Jurnalisme tak terpisahkan dari Bentara Budaya yang dilahirkan oleh koran Kompas pada tahun 1982 di Yogyakarta. Ketika itu Sindhunata yang pertama kali memunculkan ide Bentara Budaya, dan mengusulkan pada Jakob Oetama selaku pimpinan Kompas. Lahirnya Bentara Budaya memang tidak direncanakan secara terkonsep dari awal. Kala itu Sindhunata melihat ada ruangan di Toko Buku Gramedia, Jalan Jenderal Sudirman, yang kosong dan hendak disewakan. Tebersit gagasan untuk memanfaatkan ruangan tersebut sebagai tempat berekspresi seni, terutama karya seni yang terpinggirkan. Maka sejak itu berfungsilah ruangan tersebut sebagai ruangan Bentara Budaya.
Pada saat itu kegiatan Bentara Budaya seperti pameran, diskusi, atau pementasan, dipastikan ada pemberitaannya di Harian Kompas. Ulasan dalam pemberitaan tersebut didukung para wartawan kebudayaan. Beberapa wartawan seperti Sindhunata sendiri, Ardus Sawega, Rudy Badil, Efix Mulyadi, GM Sudarta, JB Kristanto memiliki komitmen untuk kegiatan di Bentara Budaya, terlebih ketika Bentara Budaya kemudian juga berdiri di Jakarta. Tulisan – tulisan tentang seni budaya tidak pernah berhenti. Hal ini berlangsung selama puluhan tahun, setiap kali ada acara di Bentara Budaya, bisa dipastikan ada pemberitaan di Kompas.
Pemberitaan kegiatan Bentara Budaya pada akhirnya tidak hanya dimuat Kompas, beberapa media lain juga memuat kegiatan Bentara Budaya. Pada tahun 2009 berdiri Balai Soedjatmoko di Solo yang merupakan Bentara Budaya di Solo, dan Bentara Budaya Bali yang berdiri di Ketewel, Gianyar. Kehadiran dua Bentara Budaya tadi menambah dinamika kesenian, dan menambah ragam kegiatan seni di Bentara Budaya. Media massa yang memuat kegiatan di Bentara Budaya juga bertambah, dan tidak hanya media cetak seperti awal mula Bentara Budaya berdiri. Era 2000 – an media massa berkembang, tidak hanya media cetak, dan media elektronik yang berkembang, tapi ada media online yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
Imbas Teknologi Informasi
Sudah menjadi kenyataan, perkembangan teknologi informasi akan mewarnai kehidupan kita saat ini. Perkembangan teknologi informasi ibarat pisau bermata dua. Satu sisi membawa perubahan yang bermanfaat. Adapun sisi yang lain membawa perubahan dengan konsekuensi tersendiri. Hal ini berlaku juga dengan media massa yang selama ini menjadi rujukan informasi perlahan mengalami perubahan. Teknologi informasi membuka kesempatan pada masyarakat luas untuk terlibat langsung dalam memberitakan peristiwa, tanpa harus melalui kemampuan untuk menulis atau memahami banyak hal tentang berita.
Perkembangan teknologi informasi berimbas juga pada Bentara Budaya. Banyak kegiatan Bentara Budaya yang tadinya dapat ditemui pada media cetak kemudian lebih mudah didapatkan pada media online dan media sosial. Kehadiran media online menjadikan kegiatan Bentara Budaya mudah diketahui khalayak luas. Orang – orang tidak harus hadir pada kegiatan di Bentara Budaya, melainkan cukup dengan media online langsung bisa mengetahui kegiatan tersebut. Bahkan, pada waktu yang bersamaan lewat siaran langsung dengan bantuan teknologi yang ada.
Kehadiran media online dan media sosial juga memudahkan pekerjaan di Bentara Budaya untuk memberitahukan pada masyarakat luas tentang jadwal kegiatan yang ada. Semua hal yang dahulunya harus direncanakan dengan waktu yang cukup lama, akhirnya dapat dipersiapkan dengan waktu yang cukup singkat, kecuali persiapan pada teknis –di lapangan.
