BUPATI KOTAKOS
Oleh: Ismail Lutan
Dalam Pilkada 2018 ini ada 10 daerah memiliki calon tunggal. Jumlah ini meningkat satu point dari tahun sebelumnya yang cuma 9.
Meski single fighter, sang calon tidak langsung jadi pemenang. Aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan mereka tetap harus bertanding. Lawannya adalah kotak kosong alias Kotakos.
Pertanyaannya adalah bagaimana kalau Kotakos menang? Logikanya, dialah yang akan menjadi Bupati atau walikota di daerahnya.
Lha, dipimpin oleh Bupati Kotakos?
Why not!
*
Dipimpin oleh Bupati Kotakos harus dicoba. Karena demokrasi di Indonesia pada awalnya adalah coba-coba, atau setidaknya menjiplak Barat.
Katakanlah Kotakos itu adalah sebuah kotak ajaib yang telah diprogram dengan sistim komputer canggih. Dia dapat melaksanakan tugas ke-bupatian dengan kilat. Motto kerjanya adalah, hemat-cermat serta serta teliti dan anti korupsi. Birokrasinya tidak berbelit, tanda tangannya tidak butuh duit. Pokoknya irit.
Rakyat yang berurusan dengan administrasi Bupati Kotakos selalu happy, dan akan dapat menghemat waktu secara optimal. Sebab di pintu masuk dia sudah disapa dengan ramah dan ditanya keperluannya apa, dan saat itu juga akan diselesaikan permasalahnnya.
Dengan demikian rakyat bisa bekerja seusai berurusan dengan birokrasi. Waktunya tidak habis untuk memak-maki, mendumel, dan menghasut LSM guna mendemo ‘kroco-kroco’ yang berkeliaran di birokrasi Bupati. Artinya rakyat terlayani secara paripurna.
Yang sebel tentulah anggota dewan didaerahnya. Sebab mereka tidak bisa mengajak sang Bupati ‘ngopi-ngopi’, atau jalan-jalan ke luar negeri dengan tagline studi banding. Bupati Kotakos tak butuh kopi, juga tak butuh refreshing ke luar negeri, seperti Bupati Talaud yang cantik, Sri Wahyumi Maria Manalip, yang akhirnya kena penalti oleh Bos Cahyo.
Dia tidak akan ke mana-mana, tapi ada di mana memantau bawahan dan mitra-mitranya. Bahkan, dia pun akan berada di tempat tersembunyi di mana tangan-tangan jail berselingkuh dalam tender proyek.
*
Sepertinya enak dipimpin oleh Bupati Kotakos bukan? Atau setidaknya tentu akan lebih baik daripada dipimpin oleh bupati yang menang dengan cara-cara licik, picik dan koruptif.
Bayangkan, menjelang Pilkada serentak ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 8 calon kepala daerah yang menilep uang Negara.
Bisa dipastikan kalau saja mereka ‘jadi’ tentu yang akan dikorupsi akan lebih banyak lagi. Karena ongkos nyabup dan nyakot serta nyagubun sangat mahal, an umumnya mereka membiayainya dengan ‘utang’.
Dan ingat!
Hampir semua calon kepala daerah yang berlaga di pilkada serentak ini melakukan korupsi.
Nasib mujur mereka hanya akan bertahan sampai KPK melakukan OTT. Kelak, cepat atau lambat mereka akan berseragam oranye juga.***
LEAVE A REPLY