Keterangan Gambar : Badan Koordinasi (Badko) Taman Kanak-kanak Al Qur’an Kabupaten Karawang menggelar workshop untuk para guru dengan tema To be a great teacher (Foto : ist/pp)
KARAWANG - Parahyangan Post - Badan Koordinasi (Badko) Taman Kanak-kanak Al Qur’an Kabupaten Karawang menggelar workshop untuk para guru dengan tema To be a great teacher. Kegiatan workshop ini merupakan salah satu program Badko Bidang Pendidikan. Workhsop diadakan pada hari Sabtu, 17 September 2022 di Galuh Mas Karawang Mall dihadiri kurang lebih 200 orang lembaga-lembaga TKQ yang berada di zona 3 (tiga) dan 9 (Sembilan). Workhsop ini merupakan bagian dari rangkaian roadshow workshop untuk guru. Sebelumnya sudah dilaksanakan kegiatan serupa pada tanggal 27 Agustus 2022 untuk zona 1 (satu) dan zona 5 (lima) di Restaurant Lebak Sari Indah. Workshop kedua diadakan bagi lembaga TKQ di zona 6 (enam) di Kantor Kecamatan Klari pada tanggal 3 September 2022. Pada tanggal 10 September 2022 dilanjutkan pelaksanaan workshop ketiga untuk zona 2 (dua) di Aula PGRI Telagasari.
Ina Yulia, S.Pd mengungkapkan ‘kegiatan workshop bertujuan untuk meningkatkan semangat dan kapasitas guru. Harapannya para kepala sekolah dan guru yang mengikuti workshop dapat lebih termotivasi dalam mengajar dan mendapatkan pemahaman mengenai anak berkebutuhan khusus. Kegiatan kali ini dibagi dalam beberapa sesi yang melibatkan 9 (Sembilan) zona. Setiap zona terdiri dari beberapa lembaga TKQ’. Badko mengundang Farida Aini, M.Psi., Psikolog dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Jakarta yang juga merupakan Founder Farida Aini Consulting sebagai narasumber. Ada dua materi yang disampaikan dalam workshop tersebut yakni materi mengenai Lingkungan Belajar Berkualitas dan Anak Berkebutuhan Khusus.
Para guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan sekaligus pembangun pondasi dasar untuk peserta didik anak usia dini berperan penting bagi terciptanya lingkungan belajar berkualitas. Proses pembelajaran merupakan salah satu elemen penting dalam lingkungan belajar berkualitas. Lingkungan belajar berkualitas merupakan lingkungan yang mampu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi peserta didik. Tentu saja tidak hanya berfokus pada sarana dan prasarana namun lebih menekankan aspek layanan yang berkualitas. Oleh karenanya, proses pembelajaran yang dilaksanakan juga harus berpusat pada peserta didik. Mengutip istilah Ki Hajar Dewantara ‘menghamba pada siswa’. Narasumber juga menjelaskan salah satu metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berpusat pada siswa adalah metode belajar berbasis proyek.
Lebih lanjut, Farida memaparkan materi mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tema ini dipilih masih terkait dengan mewujudkan lingkungan belajar berkualitas dan kebutuhan mempersiapkan penerapan Permendiknas 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Mengingat pendidikan adalah hak semua anak termasuk bagi mereka yang berkebutuhan khusus dengan memperhatikan jenis disabilitas siswa. Fenomena hari ini, telah terjadi peningkatan jumlah anak yang terindikasi sebagai anak berkebutuhan khusus termasuk di satuan PAUD. Tak jarang para guru merasa kewalahan dan satuan PAUD belum semuanya siap untuk menjalankan program pendidikan inklusif. Hal inilah yang menjadi landasan pentingnya meningkatkan pemahaman para guru mengenai peserta didik berkebutuhan khusus. Melalui workshop ini diharapkan para guru dapat menemukenali siswa yang membutuhkan layanan dan pendidikan khusus sehingga dapat menentukan langkah yang tepat, termasuk membantu orang tua siswa berkebutuhan khusus dengan memberikan informasi yang tepat.
Salah seorang peserta memberikan contoh kasus peserta didik di lembaganya. Siswa belum bisa mengikuti semua kegiatan pembelajaran bersama teman-temannya. Setiap hari siswa tersebut lebih banyak bermain sendiri dengan mainan yang digemari. Ketika diajak untuk melakukan aktivitas bersama dia enggan. Tidak hanya itu saja, siswa tersebut juga suka sekali naik ke kursi atau meja di saat siswa lain sedang mengikuti kegiatan di kelas. Siswa juga belum bisa duduk tenang dan berbicara padahal sudah berusia sekitar 4 (empat) tahun. Beberapa peserta workshop yang lain juga memberikan beberapa contoh kasus siswa yang diduga terkategori sebagai siswa berkebutuhan khusus yang membutuhkan layanan dan pendidikan khusus. Meski para guru tidak memiliki wewenang untuk memberikan diagnosa jenis disabilitas yang dialami peserta didiknya, setidaknya wawasan mengenai siswa berkebutuhan khusus tetap perlu dimiliki. Paparan contoh kasus yang disampaikan menjadi bukti bahwa hari ini satuan PAUD juga harus bersiap diri menjalankan program pendidikan inklusif.
(toha/rd/pp)
LEAVE A REPLY