Home Ekbis Berbagai Upaya Menggerakan Sektor Riil

Berbagai Upaya Menggerakan Sektor Riil

801
0
SHARE
Berbagai Upaya Menggerakan Sektor Riil

JAKARTA - Parahyangan Post -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sedang menyiapkan berbagai paket kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah.

Sri Mulyani enggan merinci paket kebijakan seperti apa yang sedang disiapkan. Yang pasti paket kebijakan itu akan mendukung daya beli masyarakat menghadapi kenaikan harga yang mungkin terjadi di kondisi seperti saat ini. 

Hal ini diungkapkan Sri Mulyani usai melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo dan seluruh pejabat KSSK, mulai dari Gubernur BI Perry Warjiyo, Kepala LPS Purbaya Yudhi Sadewa, hingga Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar. 

"Kami sedang menyiapkan berbagai langkah paket kebijakan nanti agar sektor riil tetap terjaga, masyarakat kelas menengah terutama kelompok bawah daya belinya terutama dalam menghadapi El Nino bisa didukung melalui instrumen yang akan segera kita rumuskan," beber Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023). 

Untuk merespons kondisi sektor riil agar tetap terjaga, inflasi, nilai tukar maupun stabilitas sistem keuangan semuanya harus terjaga. Dia juga menyinggung akan ada adjustment ataupun penyesuaian dilakukan. 


"Ini akan dilakukan berbagai langkah mengamankan, ada adjustment pasti namun itu adalah di dalam untuk terus menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi tetap bisa berjalan secara sustainable," papar Sri Mulyani.

Sejalan dengan program pemerintah, sektor riil atau ekonomi rakyat yang nota bene bergerak di sektor paling pinggir justru diharapkan bisa berkembang menggerakan ekonomi nasional.

Menurut Rika Fatimah, Usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi usai pandemi sehingga posisinya menjadi sangat penting. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan pernah menyatakan UMKM menyumbang 90 persen dari kegiatan bisnis dan berkontribusi lebih dari 50 persen lapangan pekerjaan di seluruh dunia. Di negara berkembang, UMKM formal berkontribusi sekitar 40 persen dari Produk Domestik Bruto.Baca juga : Dorong UMKM Go Global, Erick Thohir Perkuat Pembiayaan dan Pendampingan Untuk UMKM MilenialHal itu dibenarkan oleh pendiri, konseptor dan tenaga ahli Global Gotong Royong Tetrapeneur (G2RT) Rika Fatimah, Menurutnya, hal ini menjadi sebuah gerakan baru. "Kekuatan ekonomi di Indonesia itu justru dari UMKM karena kita menang di volume atau jumlah," tuturnya saat diwawancarai Penas, Senin malam (23/10).

Meski demikian, dia menegaskan ekonomi di Indonesia bukanlah sekadar kegiatan, tetapi pergerakan ekonomi secara bersama-sama.

Dia mencontohkan ketika membahas produk desa, maka mau tidak mau meskipun memaproduksi sendiri-sendiri tetapi saat bergerak harus dalam satu kesatuan sehingga nanti yang dilihat adalah kekuatan korporasi dengan segala bentuk khas dan cara bekerja yang khusus.

 "Jika dalam G2RT bukan tentang kemasan dan promosi yang bersama-sama tetapi sampai sampai detail breakdown cara bekerja bisnis konvensional itu juga berubah di dalam bekerja. Orang tidak lagi bekerja dengan job description-nya dan dibentuk oleh sistem," kata Rika yang juga merupakan dosen senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada ini.

Di luar negeri dengan kategori maju, hal tersebut bisa diberlakukan karena edukasi sudah merata, sudah tidak ada lagi putus sekolah, tidak punya bahan baku yang melimpah, dan cenderung statis.

Berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia, masih menurutnya meski memiliki kekayaan alam yang melimpah hal itu tidak bisa diberlakukan karena mengikuti unsur humanistiknya. "Kalau di G2RT, sistem bekerjanya tidak buru-buru ke produk. Kita ke intelektual manusia. Intelektual manusia ini bekerjanya berubah menjadi fungsi operasi, fungsi keuangan, dan fungsi pasar."Di sisi lain, Indonesia masih banyak ketinggalan dari sisi kesehatan dan pendidikan. Bagi Rika Fatimah pendidikan bukan hanya skill set, tetapi educate the mindset.

