Oleh : Aji Setiawan, ST *)
Di saat
sebagian partai yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno merapat ke petahana, misalnya PAN dan Demorat. Gerindra
condong memilih sisi seberangnya. Kemungkinan besar Gerindra jadi oposisi. Joko
Widodo-Ma’ruf Amin relatif tidak menghadapi tantangan berat karena berhadapan
dengan parlemen yang dikuasai koalisi Indonesia Kerja.
Seperti
diketahui, mayoritas kursi di parlemen dikuasai oleh Koalisi Indonesia Kerja.
Demikian pula nantinya kursi pimpinan DPR dan MPR. Lalu, apa yang bisa
dilakukan para legislator dari partai oposisi Koalisi Indonesia Adil Makmur
yang sudah dinyatakan bubar?
Oposisi
dalam dunia politik
berarti partai penentang di dewan perwakilan dsb yang
menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang
berkuasa. Beberapa parpol ada yang menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang.
Oposisi
lazim diterjemahkan menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppÅnere,
yang berarti menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat
oposisi itu bervariasi. Nilainya antara kepentingan bersama sampai pada
kepentingan pribadi atau kelompok.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, arti kata oposisi didefinisikan dalam dua bidang yang
berbeda. Pada dunia politik, arti kata oposisi dimaknai sebagai ‘partai
penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik
pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa’. Sementara dalam
bidang linguistik, arti kata oposisi dimaknai sebagai ‘pertentangan antara dua
unsur bahasa untuk memperlihatkan perbedaan arti’.
Dari kedua arti kata
oposisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata oposisi dalam pemaknaan
linguistik nampaknya kurang akrab di telinga masyarakat Indonesia. Kebanyakan
orang Indonesia lebih sering mengaitkan arti kata oposisi dengan dunia politik.
Orang-orang pun masih sering mendefinisikan arti kata oposisi sebagai sesuatu
yang berlawanan dengan arti kata koalisi. Padahal arti kata oposisi bukanlah
antonim dariarti kata koalisi.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, arti kata koalisi adalah ‘kerja sama antara beberapa partai
untuk memperoleh kelebihan suara dalam parlemen’. Arti kata koalisi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia ini memang lebih cenderung ke dalam dunia politik.
Sebuah partai politik tidak akan mampu mengusung calon presiden dan calon wakil
presiden tanpa berkoalisi. Hal ini disebabkan karena umumnya jumlah suara
pemilih dalam suatu partai politik tidak akan cukup untuk memenuhi batas
minimum suara yang diperlukan dalam mengusung pasangan calon presiden dan calon
wakil presiden.
Berdasarkan definisi
tersebut, partai politik dalam pemerintahan seakan terbagi dalam dua kubu.
Kalau tidak menjadi partai koalisi berarti menjadi partai oposisi. Hal ini lah
yang menyebabkan kebanyakan orang berpikir jika arti kata koalisi dan arti kata
oposisi merupakan dua kata yang saling berlawanan. Kenyataannya, koalisi
bukanlah antonim dari oposisi. Arti kata koalisi bersinonim dengan kata
aliansi, asosiasi dan federasi yang memiliki makna ‘bergabung’. Sedangkan arti
kata oposisi bersinonim dengan kata antagonisme dan antitesis yang bermakna ‘bertentangan’.
Seperti yang kita tahu, bergabung dan bertentangan bukanlah dua kata yang dapat
diantonimkan.
Sikap
oposisi dari pecahan Koalisi Adil Makmur yang mengusung Prabowo-Sandi dalam
Pilpres kemarin ini harus dicermati
karena berpotensi adanya upaya menjegal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Menurut
dia, ada dua hal yang bisa dilakukan Jokowi-JK dan koalisinya.
Pertama,
Jokowi harus menggunakan kemampuan persuasif untuk menambah jumlah partai
pendukung. Hal ini sewajarnya memang harus dilakukan Jokowi. Kedua, Dodi mengatakan,
pemerintah, dalam hal ini Jokowi, harus dapat memenangi hati publik. Meski
menang kuat di parlemen, Jokowi dapat menggunakan kekuatan rakyat untuk menilai
siapa yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat dibanding kepentingan
politik.
Substansi
kebijakan yang dapat dilakukan Jokowi, misalnya, dengan membangun hubungan
antara pusat dan daerah dan mengedepankan pembangunan infrastruktur. Serta
tantangan yang paling terkini adalah menyatukan kembali seluruh komponen
politis dan kebangsaan paska keputusan MK dan KPU. Kemudian, membuat
kebijakan-kebijakan yang dapat langsung dipahami dan dirasakan oleh rakyat.
Kebijakan-kebijakan itu di antaranya berkaitan dengan pemberantasan korupsi,
peningkatan taraf ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam
sistem politik dan ketatanegaraan kita memang tidak dikenal istilah partai oposisi. Tetapi
secara substansi dan fungsional, peran oposisi banyak dipraktikkan oleh partai
politik diluar pemerintahan sejak zaman Soekarno hingga era Jokowi
saat ini.
Oposisi merupakan
bagian dari artikulasi politik yang berfungsi sebagai kontrol dalam pengambilan
kebijakan politik pemerintah, apakah kebijakan tersebut untuk kepentingan
rakyat atau sebaliknya untuk penguasa semata dan kroninya.
Selama
periode demokrasi terpimpin (1959-1965) Soekarno, Partai Masyumi
dan Partai Sosialis Indoensia (PSI) merupakan partai oposisi yang
bersuara lantang karena menganggap Soekarno telah bertindak
sewenang-wenang mengangkat anggota parlemen sendiri sebagai kepala Negara yang
tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945.
