Home Opini Terjebak dalam Dunia Digital: Prostitusi Online dan Krisis Moral di Kota Depok

Terjebak dalam Dunia Digital: Prostitusi Online dan Krisis Moral di Kota Depok

751
0
SHARE
Terjebak dalam Dunia Digital: Prostitusi Online dan Krisis Moral di Kota Depok

Oleh: Dyandra Verren

Di sebuah kota yang terletak di pinggiran Jakarta, Depok, Reza seorang pemuda berusia 20-an tahun menjalani hidupnya dengan segala harapan. Kota Depok, yang dikenal sebagai kota mahasiswa dan kota religius, penuh dengan perguruan tinggi ternama dan kehidupan yang berlandaskan pada nilai-nilai agama. Di sinilah Reza tumbuh besar, di tengah kampus-kampus yang dipenuhi mahasiswa dari berbagai penjuru negeri, dan di lingkungan yang mayoritas penduduknya menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Namun, di balik citra religius kota ini, Reza menemukan dirinya terperangkap dalam dunia yang sangat jauh dari nilai-nilai yang seharusnya ia pegang. 

Reza adalah bagian dari generasi muda yang terpapar pada teknologi digital sejak dini. Seperti kebanyakan anak muda lainnya, ia sangat akrab dengan dunia maya, menjelajah media sosial tanpa batas, baik itu mencari informasi, hiburan, dan bahkan mencoba berinteraksi dengan orang-orang yang tak dikenal. Depok yang sibuk dan dinamis, penuh dengan mahasiswa dan pekerja muda, tidak hanya menyediakan tempat-tempat ibadah dan pengajian, tetapi juga menawarkan tempat-tempat kesenangan dunia yang kadang sulit dikendalikan. Kecepatan informasi yang tersedia seolah menjadi angin segar bagi siapa pun yang ingin mengeksplorasi kehidupan mereka lebih jauh. Namun, di sisi lain, dunia maya juga membawa godaan yang besar—terutama bagi generasi muda yang tidak memiliki pegangan moral yang kuat. 


Suatu malam, setelah bertahun-tahun menggunakan internet untuk berbagai keperluan, Reza mulai menemukan dunia yang tidak ia kenal sebelumnya—sebuah dunia yang menawarkan uang cepat dan kemewahan dengan harga yang sangat tinggi. Prostitusi online. Di tengah kehidupan kampus yang sibuk dan lingkungan Depok yang religius, Reza mulai menyadari bahwa meskipun kota ini dikenal dengan kehidupan agamanya, banyak orang yang terjebak dalam perbuatan yang jauh dari ajaran agama. Bahkan, teman-temannya, yang juga sesama mahasiswa, bercerita tentang cara mudah mendapatkan uang lewat dunia maya tanpa harus bekerja keras, tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjang, bahkan tanpa memikirkan tanggung jawab akhiratnya. Reza mulai terjebak dalam komplotan itu. Ia merasa tidak ada yang mengawasi, dan dunia maya seolah memberikan kebebasan untuk melakukan apapun tanpa batas. Dengan terus-menerus mengakses situs-situs yang tidak sehat, ia mulai melihat prostitusi online bukan sebagai sesuatu yang asing, tetapi sebagai jalan pintas menuju kehidupan yang lebih mudah. Reza dan 4 temannya itu menawarkan perempuan-perempuan bahkan yang di bawah umur pada lelaki hidung belang melalui aplikasi seperti MiChat dan Locanto, menjadikan prostitusi online sebagai bisnis mereka. Padahal, di kota Depok yang terkenal religius ini, seharusnya nilai-nilai Islam yang membimbing setiap langkah kehidupan warganya, termasuk dalam menggunakan teknologi. 

