Home Husada Terapi Eyang Agung 20 Tahun

Terapi Eyang Agung 20 Tahun

Saksi Hidup Perjalanan Sukses 20 Tahun Terapi Eyang Agung

3,726
0
SHARE
Terapi Eyang Agung 20 Tahun

Keterangan Gambar : Testimoni Ibu Sunainai yang dimuat di tabloid Eyang Agung

Terapi Eyang Agung 20 Tahun

Saksi Hidup Perjalanan Sukses 20 Tahun Terapi Eyang Agung

 

Ciputat, parahyangan-post.com- Awal bulan Maret lalu pendopo dibikin heboh dengan kedatangan Ibu Sunaini. Wanita berusia 76 tahun ini adalah pasien terlama Eyang Agung. Ia pertama kali menjalani terapi tahun 2001. Jadi hampir 20 tahun tidak bertemu, terus tiba-tiba datang lagi. Tentu saja membuat pendopo kaget. Ditambah lagi dengan sikapnya yang gaul, menambah suasana di ruang praktek menjadi riuh. 

Dulu, saat pertama kali menjalani terapi, Ibu Sunaini juga membikin geger. Bukan saja  seluruh tamu terapi kaget, tetapi juga orang sekampung. Karena dia datang dengan ambulan yang mengeong-ngeong. Masyarakat sekitar Sarua juga geger. Mereka menduga yang dibawa oleh ambulan itu adalah mayat.

Koma

Penyakit yang diderita Ibu Sunaini  saat itu tergolong berat dan aneh. Ia dibawa ke terapi Eyang Agung (saat itu praktek masih di rumah lama) dalam keadaan koma. Tidak sadarkan diri sama sekali. Tangan dan kakinya diikatkan ke pegangan tempat tidur. Obat-obatan dan peralatan medis, seperti infus dari rumah sakit masih melekat pada tubuhnya.

Menurut keluarga yang membawa, kaki dan tangannya itu harus diikat,  karena kalau dia terbangun dari pingsannya, maka dia akan mengamuk dan mencopoti semua peralatan medis yang menempel di tubuhnya.

Sebelum dibawa ke tempat Eyang Agung, Sunaini sedang menjalani pengobatan di rumah sakit. Namun karena tidak ada perobahan, keluarganya memutuskan untuk menjalani terapi di Eyang Agung. Jadi dia dibawa ‘kabur’ dari perawatan rumah sakit untuk diterapi Eyang Agung.

Masih Lincah

Saat ini Bu Sunaini masih lincah mengelola,  “Mie Bakso 99”  yang terletak di kawasan Ciputat, 

“Saya sebenarnya malu bertemu Eyang Agung lagi. Maklum sudah lama sekali tidak ke sana. Sudah hampir 20 tahun. Saat pertama kali ke Eyang, umur saya kalo gak salah 56 atau 57  tahun deh. Sekarang saya sudah 76 tahun. Kemaren saya ke sana lagi. Rasanya  gimana gitu. Malu ati,” tuturnya polos.

Eyang Agung, menurut Ibu Sunaini, ternyata masih ingat dirinya. Eyang masih seperti dulu, seperti saat pertama kali dia datang. Selalu ceria, penuh canda  dan tawa.

“Saya jadi ikut tertawa ngakak juga. Pokoknya saya senang, deh. Sepertinya Eyang awet muda, ya. Wajahnya kagak beruba-berubah dari dulu. Kalau saya mah sudah keriput, maklum sudah 76 tahun. Sekarang tempat terapi Eyang Agung sudah semakin bagus, ya. Dulu kan disamping rumahnya. Pasien berdesak-desakkan. Kalau sekarang kan enak. Pendopo luas, pengantri nyaman dan bisa santai di pendopo yang luas,” tutur Sunaini mengawali ceritanya.

Kenangan 19 Tahun Lalu

Ibu Sunani masih mengingat  kenangan pertama kali menjalani terapi di Eyang Agung.