Risiko perkembangan teknologi informasi berdampak pada media cetak, dalam hal ini koran dan majalah. Dalam satu dekade terakhir jumlah pembaca koran merosot drastis. Hal ini bisa
dilihat dengan ditutupnya beberapa koran dan majalah. Dahulu, untuk satu kota ada beberapa koran lokal, akan tetapi saat ini hanya ada satu koran lokal untuk sebuah kota. Bahkan, ada kota yang tidak lagi memiliki media cetak. Hilangnya media cetak tidak berimbas pada kegiatan seni budaya yang ada. Kegiatan seni budaya bahkan mengalami diaspora, tidak lagi berada di satu kota tertentu, namun menyebar pada beberapa kota dengan variasi kegiatan yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Tantangan ke depan
Bagi Bentara Budaya ada dua hal yang menjadi tantangan ke depan, yaitu perubahan teknologi informasi yang sedang berlangsung, dan bertumbuhnya ruang berkesenian yang tidak lagi terpusat. Sebuah perubahan sedang terjadi, dan perubahan itu harus dihadapi dengan pilihan – pilihan dan keberanian. Semangat yang dulu mengawali kegiatan Bentara Budaya pada tahun 1982 menjadi salah satu pijakan kuat untuk tetap berkegiatan. Semangat itulah yang paling utama di samping kerja keras untuk menentukan langkah – langkah Bentara Budaya di masa depan.
Seperti tulisan di awal, Bentara Budaya merupakan anak jurnalisme yang bernama Kompas, maka Bentara Budaya tidak lantas meninggalkan nilai – nilai yang diperjuangkan Kompas selama ini. Kompas yang menghargai nilai – nilai kemanusiaan, menghargai pluralitas dan semangat kebangsaan juga menjadi nilai – nilai yang harus diperjuangkan Bentara Budaya.
Perkembangan teknologi informasi harus dihadapi dengan sikap yang optimistis, dan melihatnya sebagai jalan lain untuk mengembangkan seni budaya. Jurnalisme saat ini sedang menghadapi persoalan yang sama, yang dibutuhkan Bentara Budaya adalah sinergi dengan media massa untuk tetap berkomitmen menghadirkan seni budaya sesuai dengan nilai – nilai yang selama ini diperjuangkan.
Sinergi yang berjalan selama ini antara media massa memang baru sebatas pemberitaan, atau ulasan melalui media, belum melangkah lebih jauh. Gagasan yang dapat dikerjakan bersama sebenarnya bisa lebih dari itu. Seni budaya, baik pelaku atau pun karya, tidak berhenti pada ekpresi ( pameran atau pentas ), namun bisa lebih jauh berkembang dengan bantuan lembaga seperti Bentara Budaya dengan Kompas.
Pilihan – pilihan untuk itu masih sangat luas, bisa dikembangkan dengan adanya penelitian atau riset jangka pendek, atau jangka panjang. Membangun jejaring kelompok kesenian antar kota dengan memanfaatkan kota yang memiliki Bentara Budaya bisa menjadi pilihan awal. Bentara Budaya juga bisa memanfaatkan jaringan media yang dimiliki Kompas Gramedia dengan melakukan sinergi antara komponen yang ada ; koran, televisi, dan online untuk mewartakan program – program Bentara Budaya serta menjadi pintu masuk untuk penyebaran isu – isu kebudayaan penting yang sedang menjadi pekerjaan Bentara Budaya.
Media massa memang sedang berhadapan dengan tantangan jaman, namun bukan berarti peran media massa akan berhenti. Justru dengan situasi saat ini ada peran penting media massa yang tak tergantikan. Orisinalitas berita, suatu hal yang sulit didapatkan di era digital, ini penting mengingat sering kali kita disuguhi dengan berita – berita palsu, dan tanpa sadar kita mengkonsumsinya. Inilah pintu masuk bagi seni budaya, media massa yang masih memegang etika dalam menjalankan fungsinya merupakan hal penting.
Hiruk pikuk informasi tidak menjebak masyarakat untuk hidup dalam suasana penuh gosip, namun pada suasana seperti itu masyarakat bisa mendapatkan informasi yang sehat. Lembaga seperti Bentara Budaya memiliki pekerjaan tambahan selain mengadakan kegiatan seni budaya, juga menjadi pintu masuk penyebaran seni budaya dari berbagai pelosok sebagai bagian dari kehidupan masyarakat luas, tentu saja dengan melakukan sinergi bersama media massa.
Penulis bekerja di Bentara Budaya Yogya
(sumber : Bentara Budaya)
(sumber : Bentara Budaya)
LEAVE A REPLY