Di bawah
rezim otoriter Soeharto,
partai oposisi menghilang
walau kerap disuarakan oknum-oknum politisi pemberani di parlemen seperti Sri
Bintang Pamungkas dari PPP yang berani menolak laporan pertanggungjawaban Soeharto 1993 dan
di-recall dari keanggotaan DPR.
Melalui
regulasi dan fusi partai, Soeharto
menciptakan hegemoni kekuasaan (power hegemony) dari pemimpin
otoriter-totaliter menuju diktator-antagonis. Soeharto menggunakan militer
sebagai pilar utama kekuasaan sentralistik dengan dua strategi yaitu, pertama,
Menciptakan politik yang bebas dari konflik idiologis dan berdasarkan
konsensus.
Sekarang,
PDIP sebagai partai berkuasa tidak seharusnya risih dan alergi keberadaan
partai Gerindra dan PKS yang memosisikan diri sebagai partai oposisi pemerintah.
Apa yang disampaikan oleh kedua partai tersebut hanya mengganti peran PDIP yang
pernah dimainkan dimasa lalu sebagai penyeimbang untuk meluruskan kebijakan
yang dinilai keliru pula.
Makna Positif
Oposisi
baik dalam bentuk personal maupun komunal (pressure group) atau dalam bentuk
partai politik sebagai kelompok penyeimbang kekuatan (balance of power). Dari
pemerintah yang berkuasa, ada kecenderungan bahwa penguasa akan melanggengkan
kekuasaannya dan membuat kebijakan sesuka hati bila tidak ada kelompok
masyarakat atau partai politik yang mengoreksinya.
Dalam
konteks negara yang dibangun diatas paradigma kontrak sosial (Social Contract)
maka kepala negara dalam menentukan kebijakan-kebijakan publik harus sesuai
dengan keinginan dan kepentingan rakyat sebagai mitra kontrak dalam menjalankan
pemerintahan.
Partai
politik merupakan perwujudan aggregasi aspirasi masyarakat berhadapan dengan
pemerintah. Indonesia sebagai negara yang menganut Social Contract dalam
pelaksanaan pemerintahan hendaknya memosisikan rakyat secara sejajar yang
diwujudkan dalam bentuk representasi di parlemen dengan bersama-sama membuat
keputusan dalam berbagai urusan kepentingan politik.
Tindakan
kepala negara atau pemerintahan yang otoriter-represif dalam pengambilan
keputusan akan melahirkan kelompok dari masyarakat atau partai politik oposisi
menjadi Counter Policy dengan keputusan pemerintah. Inilah yang melahirkan partai oposisi ditengah
konfigurasi politik nasional yang dinamis.
Sayangnya,
oposisi sering dianggap sebagai musuh dan diberi stigma negatif oleh
pemerintahan yang otoriter, partai oposisi tidak
mendapat ruang gerak yang layak bahkan negara mengharamkan keberadaannya. Hanya
pemerintahan diktator yang melarang munculnya partai oposisi yang
perannya sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Peran
penting partai oposisi
setidaknya ada lima hal yakni pertama, oposisi sebagai check and balance
sebagai pemerhati dan pengontrol perilaku dan kinerja negara (pemerintah).
Secara budaya, protes rakyat terhadap raja yang dilakukan dengan cara Pepe,
berjemur ditengah terik matahari, telah ada ratusan tahun yang lalu dikalangan
masyarakat Jawa.
Kedua,
oposisi berperan sebagai counter player, yang tidak bisa diremehkan atau
dilecehkan oleh pemerintah karena oposisi merupakan penyeimbang opini publik
yang melakukan kritik secara konsepsional, kuat dalam visi dan strategik untuk
memperjuangkan aspirasi konstituennya. Di sinilah kelompok oposisi menurut
Herbert Feith harus kuat dan solid.
Ketiga,
oposisi berperan sebagai sparing partner pemerintah, untuk menentukan
kebijakan-kebijakan sosial-politik agar tetap pada rel pemihakan terhadap
rakyat. Ini penting agar pemerintah tidak berlaku diskriminatif.
Keempat,
oposisi berperan sebagai advocatus diaboli-devils advocate yang memainkan peran
sebagai setan yang menyelamatkan masyarakat, justru dengan mengganggu terus
menerus.
Dalam
peran tersebut oposisi mengemukakan titik kelemahan dari suatu kebijakan
pemerintah sehingga apabila kebijaksanaan itu diterapkan, segala hal yang dapat
mengakibatkan efek samping yang merugikan sudah lebih dulu ditekan seminimal
mungkin.
Kelima,
kehadiran oposisi berkaitan dengan masalah accountability atau pertanggung
jawaban akan lebih diperhatikan oleh pemerintah. Tidak semua hal akan diterima
begitu saja, seakan-akan dengan sendirinya jelas atau beres dalam pelaksanaannya.
Kehadiran oposisi membuat pemerintah harus selalu menerangkan dan
memperttanggung jawabkan mengapa suatu kebijakan diambil, apa dasarnya, apa
pula tujuan dan urgensinya, serta dengan cara bagaimana kebijakan itu akan
diterapkan.
Dari kelima peran oposisi yang dimainkan secara
simultan oleh partai politik akan melahirkan pemerintahan yang partisipatif,
terbuka dan akuntabel agar melaksanakan roda pemerintahan yang benar-benar adil
menuju masyarakat yang dicita-citakan; masyarakat adil dan makmur tanpa diskriminasi
dan perlakuan yang sama didepan hukum.(*)
*) Penulis adalah : mantan
wartawan Majalah alKisah Jakarta dan Ketua PWI-Reformasi Korda Jogjakarta
1998-2003
LEAVE A REPLY