Home Opini Manipulasi Nilai dengan Cuci Rapor, kok Bisa?

Manipulasi Nilai dengan Cuci Rapor, kok Bisa?

433
0
SHARE
Manipulasi Nilai dengan Cuci Rapor, kok Bisa?

Oleh:  Eva Ummu Naira,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ternyata masih berlanjut di awal masuk sekolah, hari saat para siswa baru semangat dan bersuka cita, justru mendapat kabar yang mengejutkan, yaitu dianulirnya para siswa baru karena tindakan cuci rapor. Hal itu terjadi beberapa waktu yang lalu di wilayah Depok. Seperti diberitakan Kompas.com, (17/7/2024),  Kepala SMP Negeri 19 Depok Nenden Eveline Agustina mengakui pihaknya telah memanipulasi nilai rapor 51 siswa. Akibatnya, 51 siswa tersebut dianulir status penerimaannya di SMA negeri kendati sebelumnya telah dinyatakan diterima. 

Diketahui juga, Dinas Pendidikan Jawa Barat membatalkan hasil seleksi penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2024 tahap 2 karena melakukan kecurangan cuci rapor SMP asal agar masuk SMA Negeri. Hal tersebut diakui Nenden, sekitar 51 siswa lulusan sekolahnya dianulir masuk SMA Negeri karena mengatrol nilai agar masuk jalur prestasi. Pihaknya pun siap menerima segala konsekuensi. Terkait nasib 51 calon peserta didik (CPD) yang dibatalkan penerimaanya di SMA Negeri, Nenden mengklaim sebagian siswa sudah masuk sekolah swasta. 

Melihat kenyataan di atas sungguh sangat memprihatinkan. Tak habis pikir, manipulasi nilai dengan cuci rapor, kok bisa? Ya bisa, karena peluang kecurangan terbuka lebar, angka-angka dapat dengan mudahnya dikatrol (dinaikkan) demi masuk sekolah negeri melalui jalur prestasi. Tentunya banyak pihak di dalam sekolah yang terlibat dan juga para orang tua siswa. Hal ini tak lepas dari keberadaan penerapan sistem kapitalisme sekuler  yang memaksa individu untuk menyekolahkan anaknya dengan asas materi dunia saja jauh dari kejujuran dan rasa tanggung jawab bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawaban Allah SWT. 


Para orang tua menghalalkan segala cara agar memperoleh pendidikan murah dan terjangkau serta berkualias. Begitu juga masyarakat yang cenderung individualisme menjadikan budaya curang dan suap menjadi  hal yang lumrah, sehingga minim aktivitas amar ma'ruf nahyi munkar. Lebih lagi peran pemerintah tidak menjadikan pendidikan sebagai sebuah kewajiban pelayanan terhadap masyarakat, pemerintah terkesan tidak serius memikirkan permasalahan yang ada  dan menutup mata dengan segala permasalahan ini dengan solusi yang setengah hati. Tak pelak para guru dan pihak sekolah akhirnya banyak yang andil dalam kecurangan PPDB karena sistemnya membiarkan itu terjadi terus menerus. 

Itulah yang terjadi di dunia pendidikan saat ini. Berbeda dengan pendidikan di dalam sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan adalah hal penting karena itu hak bagi setiap warganya.  Penguasa senantiasa memberikan fasilitas pendidikan yang cukup dan tersebar merata di tiap daerah, sehingga tak akan terjadi kurangnya jumlah sekolah dan berlomba-lomba memilih sekolah negeri dan berprestasi dengan menghalalkan segala cara. 


Sejatinya pemimpin dalam sistem Islam adalah raa'in (penanggung jawab) dan akan memenuhi semua kebutuhan asasi warganya dengan sebaik-baiknya termasuk penyediaan pendidikan dan segala fasilitasnya.  Hanya dengan sistem Islam peradaban terbaik akan lahir, mencetak generasi yang cerdas dan bertakwa.[]