Home Agama Ulama Muda Harus Tegas Menyikapi Berita Hoax

Ulama Muda Harus Tegas Menyikapi Berita Hoax

Kongres Ulama Muda Muhammadiyah

1,711
0
SHARE
Ulama Muda Harus Tegas Menyikapi Berita Hoax

Keterangan Gambar : Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar S. menyerahkan plakat kepada Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, usai pembukaan Kongres ulama muda Muhammadiyah di Jakarta, Selasa 30/1.

Jakarta, parahyangan-post.com-Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak meminta semua pihak tidak memproduksi berita hoax di tengah tahun politik. Hal tersebut disampaikan dalam Kongres Ulama Muda Pemuda Muhammadiyah di Gedung Muhammadiyah, Jalan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Januari 2018.

“Harus ada tausiah yang terang dan tegas dari ulama muda mengenai hoax  yang diproduksi menjelang tahun politik,” pintanya.

Selain itu Daniel juga mencela  buzzer politik.  Buzzer  adalah haram karena menebar fitnah dan kebohongan,” tegasnya.

Istilah buzzer politik mengacu pada konsep buzz marketing, yaitu aktivitas atau kegiatan pemasaran suatu produk pada saluran media komunikasi untuk menciptakan gangguan. Gangguan tersebut ditujukan pada kompetitor untuk menarik target audience. Buzzer inilah yang akan melempar isu di media sosial, terutama Twitter, sehingga menjadi perbincangan luas khalayak (viral). Agar sebuah tweet menjadi viral, biasanya akun Twitter yang  menjadi buzzer didukung oleh puluhan bahkan ratusan akun robot (dikenal dengan akun bot, yang dibuat untuk pekerjaan otomatis seperti retweet). Atau sesama akun Twitter yang menjadi buzzer tersebut saling sahut menyahut tentang suatu isu yang sedang diperbincangkan.

Tengah-tengah

Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang  membuka Kongres meminta ulama muda mengawal dan menjaga Islam yang moderat. Mengembalikan (pemahaman Islam) ke tengah.

“Itulah Islam wasathiyah, Islam yang di tengah-tengah,” katanya.

Lukman menjelaskan, dalam penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan di Kementerian Agama, muncul kecenderungan dua kelompok ekstrem, yaitu ekstrem kiri dan kanan, dalam memahami ajaran agama Islam. Sebagian orang, ujar Lukman, memahami Islam yang sangat bertumpu pada teks Al-Quran dan hadis.

"Sangat mendewakan teks, menafikan kemampuan akal nalar.” Golongan ini memahami Islam hanya melalui bunyi Al-Quran, isi hadis, dan menolak konteks. “Mengabaikan lingkungan strategis, kenapa ayat itu diturunkan," tuturnya.

Sebaliknya, ada sebagian orang yang begitu liberal dalam memahami agama. Mereka mendewakan serta mengagungkan akal, nalar, dan pikiran, sehingga mengabaikan teks sama sekali, seperti Al-Quran dan hadis. "Mereka yang terlalu konservatif sama bahayanya dengan mereka yang terlalu liberal dalam memahami agama," katanya.*** (pp/lutan)