“Skill set kita tidak diajarkan memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Kita diajarkan bekerja dengan baik. Demand industri bisa kita penuhi karena kita disetting following order, bukan creating. Bagi saya ini emergency tingkat dewa. Bangsa besar, bahan baku melimpah, pendidikan tidak optimal. Indikatornya adalah masalah guru honorer tidak kunjung selesai," ucap alumni Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ini lebih jauh.

Dia kemudian mencontohkan Finlandia, di mana guru menjadi sebuah profesi yang ekslusif dan sangat dihargai. Guru tidak boleh menyambi, dan fokus pada kegiatan di sekolah dengan berbagai tunjangan dan gaji yang layak. "Apa yang dilakukan Finlandia membuat pendidikan mereka maju, dampak multiefeknya bisa ke ekonomi dan pengembangan teknologi. Multiefek yang lain, masyarakatnya diajak bicara bisa nyambung, kemudian yang punya ide - ide visioner direspons dengan baik. Beda dengan di Indonesia. Di sini inovasi justru aneh karena dinilai nggak nyambung. Itulah mengapa pendidikan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.

"Vietnam, seperti yang dituturkan Rika Fatimah, beberapa tahun lampau terang-terangan mensitasi Indonesia dengan Repelita terutama dalam pengembangan industri pertanian. “Itu tahun 2002. Sekarang apa yang terjadi, mereka menjadi eksportir beras nomor satu di dunia. Banyak negara belajar dari kearifan lokal Indonesia dengan gotong royongnya dan bisa membawa negara itu jadi negara besar. Bukan teknologi. Contoh lain adalah Korea, mereka juga mencontoh gotong royong namun dibawa ke ranah ekonomi. Saat 1970 mereka masih berkembang, kini apa yang terjadi, mereka menjadi negara maju dan kita masih berkembang.

" Gotong royong, menurut Rika Fatimah menjadi nafas termasuk dalam perekonomian di Indonesia. Ketika gotong royong dibawa ke aspek ekonomi maka permasalahan yang kecil-kecil, bahkan di bawah mikro, justru bisa menjadi potensi yang akan bisa membentuk sebuah ekosistem yang baru.

"Jadi ketika dunia global masih mayoritas kapitalisme, komunis. dan lainnya kita harus berdampingan, bukan berubah. Justru harapannya kita mengedukasi global, ada poros ekonomi yang telah ditetapkan sejak kelahiran Indonesia. Ini poros asli Indonesia. Ideologi Pancasila tentunya settingnya kemudian ideologi Pancasila yang menjadi dasar negara sehingga sistem ekonomi kita harusnya tidak akan jauh berbeda, terutama sila pertama dan kelima. Termasuk melibatkan Tuhan," jelasnya.Dia berharap kekayaan Indonesia dalam hal gotong royong bisa membuat produk UMKM bisa mengglobal.

Dia bercerita di masa kini pasar global sudah terdidik dengan baik. Mereka tidak lagi melihat kemasan, bukan hanya kualitas, mereka suka mendengar story telling apalagi tentang Indonesia. Menurutnya Indonesia memiliki cerita yang sangat banyak termasuk kisah penjajahan, kerajaan, budaya, dan di kancah global sangat memukau.

Ketika Rika Fatimah diundang atase perdagangan Kairo beberapa waktu yang lalu (tepatnya di bulan Agustus), dia sempat menawarkan produk. Produk biasa, tidak dengan kurasi profesional tetapi mereka tahu produk ini di-backup oleh akademisi, pemerintah, dan dipersiapkan dengan baik. Dan mereka tahu produk yang sekarang ada hanyalah sementara, Mereka percaya apapun nanti permintaannya akan bisa dipenuhi.

“Ketika ditawarkan mereka tahu ini produk yang berkualitas dan tersertifikasi. Bisa diterima. Tetapi begitu masuk dengan cerita standar berbisnis ala Indonesia dengan gotong royong, produk ini diproduksi oleh satu desa, mereka justru menjadi lebih antusias," pungkas Rika menutup perbincangan.

(Aji Setiawan/PP)