhasan dalam penggunaan bahasa Betawi Bekasi yang bercampur dengan elemen-elemen bahasa Sunda dan Melayu, mencerminkan keberagaman budaya yang ada di Bekasi.

Budaya Berkesenian  Antara Tradisi dan Inovasi

Selain pantun, Bekasi juga dikenal dengan tradisi seni lainnya seperti : Tari Topeng Betawi, yang merupakan salah satu representasi dari budaya Betawi yang berkembang di Bekasi. Tari Topeng Betawi sering diiringi oleh musik tradisional seperti gamelan, juga sarat dengan nilai-nilai sastra, di mana cerita yang disampaikan melalui gerakan tari dan dialog yang dibawakan oleh dalang atau pemain, sering kali mencerminkan nilai-nilai moral, kritik sosial, dan filosofi hidup.

Di tengah arus modernisasi, kebudayaan ini terus beradaptasi. Seniman-seniman Bekasi telah berusaha menggabungkan elemen-elemen tradisional dengan sentuhan modern, menciptakan karya-karya yang relevan dengan zaman tanpa kehilangan identitas budaya aslinya.

 Ini terlihat dalam berbagai festival budaya yang diadakan di Bekasi, di mana seni tari, teater, dan musik tradisional sering kali dipadukan dengan elemen-elemen kontemporer, menciptakan karya-karya baru yang tetap menghormati akar budayanya.

Sastra sebagai Cerminan Kehidupan Sosial

Sastra di Bekasi tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga cermin dari kehidupan sosial masyarakatnya. Dalam karya-karya yang muncul dari daerah ini, kita dapat melihat bagaimana masyarakat Bekasi merespons perubahan zaman. 

Dari kehidupan agraris hingga transformasi menjadi kota yang semakin urban. Karya-karya sastra dari Bekasi sering kali membahas tema-tema seperti perjuangan melawan ketidakadilan, konflik antara tradisi dan modernitas, serta perjuangan identitas di tengah arus globalisasi.

Dalam beberapa dekade terakhir, munculnya penulis-penulis muda dari Bekasi yang mengekspresikan realitas hidup mereka melalui puisi, cerpen, dan novel, menunjukkan bahwa sastra tetap menjadi medium penting untuk menyuarakan pengalaman hidup, aspirasi, dan kritik terhadap kondisi sosial di Bekasi. 

Karya-karya ini tidak hanya menjadi representasi dari budaya lokal, tetapi juga menjadi bagian dari diskursus sastra Indonesia secara keseluruhan.

Budaya Bekasi, dalam perspektif sastra, menawarkan kita pemahaman yang mendalam tentang bagaimana sebuah masyarakat bisa terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati dirinya. Melalui sastra, kita dapat melihat bagaimana tradisi dan modernitas saling berdialog, menciptakan identitas yang dinamis dan terus hidup di tengah tantangan zaman. Sastra Bekasi, dengan segala kekayaan dan keunikannya, adalah salah satu bentuk warisan budaya yang perlu terus dipelihara dan dikembangkan agar generasi mendatang dapat mengenal dan menghargai akar budaya mereka sendiri.

--------------------------------------------------- 

*) Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.