Home Opini TEROR INVESTASI ASING DALAM PELAYANAN KESEHATAN

TEROR INVESTASI ASING DALAM PELAYANAN KESEHATAN

1,285
0
SHARE
TEROR INVESTASI ASING DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Oleh: Niswa / Aktivis Muslimah

Pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR banyak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Salah satu dampaknya adalah semakin membuka keran investasi asing selebar-lebarnya untuk berbagai sektor, mulai dari perdagangan, industri, pendidikan, hingga kesehatan.  Pelayanan kesehatan hari ini, dijadikan salah satu komoditas ekonomi yang terdampak perdagangan antar negara. Hal ini bisa kita lihat dengan masuknya rumah sakit dan tenaga medis asing ke Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan sejumlah rumah sakit (RS) asing akan masuk ke tanah air. Mereka berasal dari Australia hingga Singapura. Hal itu disampaikan Luhut dalam acara Outlook 2021: The Year of Opportunity yang digelar secara virtual, Rabu (21/10/2020). 

Ia mengungkapkan, ada beberapa RS yang sudah diajak berinvestasi. Mereka antara lain Mayo Clinic, John Hopkins Medicine, dan Anderson Hospital. Bahkan dengan alasan wisata medis, pemerintah juga berencana untuk memperbolehkan dan mengizinkan dokter asing lebih banyak di Indonesia. 

Menurut Luhut, lewat wisata medis ini nantinya pemerintah ingin Indonesia melakukan diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan serta devisa kita agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. (cnbcindonesia.com, 21/10/2020) 

Kesehatan sejatinya adalah sebuah kebutuhan dasar harus terpenuhi.  Bahkan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.  Maka sudah selayaknya pelayanan kesehatan tidak dijadikan industri, yang akan semakin menjauhkan dari tujuan memenuhi kebutuhan kesehatan bagi seluruh warga Negara tanpa kecuali.

Pelayanan kesehatan bukanlah objek yang bisa digunakan  untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan bagi kaum kapitalis, karena misi dari layanan kesehatan sejatinya adalah bukan materi.  Akan tetapi fakta yang terjadi hari ini adalah, penilaian baik dan buruknya pelayanan kesehatan dihubungkan dengan perhitungan ekonomi.  Hal itulah yang dijadikan tameng oleh pemerintah untuk mengeluarkan regulasi tentang internasionalisasi pelayanan kesehatan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan. 

Bahkan untuk melengkapi regulasi internasionalisasi layanan kesehatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Luhut Binsar Panjaitan berniat mendatangkan dokter asing untuk mengembangkan wisata medis. Keinginan ini bermula dari banyaknya WNI yang berobat ke Malaysia dan Singapura karena layanan kesehatan di dua negara tersebut murah serta menjanjikan kesembuhan yang lebih cepat. 

Padahal menurut Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (
IDI), Slamet Budiarto, pemerintah seharusnya mengoptimalkan dokter WNI ketimbang melonggarkan izin untuk dokter asing di Indonesia. "Kualitas dokter kita sama dengan di luar negeri," kata Slamet kepada Tempo, Sabtu, 29 Agustus 2020.

Jika berniat memajukan dunia kedokteran Indonesia, Slamet menyarankan pemerintah agar memenuhi empat langkah. Pertama, alat kesehatan dan obat yang tidak dikenakan pajak. Kedua, pembiayaan kesehatan harus rasional. Ketiga, WNI lulusan universitas top di luar negeri diminta kembali ke Indonesia. Keempat, memperbaiki sistem kesehatan. (Tempo.co, 29/08/2020) 

Internasionalisai layanan kesehatan akan memperlihatkan kepada kita bagaimana cara sistem kapitalis menghilangkan sedikit demi sedikit kendali Negara terhadap kebutuhan dasar masyarakat, dalam hal ini layanan kesehatan. Kerjasama investasi akan semakin menguatkan cengkeraman  kepentingan asing dalam setiap keputusan yang dibuat. Dan menjadikan Negara hanya sebagai fasilitator, sementara fungsi dan tanggung jawab lain seperti penyelenggaraannya diserahkan kepada investor asing..

Investasi asing dalam hal layanan kesehatan akan semakin mendekatkan kita pada program privatisasi.  Akibatnya biaya untuk pelayanan kesehatan dibebankan kepada masyarakat. Biaya kesehatan akan semakin mahal, sehingga masyarakat miskin akan semakin susah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.  Kaum kapitalis akan semakin kaya, karena bebas mengeruk keuntungan dari masyarakat. 


Seperti inilah gambaran pelayanan kesehatan dalam sistem kapitalis, semua dinilai dengan perhitungan untung dan rugi sesuai dengan mekanisme pasar. Dengan cara yang halus menciptakan opini bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama, pemerintah berusaha sedikit demi sedikit lepas tangan dari kewajiban menanggung kesehatan rakyatnya. Sehingga pelayanan kesehatan akan berpihak kepada mereka yang kaya dan memiliki kemampuan untuk membayar. Sementara mereka yang miskin akan semakin terpinggirkan.  Jadi, jangankan untuk meningkatkan layanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia, untuk memenuhi hak rakyat terhadap layanan kesehatan saja masih jauh dari kata tercapai. 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam, Islam menjadikan Negara sebagai pelayan umat.  Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat, sehingga menjadi kewajiban Negara untuk menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyanya secara cuma-Cuma bagi seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.  Sesuai dengan hadist rasulullah saw, yang artiya :

Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Hal itu sudah dijalankan sejak masa Rasul saw. Delapan orang dari Urainah datang ke Madinah menyatakan keislaman dan keimanan mereka. Lalu mereka menderita sakit gangguan limpa. Nabi saw. Kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba’, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal yang digembalakan di sana. Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.

Keberhasilan peradaban Islam mengenai pelayanan kesehatan begitu besar. Sebagai salah satu bukti, rumah sakit yang pertama kali dibangun di dunia didirikan oleh orang muslim pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Al-Malik dari Dinasti Umayyah. Untuk selanjutnya dibangun banyak rumah sakit yang bukan saja sebagai pusat pelayanan kesehatan tapi juga sebagai pusat referensi dunia kedokteran hingga saat ini.

Contoh lain adalah RS Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Sebagai pelayanan kesehatan, RS pada masa Islam, terkenal dengan manajemen, pelayanan dan fasilitas pengobatan yang sangat luar biasa. Sehingga kebutuhan kesehatan rakyat terpenuhi tanpa terkecuali.

Untuk mewujudkan hal tersebut, sistem kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, penyelenggaraannya harus didukung oleh berbagai sistem, baik ekonomi, politik, dan lainnya yang menjadi bagian integral dari keseluruhan aspek kehidupan Islam yang diterapkan oleh pemerintahan Islam yaitu Daulah Khilafah.

Penerapan syariah kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah telah mendorong banyak kegemilangan dalam setiap aspek kehidupan yang dapat dirasakan oleh semua rakyat, termasuk dalam hal kesehatan.  Ketiadaannya telah membuat keterpurukan, karena besarnya faktor ketergantungan Negara terhadap asing.  Sehingga setiap regulasi yang dihasilkan, selalu akan berpihak pada kepentingan asing dan sama sekali tidak memikirkan kepentingan rakyat.

Keberhasilan yang ditorehkan oleh peradaban Islam tentu saja bisa dijadikan pemantik kesadaran bagi umat bahwa sistem Islam sejak dahulu telah memiliki pola pengaturan yang luar biasa terhadap segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam hal kesehatan. Maka menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Daulah Khilafah adalah solusi untuk memenuhi hak pelayanan kesehatan terhadap seluruh rakyat.