Home Ekbis Sapta Nirwandar: Indonesia harus Menjadi Pemain Utama Produk Halal

Sapta Nirwandar: Indonesia harus Menjadi Pemain Utama Produk Halal

Bakal Gelar even Halal bertaraf internasional di Jakarta

992
0
SHARE
Sapta Nirwandar: Indonesia harus Menjadi Pemain Utama Produk Halal

Keterangan Gambar : Chairman IHLC Sapta Nirwandar (kanan) Ketua Umum PJMI Ismail Lutan (kiri) foto dadang

Jakarta, parahyangan-post.com  Indonesia belum menjadi pemain utama dalam industri halal, padahal penduduk Muslimnya terbanyak. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pelaku ekonomi untuk merebut pasar itu.

Hal tersebut disampaikan Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar, pada Bincang Hangat Halal Tourism di hadapan komunitas wartawan terdiri dari Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) dan Forum Dialog Pariwisata Halal (FDP Halal). Sementara Menparekraf Sandiaga Uno hanya mengirimkan video tapping menyambut kegiatan yang diinisiasi oleh pemerhati wisata halal, Hilda Ansariah Sabri.

“Kita  jangan hanya menjadi konsumen produk halal saja. Tetapi harus menjadi pemain utama, karena kita mempunyai banyak keunggulan yang bisa kita tawarkan kepada dunia,” tutur Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif era Presiden SBY ini.

Lebih jauh Sapta menjelaskan, gaya hidup halal nyatanya sangat relevan untuk semua orang. Hal ini membuat banyak konsumen non-muslim yang akhirnya memilih mempraktikkan gaya hidup halal dan menggunakan produk dari industri halal yang terjamin aman, bersih, dan baik.

“Sektor halal industri kini menjadi tumpuan banyak negara Muslim maupun Non Muslim untuk menguatkan perekonomian negaranya pasca pandemi global,” tambahnya.

Menurut Sapta dalam hal halal industri maka dari sektor kosmetik saja bisa memiliki turunan hingga 65 item produk. Oleh karena itu penjelasan mengenai halal industri ini bisa panjang karena 65 item produk itu baru dari satu sektor kosmetik yang dipakai wanita untuk perawatan dari kaki hingga ujung rambut dan semuanya yang dibutuhkan pasar dunia saat ini adalah bersertifikasi halal.

7 sektor halal industri

Halal industri sendiri mencakup keuangan Islam, pharmacy, food, kosmetik, modest fashion, media dan rekreasi serta halal tourism. Jadi halal tourism pbagian dari 7 sektor halal industri yang terkait dengan praktik Islam yang dikenal sebagai kepatuhan terhadap halal, tambahnya.

Negara -negara non muslim terutama pasca COVID-19 aktif menjaring wisman muslim di dunia yang populasinya mencapai 2. 2 miliar maupun pasar dari non muslim dengan menciptakan kebutuhan pasar yang besar ini. Di sektor halal tourism atau wisata halal populerlah produk paket-paket Muslim Friendly Tourism (Ramah Muslim).

“ Negara non Muslim justru menjadi pemasok terbesar untuk kebutuhan food & beverage atau makanan dan minuman halal kebutuhan umat Muslim seperti daging sapi dan ayam. Di sektor wisata halal, negara Jepang, Thailand, Taiwan justru sukses menjual paket wisata halal,” ungkapnya.

Menurut Sapta RI jangan ikut-ikutan memasarkan paket wisata halal dengan sebutan Muslim Friendly Tourism karena definisinya merujuk pada penyediaan fasilitas dan layanan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim, namun tak sepenuhnya mengikuti pedoman halal sesuai dengan kaidah agama Islam.

Muslim Friendly tujuan utamanya adalah untuk membuat lingkungan yang lebih ramah dan nyaman bagi wisatawan Muslim tanpa memastikan semua aspek benar-benar halal. Memang fasilitas seperti makanan halal, tempat ibadah, dan informasi tentang arah kiblat biasanya disediakan.

Namun, tempat-tempat ini mungkin juga menawarkan opsi non-halal atau tidak memisahkan makanan halal dan non-halal dalam penyajiannya untuk tourism. Sebuah restoran mungkin menyediakan makanan halal tetapi juga menjual alkohol, atau hotel mungkin tidak sepenuhnya mematuhi standar syariah dalam operasionalnya.

“Ironisnya Indonesia dengan penduduk mayaroritas Muslim terbesar di dunia justru belum banyak yang menjadikan halal sebagai brand dan pelaku pariwisata maupun pemerintahnya banyak memakai istilah produknya sebagai Muslim Friendly Destination,”

Menurut Hilda Ansariah Sabri, Ketua Forum Dialog Pariwisata ( FDP) Halal, RI tinggal mengikuti Halal Tourism Services ( HTS) dari Standards and Metrology Institute for Islamic Countries ( SMIIC ) yang dikeluarkan oleh Organisasi Kerjasama Islam ( OKI)

Definisi Halal Tourism

Definisi halal tourism, lebih fokus pada menyediakan semua aspek perjalanan yang sepenuhnya sesuai dengan hukum Islam, mencakup makanan, akomodasi, dan kegiatan yang semuanya harus mematuhi standar halal. Semua elemen perjalanan harus bebas dari unsur-unsur yang diharamkan menurut syariat Islam, tambah Hilda.

Dalam Halal Tourism, semua fasilitas dan layanan, mulai dari makanan hingga akomodasi dan kegiatan, diatur agar sepenuhnya memenuhi standar halal. Ini termasuk makanan yang disiapkan dan disajikan dengan metode yang sesuai syariah.

Menjawab pertanyaan para peserta soal produk halal tourism sebaiknya memakai label apa, maka Sapta Nirwandar menjelaskan Pemerintah Daerah maupun para pelaku pariwisata saatnya bersatu dalam menggunakan label produk wisata halal ( halal tourism) dan mengikuti standar SMIIC dari OKI.

“ Indonesia negara anggota OKI, kami merintis standarisasi HTS justru saat konfrensi OKI di Jakarta tahun 2014 saat saya masih menjadi Wamen Kemenparekraf. Berhubung atasan-atasan saya di Kemenparekraf seperti I Gede Ardika, Jero Wacik, Mari Pangestu adalah non Muslim sehingga acara-acara OKI saya yang menghadiri dan mewakili serta berkontribusi pada hasil-hasil pertemuan termasuk HTS,” tegas Sapta.

Sementara itu, Ketua Umum  PJMI Ismail Lutan,  mengatakan bersama pengurus di sejumlah daerah pihaknya terus meningkatkan kualitas dan produktifitasnya untuk membangkitkan Islam sebagai kekuatan dunia. Hingga saat ini, PJMI sudah terbentuk di Jabodetabek (DKI Jakarta), Pekanbaru (Riau), Manado (Sulut), Surabaya (Jatim), Bandung (Jabar), dan Cilegon (Banten).

Ia pun berharap usai pertemuan/diskusi tersebut ada action atau event produk halal yang bisa dikerjakan bersama-sama antara PJMI- IHLC dan FDP-Halal.*** (aboe/pp)