Di sisi lain kota Depok, ada Ayana, seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama di kota itu. Ayana tumbuh di lingkungan yang sangat memperhatikan agama, keluarga yang selalu mengajarkan nilai-nilai Islam, dan teman-teman yang selalu mengingatkan tentang pentingnya menjaga moralitas. Namun, meskipun Depok dikenal sebagai kota religius, Ayana mulai merasa terhimpit oleh tekanan hidup. Biaya hidup di kota yang ramai ini cukup tinggi, dan meskipun ia seorang mahasiswa berprestasi, uang jajan yang ia terima tak pernah cukup untuk memenuhi semua kebutuhan. Gaya hidup teman-temannya yang hedon pun mempengaruhinya, dan Ayana mulai berpikir untuk mencari cara lain yang bisa memberinya kebebasan finansial. Ayana pun terperangkap dalam dunia yang sama seperti Reza. Ia mulai mengenal prostitusi online melalui pertemanan di media sosial. 

Pada awalnya ia ragu, merasa bahwa dunia itu tidak cocok dengan prinsip yang ia anut, terutama di tengah lingkungan yang penuh dengan pengajian dan nilai-nilai keagamaan yang kuat di Depok. Namun, godaan itu datang perlahan, seperti arus yang mengalir tanpa bisa dihentikan. Uang yang cepat didapat dengan menjajakan dirinya mampu memenuhi gaya hidup ayana yang tampak glamor di dunia maya ataupun dunia nyata. Hal itu membuat Ayana akhirnya merasa ini adalah jalan keluar. Ia merasa bahwa apa yang terjadi di dunia maya tidak akan terungkap di dunia nyata, dan Depok yang dikenal sebagai kota mahasiswa seolah menjadi pelarian dari kesulitan hidupnya. 

Cerita ini bukan hanya tentang Reza dan Ayana, tetapi juga tentang banyak anak muda di Depok yang terjebak dalam godaan dunia digital. Kota yang penuh dengan nilai-nilai religius dan juga menjadi pusat pendidikan, ternyata bisa menjadi tempat bagi mereka yang kehilangan arah dalam menjalani kehidupan. Kasus prostitusi online yang semakin marak di Kota Depok menggambarkan kegagalan serius dalam sistem pendidikan dan regulasi pemanfaatan teknologi. Sepanjang tahun ini tak hentinya dimuat diberita-berita Depok betapa sering aparat kepolisian menjaring praktik ini di apartemen-apartemen kota Depok. Terbaru di 20 November 2024, Kejari Depok mengungkap kasus ekspoitasi prostitusi di bawah umur via online yang dijalankan komplotan di Apartemen Saladin bahkan mengatakan bersiap akan mengungkap jika ada keterlibatan Pejabat. Fenomena yang sungguh miris. Depok yang dikenal sebagai kota religius dan kota mahasiswa, seharusnya menjadi tempat yang membentuk generasi muda dengan nilai-nilai moral dan agama yang kuat. Namun, kenyataannya justru menunjukkan banyaknya generasi muda yang terjerumus ke dalam dunia digital yang penuh dengan godaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pendidikan yang ada belum sepenuhnya mampu memberikan bekal moral yang kuat bagi para pelajar dan mahasiswa. 

Pemerintah Kota Depok, sebagai pihak yang seharusnya mengawasi dan mengatur regulasi terkait pemanfaatan teknologi, tampak belum cukup efektif dalam mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan digital. Tanpa adanya regulasi yang tegas dan sistem pendidikan yang lebih mengedepankan pembinaan aqidah dan moral, generasi muda semakin mudah terjebak dalam perilaku yang merusak. Dunia digital yang tanpa batas ini semakin menggoda, dan tanpa pedoman yang jelas, banyak yang tersesat.

Di sinilah urgensi penerapan Islam dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting. Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana mengatur setiap aspek kehidupan, termasuk interaksi dalam dunia digital. Dengan ajaran Islam sebagai landasan, pemerintah, masyarakat, dan individu akan memiliki pedoman yang kuat dalam menghadapi tantangan zaman dan memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.(*)


Referensi : 
https://www.liputan6.com/news/read/5798281/kejari-depok-bakal-bongkar-jika-pejabat-terlibat-prostitusi-online-di-depok 
https://depok.tribunnews.com/2024/11/23/prostitusi-online-di-depok-beroperasi-di-apartemen-jajakan-remaja-dibawah-umur-pejabat-terlibat#google_vignette