Home Opini Tindak Asusila di Kampus, Bukti Pergaulan Makin Liberal

Tindak Asusila di Kampus, Bukti Pergaulan Makin Liberal

608
0
SHARE
Tindak Asusila di Kampus, Bukti Pergaulan Makin Liberal

Keterangan Gambar : Dyandra Verren

Oleh : Dyandra Verren,
Alumnus Universitas Gunadarma

JAGAT - Media heboh atas viral video asusila di kampus UINSA yang diduga dilakukan oleh mahasiswa di kampus. Di dalam video viral tersebut, dua pasangan diduga melakukan perilaku asusila di dalam gedung dan perbuatan tidak senonoh itu terekam di balik kaca. Pihak kampus telah mengonfirmasi hal tersebut dan kini sedang dalam tahap penyelidikan dan pemanggilan orang tua tersangka (Jawapos, 17/05/2024). 

Hal ini menunjukkan liberalisasi pergaulan makin nyata, apalagi terjadi di kampus keagamaan yang biasanya menjunjung tinggi agama dalam interaksi hari-hari. Ini sebuah pukulan keras karena ternyata pendidikan di lembaga Islam yang ada saat ini belum menjamin kualitas keimanan dan ketakwaan anak didiknya. Kasus ini pun bukan pertama kali, tahun lalu kasus yang sama dilakukan oleh mahasiswa Universitas Andalas. Rusaknya pemikiran anak muda membuat mereka tak peduli lagi cara-cara memuaskan nafsu yang sesuai kaidah. Tidak mengenal tempat dan waktu, juga menyepelekan sistem sanksi. 

Lemahnya sistem hukum negeri ini membuat tak adanya rasa takut ketika melakukan pelanggaran. Di sisi lain menunjukkan adanya kegagalan pembentukan kepribadian dalam sistem pendidikan, apalagi di kampus ada pakta integritas untuk menjaga kemuliaan dan martabat mahasiswa, nyatanya kasus seperti ini tak hentinya terjadi. 

Terbitnya Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi sebagai landasan memang kontroversial sejak pertama kali dibuat. Peraturan ini berpotensi melegalkan perzinaan di lingkungan perguruan tinggi, apalagi terdapat frasa “persetujuan/otorisasi/setuju” dalam ketentuan peraturan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan ini berarti melegalkan tindakan seksual bebas asalkan ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Tak mengherankan jika perilaku asusila di kalangan intelektual mewabah tanpa adanya sistem rem pengendali/penghenti yang dapat berperan secara penuh. 

Jika kita tarik akar permasalahan utamanya adalah dianutnya prinsip sekuler dalam kehidupan kita sehari-hari. Prinsip sekularisme yang kemudian melahirkan liberalisme menganut kebebasan, termasuk kebebasan berperilaku, sehingga norma-norma Islam semakin terpinggirkan. Kalangan sekuler dan liberal pada umumnya tidak merasa memerlukan ketentuan hukum Islam karena berpegang bahwa hidupnya bebas dan bisa menjalankan apapun semaunya. Sungguh sangat disayangkan pemikiran ini meresap ke dalam sendi-sendi anak muda Indonesia. 


Adapun tindak asusila yang terjadi sama dengan mendekati zina. Kita semua tahu dalam Islam, zina termasuk bagian dari dosa besar. Sebab, perbuatan amoral perzinaan bisa mengundang azab bagi masyarakat. Rasulullah SAW bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani). 

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu dan kebodohan tampak jelas, dan banyak yang minum khamar dan banyak orang berzina secara terang-teranga.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Sistem hari ini sangat berbeda dengan nilai-nilai yang diemban Islam. Di dalam Islam, seorang manusia memiliki tanggung jawab di hadapan Allah SWT atas semua perbuatan yang dilakukannya. Kemaksiatan tidak akan dilakukan apalagi di wilayah pendidikan karena pendidikan dalam Islam menanamkan tauhid sedari dini. Dari tauhid seorang individu Islam mengenal idrak sillah billah yakni, yakin bahwa Allah selalu melihat apapun yang kita lakukan. 

Islam sendiri memiliki sistem pendidikan yang dibangun atas asas akidah Islam yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam, termasuk memahami tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan hanya bisa berinteraksi umum pada kegiatan terkait pendidikan, kesehatan, dan jual beli. Itupun diatur lagi dari cara berpakaiannya, dan komunikasi macam apa yang diperbolehkan. 

Islam memiliki tiga pilar penjaga ketaatan pada aturan Allah di manapun berada. Landasan akidah, budaya amar makruf nahi mungkar dan penerapan aturan Islam secara konsisten oleh negara. Sistem sanksi islam merupakan sistem yang tegas dan menjerakan sehingga dapat mencegah pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masyarakat. (*)