Home Seni Budaya Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang, Wajah Tak Bernama

Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang, Wajah Tak Bernama

357
0
SHARE
Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang, Wajah Tak Bernama

Keterangan Gambar : Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang,  ‘Wajah Tak Bernama’. 

JAKARTAParahyangan Post - Yayasan Sitor Situmorang dan Komunitas Bambu serta di dukung oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta menggelar Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang,  ‘Wajah Tak Bernama’. 

Pameran yang di gelar di lantai 4 Perpustakaan Jakarta Cikini dan Pusat Dokumentasi HB Jassin ini, akan berlangsung selama sebulan dari tanggal 03 Oktober 2024 s.d 02 November 2024, dengan memamerkan arsip dan karya Sitor Situmorang. 

Acara pembukaan pameran yang digelar di Aula PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Kamis, 03/10/2024), dihadiri oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip DKI Jakarta, para tokoh sastra, penyair dan para penggiat budaya, keluarga besar Sitor Situmorang dan para tamu undangan lainya.

Menurut, Gulon Situmorang mewakili Yayasan Sitor Situmorang, selain pameran, ada juga berbagai kegiatan lainnya seperti diskusi, selain itu, dalam pameran tersebut publik juga akan dapat melihat kisah perjalanan penyair Sitor Situmorang, juga dapat melihat foto-foto ekslusif Sitor Situmorang, dimasa – masa terakhirnya, termasuk kliping-kliping surat kabar yang menuliskan obituary beliau. 

Selain itu juga memamerkan puluhan buku-buku yang berisi puisi, prosa, maupun drama yang di garap oleh satrawan angkatan 45 tersebut. Nantinya publik juga dapat kembali melihat kisah perjalanan sang penyair, hingga turut mengambil satu pijakan penting dalam kesusastraan Indonesia.

Menurut Gulon melalui pameran yang bertajuk “Wajah Tak Bernama tersebut, harapanya gagasan-gagasan Sitor Situmorang bisa terus menyebar dan menginspirasi bagi generasi muda.

Sitor situmorang memulai periode emasnya dengan lincah sebagai satrawan sejak era orde lama. Karya-karyanya yang berupa puisi maupun esai memenuhi media utama seni budaya saat itu. Namun sayangnya, tak lama setelah itu, dia dijegal ketika awal orde  baru.

Namanya kemudian seolah di-asingkan dari arus utama sejarah, dimana kemudian tak banyak generasi muda yang mengenal sastrawan yang berjuluk ‘Penulis Berbahaya’, ini. Meskipun demikian Sitor Situmorang tetap punya kedudukan yang istimewa dalam kesusastraan Indonesia.

Sajak – sajak sastrawan yang dikenal penuh kesederhanaan, tetapi lahir dalam bentuk yang lentur dan cair itu seolah bangkit kembali.

Gulon Situmorang mengatakan bahwa karyaarya satrawan asal Sumatera Utara ini memiliki karakter yang khas. Ia melihat darah Batak yang mengalir pada diri Sitor Situmorang telah memberikan warna yang berbeda dalam setiap puisi maupun cerpen yang diciptakannya.

Sang ayah menurut Gulon, cukup lama bermukim di luar negeri, namun hal itu tak serta merta membuatnya melunturkan akarnya sebagai pria Batak sejati. Justru dari tempatnya dilahirkan itulah Sitor Situmorang meramu puisi dan sajak-sajaknya.


Sisi keakaran yang selalu dipertahankan Sitor ini menjadi diskursus yang penting saat ini, jelas Gulon Situmorang. Akar, baginya adalah identitas yang memang semestinya menjadi pegangan dalam hidup masing-masing orang dari manapun mereka berasal.

(rd/pp)