Hari Pers Nasional dan Tantangan Wartawan ke Depan
Oleh MUNADI
Setiap tanggal 9 Februari diperingati dan diselenggarakan Hari Pers Nasional, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PWI ( Persatuan Wartawan Indonesia), dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No.5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985.
Wartawan dan Pers merupakan satu kesatuan atau dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Wartawan mempunyai peran penting dalam perusahaan pers untuk menyampaikan informasi berita, agar masyarakat dapat mengetahui kejadian dan peristiwa yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pers sekarang tumbuh berkembang dengan pesat, tidak hanya media cetak, radio, televisi, media ciber-online juga tumbuh subur melalui jaringan internet di dunia maya.
Pers sering disebut mempunyai peran penting sebagai pilar ke empat demokrasi, setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Para jurnalis alias wartawan, dalam menjalankan tugasnya memerlukan kemerdekaan untuk mencari dan mendapatkan informasi berita, namun kadang kala para jurnalis masih sering menghadapi ancaman untuk mendapatkan informasi dan berita. Ancaman atau tekanan yang dihadapi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik merupakan bentuk ketidak merdekaan pers.
Lahirnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) baru yang telah disahkan oleh DPR bersama Pemerintah pada 6 Desember 2022, masih menimbulkan kehawatiran di beberapa pasal yang bisa berdampak hilangnya (rasa) kemerdekaan pers.
Sejumlah pasal dalam KUHP baru, bisa berpotensi memberi ancaman dan kriminalisasi terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Antara lain dalam Pasal 218 ayat (1) Setiap orang yang dimuka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (bulan) atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 219 menyebutkan Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4,5 tahun atau denda paling banyak kategori IV.
Pasal 220 ayat (1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 264 Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Wartawan atau jurnalis dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan Hukum Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan juga harus mentaati dan berpegang kepada Kode Etik Jurnalistik yang berfungsi sebagai landasan moral dan etika agar seorang wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial.
Dalam Kode Etik Jurnalistik ada 11 Pasal yang isinya antara lain, Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk. Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu mengisi informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.***
LEAVE A REPLY