“Saat itu benar-benar suatu keajaiban saya bisa sembuh melalui terapi Eyang Agung. Bahkan saya sendiri tidak menyangka. Ketika saya sadar,  saya sudah berada di tempat yang saya sendiri tidak tahu. Saya tanya pembantu saya. Saya berada di mana?  Pembantu saya mengatakan di tempat Eyang Agung. Saya kaget. Namun yang membuat saya lebih kaget lagi badan saya sudah bisa digerakkan. Saya sudah bisa berdiri. Bahkan suami saya yang datang pun kaget melihat saya bisa berdiri. Padahal  di rumah sakit saya tidak bisa apa-apa.

Makanya ketika itu, keluarga memutuskan untuk menjalani terapi sampai tuntas. Keluarga  mengontrak rumah di dekat terapi Eyang Agung selama  sebulan. Biar saya bisa menjalani terapi setiap hari. Alhamdulillah saya sembuh tidak sampai sebulan. Hanya sekitar dua minggu saya sudah sembuh total dan pulang. Jadi kontrakanya saya tinggalin saja. Untung tuh yang punya rumah.

Saat itulah Eyang mempopulerkan panggilan saya dengan Cici, sehingga semua orang memanggil saya Cici. Sampai sekarang nama itu melekat pada saya.

Ketika sudah boleh pulang, saya diminta Eyang Agung untuk kontrol, minimal sebulan sekali atau tiga bulan sekali. Tapi saya sudah merasa sehat sekali, makanya saya tidak ke sana lagi. Itulah yang membuat saya malu bertemu Eyang.

Dan Alhamdulillah memang sejak itu penyakit saya tidak pernah kambuh lagi. Orang-orang, terutama tetangga saya heran melihat saya bisa sembuh total. Mereka seakan tidak percaya. Tetapi itulah kenyataannya. Saya pun memberi tahu kepada semua orang untuk menjalani terapi di Eyang Agung. Banyak juga kok yang datang ke tempat Eyang setelah saya beri tahu.”

Pergelangan Ngilu

Kedatangan Ibu Sunaini ke tempat Eyang Agung  awal Maret lalu untuk mengobati penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan penyakit 20 tahun lalu. Yang dideritanya saat ini adalah pergelangan tangannya  kaku. Di samping itu ia juga menderita flu dan pilek berat.

“Pergelangan tangan saya ini kaku. Tidak bisa digerakkan. Ini sangat menggangu aktivitas saya. Karena saya  kan masih kerja melayani pelanggan dan meramu masakan. Kemaren itu saya tidak bisa melayani pelanggan. Pergelangan saya ngilu sekali. Tidak bisa diapa-apain.

Saya kemudian memutuskan ke Eyang Agung. Alhamdulillah, sekarang sudah pulih. Saya sudah bisa melayani pelanggan kembali.

Sementara flu dan pilek saya juga sudah sembuh. Saya sangat berterima kasih atas bantuan Eyang Agung,” terangnya.

Semoga Maju Terus

Ibu Sunaini  bangga dan salut kepada Eyang Agung. Ia berharap terapi Eyang Agung maju terus dan dapat melayani pasien lebih banyak lagi. Dia merasakan bagaimana telah ditolong oleh terapi Eyang. Makanya ia pun ingin agar orang lain juga bisa mendapat pertolongan Eyang. Terutama sekali pasien tidak mampu. Karena terapi Eyang Agung tidak menetapkan tarif

“Saya salut sekali pada Eyang. Dari dulu tetap seperti itu. Selalu bersemangat. Sikapnya tidak berubah. Terapi tetap tidak menetapkan tarif. Ini luar biasa, sangat membantu. Mudah-mudahan terapi Eyang Agung semakin maju. Gak ada loh terapi seperti Eyang ini yang usianya bisa panjang begini. Bayangkan, saya ke Eyang pertama kali tahun 2001. Sekarang sudah tahun 2020. Hampir dua puluh tahun. Tapi terapi tetap ramai. Pasien berdatangan dari berbagai daerah. Suasana terapi juga semakin nyaman. Mudah-mudahan Eyang tidak bosan-bosannya menolong orang sakit,” tutupnya.*** (boe/pp)